tag:blogger.com,1999:blog-33579783615914178022024-02-06T22:10:14.723-08:00AGUS ARWANIMENJANGKAU PEMIKIRAN REALITIS, BERMUTU & BERMORALAGUS ARWANI, SE, M.Ag.http://www.blogger.com/profile/10365088094121590944noreply@blogger.comBlogger21125tag:blogger.com,1999:blog-3357978361591417802.post-18924705974867502762009-10-22T19:41:00.000-07:002009-10-22T19:43:09.280-07:00KONSEP AKUNTANSI SYARIAHTEORI AKUNTASI SYARI’AH<br /><br /> Teori merupakan seperangkat asas hipotesis, konseptual dan pragmatis yang terjalin satu sama lain yang membentik suatu kerangka acuan untuk suatu bidang pengetahuan. Jadi teori akuntansi dapat diartikan sebagai suatu penalaran logis dalam bentuk seperangkat asas atau prinsip yang : (1) menjadi kerangka acuan umum untu menilai praktik-praktik akuntansi, dan (2) menjadi pedoman bagi pengembangan praktik-praktik dan prosedur yang baru. Teori akuntansi dapat dipergunakan untuk memperjelas prakti-praktik yang sekarang berjalan, tetapi tujuan utama teori akuntansi adalah mengadakan suatu kerangka acuan untuk menilai dan mengembangkan praktik-praktik akuntansi yang sehat. <br />Akuntansi syari’ah, sebagaimana telah dijelaskan kerangka teori sebagai berikut: <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Gambar 4.1. Kerangka Teori Akuntansi Syari’ah<br />Berdasarkan gambar 4.1, maka syari’ah menjadi sumber teori akuntansi syari’ah. Syari’ah adalah etika bagi Muslim; ia merupakan pedoman hidup dan way of life bagi Muslim. Tujuan akuntansi syari’ah adalah turunan dari syari’ah tersebut. Dengan demikian, syari’ah menjadi sumber dari segala elemen kerangka teori akuntansi syari’ah, baik dalam perumusan tujuan laporan keuangan, konsep dasar, konsep atau prinsip, dan tehnik akuntansi. Bagian ini membahas laporan keuangan akuntansi syari’ah, kemudian konsep dasar akuntansi syari’ah, konsep (prinsip) akuntansi syari’ah, serta tehnik akuntansi syari’ah.<br /><br />Tujuan Laporan Keuangan Akuntansi Syari’ah<br /> Tujuan akutansi syari’ah dibedakan dengan tujuan laporan keuangan akuntansi syari’ah. Tujuan akuntansi syari’ah berdasarkan pada tujuan ekonomi Islam, yaitu pemerataan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat dan tidak hanya diperuntukan pada seseorang atau segolongan orang saja.oleh sebab itu, Islam menyediakan sarana untuk pemerataan kesejahteraan dengan sistem zakat, infak, sedekah, dan sistem tanpa bunga. Pelaporan keuangan dan sistem akuntansi dalam Islam didesain sesuai dengan sistem ekonomi dan bisnis Islam yang bersumber pada Al-Qur’an dan Sunnah (Hadis). Allah berfirman dalam Al-Qur’an, “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku ”; Padahal mereka tidak disuruh kecuali untuk menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat, dan yang demikian itulah agama yang lurus “; Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu kedalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu; Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada dilangit dan apa yang ada di bumi. Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikannya, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu..... “; Dan Dia-lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebagian kamu atas sebagian yang lain beberapa derajat untuk mengujimu tentang apa yang diberikanNya kepadamu... . Ayat-ayat tersebut menunjukkan bahwa tujuan hidup manusia- dalam seluruh aktivitasnya – adalah beribadah kepada Allah. Hal ini mencakup aktivitas ekonomi dan di dalamnya adalah akuntansi. Berdasarkan ayat-ayat tersebut, maka tujuan akuntansi syari’ah adalah pertanggungjawaban (accountability), baik pertanggungjawaban terhadap Allah, pihak-pihak yang berhak atas perusahaan, maupun alam. Akuntanbilitas bukan hanya suatu kewajiban untuk melaporkan pelaksanaan aktivitas dan transaksi ekonomi, namun kewajiban untuk melaksanakan atau untuk tidak melaksanakan aktifitas yang tidak sesuai syari’ah. Akuntansi syari’ah juga menjadi sarana memberikan informasi kepada pihak internal dan eksternal perusahaan. Oleh karena itu, beberapa penulis menetapkan pertanggungjawaban dan informasi sebagai tujuan akuntansi syari’ah. Akuntanbilitas merupakan representasi dari unsur spirit-ruh, jiwa-atau etika, atau unsur ukhrawi, atau unsur feminin, sedangkan informasi merupakan representasi unsur materi, atau unsur ekonomi, atau unsur duniawi, atau unsur maskulin. <br />Tujuan informasi (laporan keuangan) akuntasi syari’ah, dengan demikian harus memenuhi kewajiban pertanggungjawaban (accountability) dan informasi. Tujuan ini harus diwujudkan dama bentuk bagaimana seseorang dapat menghitung kewajiban zakatnya secara benar. Oleh karena itu, maka tujuan utama (main objective) laporan keuangan adalah untuk penentuan zakat. Tujuan utama laporan keuangan akuntansi syariah, yakni zakat, dapat didampingi oleh tujuan-tujuan praktis (current objectives of accounting information) sejauh tujuan-tujuan tersebut tidak bertentangan dengan syariah. Tujuan-tujuan tambahan tersebut diantaranya: memelihara harta; membantu dalam mengambil keputusan; menentukan dan menghitung hak-hak mitra berserikat; menentukan imbalan, balasan, atau sanksi. <br /><br />Konsep Dasar Akuntansi Syariah<br /> Konsep dasar (basic consepts/basic feature) disebut juga asumsi atau postulat, adalah aksioma atau pernyataan yang tidak perlu dibuktikan lagi kebenarannya karena secara umum telah diterima kesesuaiannya dengan tujuan laporan keuangan, dan menggambarkan lingkungan ekonomi, politik, sosial, dan hukum dimana akuntansi beroperasi. Jelas bahwa penentuan konsep dasar dipengaruhi oleh karakteristik lingkungan di mana akuntansi beroperasi. Ia diturunkan dari tujuan laporan keuangan berfungsi sebagai fondasi bagi prinsip-prinsip akuntansi. Sebagaimana dibahas sebelumnya, tujuan laporan keuangan akuntansi syariah adalah untuk memberikan pertanggungjawaban dan informasi. Menurut Belkoui, seperti dikutip oleh Rosjidi, konsep dasar akuntansi adalah entitas akuntansi, kesinambungan, unit pengukuran, dan periode akuntansi, yang masing-masing konsep dasar dibahas di bawah ini:<br />1. Entitas Bisnis (Business Entity/al-Wihdah al-Iqtishadiyah)<br />Entitas atau kesatuan bisnis adalah perusahaan dianggap sebagai entitas ekonomi dan hukum terpisah dari pihak-pihak yang berkepentingan atau para pemiliknya secara pribadi. Syahatah menyebutnya sebagai kaidah independensi jaminan keuangan. Oleh karena itu seluruh transaksi keuangan dan informasi akuntansi hanya berhubungan dengan entitas dimaksud-perusahaan-yang membatasi kepentingan para pemiliknya.<br /><br />2. Kesinambungan (going concern). <br />Konsep ini merupakan suatu konsep yang menganggap entitas akan berjalan terus, apabila tidak terdapat bukti sebaliknya. Ini didasarkan pada pengertian bahwa kehidupan ini juga berkesinambungan. Manusia memang akan fana, tapi Allah akan mewariskan semua yang ada di alam ini. Maka, seorang Muslim yakin bahwa anak-anaknya dan saudara-saudaranya akan meneruskan aktifitas itu setelah ia meninggal. Mereka juga yakin bahwa harta yang diperoleh dari aktifitas kerjanya itu adalah milik Allah, seperti firman Allah, “Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, dan nafkahkanlah sebagian harta kamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya... . Hal ini dapat dikaitkan dengan sabda Rasulullah SAW, sebagai berikut, Allah menyayangi orang yang mencari nafkah yang baik dan menafkahkannya secara sederhana (tidak berlebih-lebihan) serta menabung sisanya untuk persiapan pada hari ia membutuhkan dan pada hari fakirnya. Ali bin Abi Thalib juga pernah berkata, “berusahalah untuk duniamu seolah-olah kamu akan hidup selama-lamanya dan berusahalah untuk akhiratmu seolah-olah kamu akan mati esok hari” . Pengaplikasian kaidah ini adalah untuk penentuan dan penghitungan laba serta menghitung harga-harga sisa suplai untuk tujuan penghitungan zakat harta. Dari sini dapat dipahami bahwa perhitungan zakat itu berdasarkan kesinambungan (kontinuitas) sebuah perusahaan dan bukan berdasar penutupan atau likuidasi suatu perusahaan. Tidak ada perbedaan pendapat dikalangan ulama mengenai masalah ini. <br /><br />3. Stabilitas Daya Beli Unit Moneter (The Stability of the Purchasing Power of the Monetary Unit). <br />Postulat ini merupakan term yang digunakan oleh Adnan dan Gaffikin terhadap suatu term yang biasanya disebut “unit pengukuran (unit of measure) atau “unit moneter (moneter unit) seperti digunakan oleh beberapa penulis buku. Postulat ini menunjukkan pentingnya menilai aktifitas-aktifitas ekonomi dan mengesahkannya atau menegaskannya dalam surat-surat berdasarkan kesatuan moneter, dengan memposisikannya sebagai nilai-nilai terhadap barang-barang, serta ukuran untuk penentuan harga dan sekaligus sebagai pusat harga. Mempertimbangkan bahwa uang yang biasa dipahami dalam akuntansi konvensional -uang kertas dan logam-, rentan terhadap ketidakstabilan, maka satuan maneter yang memenuhi syarat postulat ini adalah mata uang emas dan perak. Mata uang emas dan perak tidak mengenal dikotomi nilai nominal dan nilai intrinsik, nilai uang emas dan perak adalah senilai emas dan peraknya. Hal inilah yang menyebabkan uang emas dan perak resisten terhadap efek inflasi. Pada zaman Rasulullah Saw., satu dirham (uang perak) senilai seekor ayam, satu dinar adalah nilai tukar seekor kambing dewasa, harga ini berlaku sampai sekarang. Mempertimbangkan kompleksitas lingkungan bisnis masa sekarang, pengaplikasiannya menjadi satu hal yang tidak dapat diterapkan sepenuhnya. Dalam suatu negara yang tidak menggunakan mata uang emas dan perak, postulat ini jelas tidak dapat dipenuhi. Beberapa pakar akuntansi menjadikan ini sebagai rukhsah (keringanan) sebagai suatu kondisi darurat, untuk dapat menggunakan standar nilai uang sebagai unit pengukuran, selama belum ada solusi yang mampu mengatasinya. Penulis berharap akan ada usaha menuju perbaikan ke arah penerapan standar emas dan perak ini, secara bertahap.<br /><br />4. Periode Akuntansi.<br /> Dalam Islam, ada hubungan erat antara kewajiban membayar zakat dengan dasar periode akuntansi (haul). Hal ini sehubungan dengan sabda Rasulullah Saw., “Tidak wajib zakat pada suatu harta kecuali telah sampai haulnya. Berdasarkan hadis ini, setiap Muslim secara otomatis diperintahkan untuk menghitung kekayaannya setiap tahun untuk menentukan besarnya zakat yang harus ia bayar . Mengenai waktu pembayarannya, bila menggunakan kalender Hijriyah, maka awal tahun penghitungan zakat adalah bulan Muharram. Adapun bila menggunakan kalender Masehi, awal tahun adalah bulan Januari.<br /><br />Prinsip Akuntansi Syariah<br />Prinsip akuntansi syariah merupakan aturan keputusan umum yang diturunkan dari tujuan laporan keuangan dan konsep dasar akuntansi syariah yang mengatur pengembangan tehnik akuntansi syariah. Prinsip-prinsip akuntansi syariah sebagai berikut:<br />1. Prinsip pengungkapan penuh (full disclosure principle) <br />Prinsip ini mengharuskan laporan akutansi untuk mengungkapkan hal-hal yang penting agar laporan tersebut tidak menyesatkan . Hal ini dimaksudkan untuk menunjukkan pemenuhan hak dan kewajiban kepada Allah, masyarakat, dan individu yang berkepentingan dengan perusahaan . Dengan demikian, akuntansi syariah dilandasi oleh nilai kejujuran dan kebenaran, sebagaimana telah diperintahkan Allah SWT,”.... hendaklah seorang penulis diantara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis .<br /><br />2. Prinsip konsistensi ( consistensy principle) <br />Prosedur akuntansi yang digunakan oleh suatu entitas harus sesuai untuk pengukuran posisi dan kegiatannya dan harus dianut secara konsisten dari waktu ke waktu , sesuai denga prinsip yang dijabarkan oleh syariah . Penekanan pada konsisten terhadap prinsip yang sesuai dengan syariah berarti tak ada konsistensi terhadap suatu prinsip yang tidak sesuai syariah, sehingga apabila pelaporan menggunakan prinsip akuntansi yang tidak sesuai syariah dan harus dilakukan penyesuaian atas perubahan prinsip akuntansi, dan hal ini harus dilaporkan dalam laporan keuangan. Prinsip konsistensi menyebabkan penggunaan prinsip yang sesuai dengan prinsip syariah tersebut harus dilaksanakan secara konsisten dalam periode-periode selanjutnya.<br /><br />3. Prinsip dasar akrual (accrual basis principle) <br />Akrual (accrual) diartikan sebagai proses pengakuan non-kas dan keadaanya pada saat terjadinya. Akrual mengakibatkan pengakuan pendapatan berarti peningkatan aset dan beban berarti peningkatan kewajiban sebesar jumlah tertentu yang diterima atau dibayar-biasanya dalam bentuk cash-dimasa depan . Penentuan hasil usaha periodik dan posisi keuangan perusahaan dipengaruhi oleh metode pengakuan dan pengukuran atas sumber-sumber ekonomi dan kewajiban perusahaan, serta seluruh perubahannya pada saat realisasi penerimaan atau pengeluaran uang (cash basis) . Dasar akrual ini berhubungan erat dengan postulat periode akuntansi. Dengan kata lain, pengaplikasian dasar akrual merupakan konsekuensi dari postulat periode akuntansi .<br />Sejalan dengan tujuan akuntansi syariah sebagai sarana penentuan zakat, Syahatah menyatakan, “Adapun untuk penghitungan zakat mal, tidaklah perlu untuk menunggu pencairan (cash) harta itu. Memang, hakikat laba akan lebih jelas dengan adanya jual beli, tetapi yang menjadi patokan penghitungan zakat itu ialah pada penentuan nilai atau harga, bukan dengan nyatanya laba dengan jual beli . <br /><br /><br /><br />Namun prinsip itu menemukan pengecualian dalam syirkah mudarabah yang bersifat sementara, yaitu pendapatan diakui dengan dasar kas (cash basis) . Hal ini disebabkan syirkah mudarabah yang sifatnya sementara, kelangsungan usahanya sebatas kontrak yang disetujui, biasanya relatif pendek.<br /><br />4. Prinsip nilai tukar yang sedang berlaku (exchange value general level price) <br />Penilaian dan pengukuran harta, utang, modal, laba, serta elemen-elemen lain laporan keuangan akuntansi syariah, menggunakan nilai tukar yang sedang berlaku. Imam Malik, mengenai hal ini, berpendapat bahwa dalam syirkah mudarabah, jika pemilik harta ingin melakukan penghitungan harta sebelum semua barang terjual, yang dinilai adalah barang-barang yang masih tersisa berdasarka harga jual waktu itu dan penghitungan dilakukan dengan cara seperti ini. Namun padabarang yang masih mempunyai pasar- belum terjual dan masih bertahan di pasar -, barang-barang ini dinilai berdasarkan nilai jual yang mungkin .<br /><br />5. Prinsip penandingan (matching). <br />Prinsip penandingan menyatakan bahwa beban (expense) harus diakui pada periode yang sama dengan pendapatan (revenue). Hubungan terbaik dapat dicapai ketika hubungan tersebut menggambarkan hubungan sebab-akibat antara biaya dan pendapatan. Jika laba dilaporkan secara bertahap sepanjang keseluruhan proses operasi perusahaan, pengukuran aktiva bersih perusahaan akam meningkat tatkala nilai ditambahkan oleh perusahaan. Dalam kasus ini, tidak ada keperluan untuk konsep penandingan. Akan tetapi, karena transaksi pendapatan dan beban dilaporkan secara terpisah, karena perolehan dan pembayaran barang dan jasa biasanya tidak bersamaan dengan proses penjualan dan penagihan berkaitan dengan produk yang sama dari perusahaan, penandingan harus dianggap diperlukan, atau setidaknya suatu ketentuan yang diinginkan. Tenggang dan kesenjangan dalam perolehan dan penggunaan, dan pembayaran dan jasa diasumsikan menjadi alasan untuk akrual dan penanguhan untuk menandingkan bebabn dengan pendapatan yang berhubungan . Bagaimanapun, prinsip penandingan mampu menunjukkan konsep dasar akrual daripada konsep dasar kas .<br />Beberapa prinsip akuntansi konvesional tidak sesuai dengan akuntansi syariah, di antaranya: prinsip konservatisme, prinsip biaya historis, prinsip objektivitas, dan prinsip materialistas. Berikut ini penjelasan penolakan syariah terhadap masing-masing prinsip:<br />1. Prinsip konservatisme (conservatism principle). Prinsip konservatisme merupakan prinsip pengecualian atau modifikasi, artinya bahwa prinsip tersebut bertindak sebagai batasan untuk penyajian data akuntansi yang relevan dan dapat dipercaya . Prinsip ini menyatakan bahwa ketika memilih diantara dua atau lebih tehknik akuntansi yang dapat diterima, maka preferensinya adalah memilih yang paling kecil dampaknya terhadap ekuitas pemegang saham. Prinsip ini, dalam akuntansi konvesional berkaitan dengan ketidakpastian, umumnya digunakan untuk mengartikan bahwa akuntan harus melaporkan yang terendah dari beberapa nilai yang mungkin untuk aktiva dan pendapatan; dan yang tertinggi dari beberapa nilai yang mungkin untuk kewajiban dan beban. Ini berarti bahwa beban harus diakui segera dan pendapatan harus diakui nanti, bukan segera. Oleh karena itu, aktiva bersih lebih cenderung diakui dibawah nilai harga pertukaran kini daripada di atasnya; dan perhitungan laba mungkin menghasilkanyang terendah dari beberapa jumlah alternatif. Jadi, pesimisme diasumsikan lebih baik daripada optimisme dalam pelaporan keuangan . Hendriksen dan Breda menilai prinsip konservatisme ini sebagai metode yang sangat buruk untuk menghitungkan adanya ketidakpastian dalam penilaian dan laba. Konservatisme mempunyai pengaruh yang berubah-ubah, oleh karena itu data yang dikumpulkan secara konservatif tidak dapat diinterprestasikan dengan tepat bahkan oleh pembaca yang sangat terinformasi. Konservatisme juga bertentangan dengan tujuan mengungkapkan semua informasi yang relevan . Berdasarkan sifat-sifatnya tersebut, secara jelas dan mudah dipahami bahwa prinsip ini tidak sejalan dengan Al Qur’an dan Sunnah. Dengan demikian, bagi akuntansi syariah, bahkan secara logis, prinsip konservatisme tidak dapat diterima .<br />2. Prinsip biaya historis (historical cost principle) menyatakan bahwa aset, kewajiban, beban, keuntungan, kerugian, dinilai sebesar nilai perolehan. Metode pengukuran beban dan kerugian konvesional adalah dalam pengertian biaya historis dalam perusahaan. Prinsip ini tidak mungkin dipakai untuk menentukan besarnya zakat karena penentuan zakat menggunakan nilai sekarang, sebagaimana firman Allah: <br />Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon kurma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buhnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya), dan yang tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila ia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan dikeluarkan zakatnya); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan .<br /><br />Perintah mengeluarkan zakat dengan ungkapan “ ... dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya. Menegaskan bahwa zakat berdasarkan harta yang dihitung dengan nilai sekarang. Prinsip biaya historis juga tidak sejalan dengan konsep dasar stabilitas daya beli unit moneter.<br />3. Prinsip obyektivitas (objectivity principle). Kegunaan informasi keuangan tergantung pada tingkat reliabilitas prosedur pengukuran yang digunakan. Karena menjamin reliabilitas maksimum sangat sulit, akuntansi konvesional telah menggunakan prinsip objektivitas untuk menjustifikasi pemilihan prosedur pengukuran yang digunakan. Prinsip objektivitas, bagaimanapun, telah menjadi objek interprestasi yang berbeda: <br />a. Pengukuran objektivitas merupakan pengukuran yang tidak bersifat personal dalam pengertian bebas dari bias personal pengukurnya. Dengan kata lain, objektivitas merujuk pada realitas eksternal yang independen dari orang yang menerimanya;<br />b. Pengukuran objektivitas merupakan pengukuran variabel dalam pengertian bahwa pengukuran didasarkan pada bukti;<br />c. Pengukuran objektivitas merupakan hasil konsensus diantara kelompok pengamat atau pengukur tertentu. Pandangan ini juga memandang bahwa objektivitas tergantung pada kelompok tertentu.<br /> Dalam akuntansi konvesional, prinsip obyektivitas dilaksanakan untuk memenuhi karakteristik reliabel dan netralitas, di mana karakteristik ini diadakan untuk tujuan sekunder (current objective) informasi akuntansi, yakni membantu dalam pembuatan keputusan ekonomi. Namun demikian, prinsip objektivitas yang mempunyai interprestasi-interprestasi di ats, tdak sejalan dengan tujuan utama (the time pime objective) laporan keuangan akuntansi syariah yaitu zakat. Zakat merupakan aturan yang pasti ketentuannya, besarnya telah ditetapkan dalam syariah.<br />4. Prinsip matrealitas (materiality principle). Seperti halnya prinsip konservatisme, materialitas merupakan prinsip pengecualian atau modifikasi. Prinsip ini menyatakan bahwa transaksi dan peristiwa yang tidak memiliki dampak ekonomi yang signifikan dapat diatasi dengan cara yang paling tepat, apakah transaksi dan peristiwa tersebut sesuai dengan prinsip yang diterima umum atau tidak, dan tidak perlu diungkapkan. Materialitas berlaku sebagai petunjuk implisit bagi akuntan, dalam arti apa yang seharusnya diungkapkan dalam laporan keuangan, memungkinkan akuntan untuk memutuskan apa yang tidak penting atau apa yang tidak, menjadi masalah dalam pencatatan kos (biaya), keakuratan laporan keuangan, dan relevansinya bagi pengguna. Karena mengabaikan sejumlah nilai-baik kecil maupun besar- yang dianggap tidak meterial, prinsip ini bertentangan dengantujuan utama laporan keuangan akuntansi syariah, yakni bahwa zakat harus dihitung berdasakan nilai yang sesungghnya.<br /><br />Ruang Lingkup Kerangka Konseptual Akuntansi Syariah<br />Kerangka konseptual menjadi pedoman utama bagi pengembangan akuntansi. Kerangka konseptual akuntansi adalah sistem koheren yang berhubungan dengan tujua-tujua (objectives) dan konsep-konsep (fundamentals) yang mendasari akuntansi yang diharapkan bisa menurunkan standar-standar yang konsisten dalam mwenggambarkan sifat, fungsi, dan keterbatasan akuntansi . Konsep-konsep yaitu pedoman dalam menyeleksi sebagai transaksi dam kejadian, keharusan memperhitungkan, pengakuan, pengukuran, serta pengikhtisaran dam pengkomunikasiannya pada pihak-pihak yang berkepentingan. Fundamental adalah konsep-konsep yang mendasari akuntansi dan pelaporannya . Untuk lebih memahami posisi unsur-unsur tersebut dalam kerangka konseptual akuntansi, dapat dilihat pada gambar sebagai berikut: <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /> Gambar 4.2: Kerangka Konseptual Akuntansi <br /><br />Gambar 4.2 menunjukkan bahwa pada level pertama, objectives (tujuan) mengindentifikasi maksud dan sasaran akuntansi. Level kedua, fundamental meliputi karakteristik kualitatif informasi akuntansi dan definisi elemen-elemen laporan keuangan. Level ketiga adalah petunjuk operasional yang digunakan akuntan dalam menetapkan dan menerapkan standar akuntansi meliputi kriteria pengakuan, laporan keuangan versusu pelaporan keuangan dan pengukuran. Level keempat, mekanisme penyajian yang digunakan akuntansi untuk menyampaikan akuntansi yang meliputi pelaporan earnings (laba maupun hasil), pelaporan dana dan likuiditas, dan pelaporan posisi keuangan.<br />Berdasarkan gambar di atas, pembahasan laba harus didahului oleh pembahasan konsep: tujuan laporan laba; elemen-elemen laporan laba; karakteristik kualitatif informasi keuangan-dalam hal ini adalah laporan laba-; serta pengakuan dan pengukuran elemen-elemen tersebut. Laporan keuangan (financial statement) dibedakan dengan pelaporan keuangan (financial reporting). Laporan keuangan adalah informasi keuangan yang disusun dan disiapkan oleh manajemen, terdiri dari neraca,laporan laba rugi, laba komprehensif, laporan arus kas, laporan investasi dan distribusinya dari dan kepada para pemilik; yang kesemua bentuk laporan itu diosebut full-set laporan keuangan formal. Pelaporan keuangan adalah pengkomunikasian informasi keuangan yang tidak terbatas pada full-set laporan keuangan formal saja, tetapi termasuk juga informasi keuangan lainnya-misalnya: prediksi dan ekspetasi keuangan yang diharapkan oleh manajemen pada masa yang akan datang-; release berita keuangan terbaru; dan sumber-sumber aktiva, kewajiban, pendapatan, serta timbulnya biaya atau beban perusahaan-dan informasi nonkeuangan-misalnya: informasi mengenai dampak terhadap lingkungan sosial (sosial environment) dari operasi perusahaan.<br />1. Tujuan pelaporan laba <br />Merujuk pada tujuan laporan keuangan akuntansi syariah, maka tujuan pelaporan laba yaitu untuk memenuhi pertanggunganjawaban dan informasi, dan diderivasikan pada penentuan zakat. Dalam fikih Islam, laba wajib dikenai zakat jika telah satu tahun dan memenuhi nisab .<br /><br />2. Karakteristik kualitatif laporan keuangan <br />Kerangka konseptual karakteristik kualitatif informasi akuntansi ini berhubungan dengan ciri spesifik dari kualitas informasi akuntansi yang harus dipenuhi agar memenuhi tujuan kegunaannya sebagai pertanggungjawaban dan informasi. Secara umum, laporan keuangan akuntansi syariah harus bisa menunjujkan ciri ketakwaan dan keimanan. Ciri tersebut diantaranya: dapat dipahami, tepat waktu, keandalan, penyajian yang jujur, daya banding, dan kelengkapan. Berikut ini akan dibahas masing-masing karakter:<br />a. Dapat dipahami (understandability), adalah yang dapat membantu atau memberi kesempatan kepada para pemakai informasi untuk memahami maknanya;<br />b. Tepat waktu (timely), adalah informasi yang siap digunakan oleh pemakainya, sebelum kehilangan makna dan kapasitasnya;<br />c. Keandalan (reliability), adalah kualitasinformasi yang menjamin bahwa informasinya bebas dari kesalahan dan penyimpangan (error dan bias) serta telah dinilai dan disajikan secara layak sesuai dengan tujuannua;<br />d. Penyajian yang jujur (representation faithfulness), adalah kesesuaian antara pengukuran akuntansi dengan fenomenanya, yang menentukan bahwa pokok persoalannya harus terwakili untuk menjamin keabsahan dan kebenaran informasinya;<br />e. Daya banding (comparability), adalah kualitas informasi yang bermanfaat bagi para pemakainya untuk mengindentifikasi informasi yang berbeda atau sejenis di antara dua kesatuan antitas ekonomi;<br />f. Kelengkapan (completeness) adalah, informasi yang disajikan tyermasuk semua informasi yang dibutuhkan untuk memenuhi tujuan laporan keuangan.AGUS ARWANI, SE, M.Ag.http://www.blogger.com/profile/10365088094121590944noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3357978361591417802.post-45165988934151351812009-05-08T07:13:00.001-07:002009-05-08T07:17:49.359-07:00afzal<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjNHVy54-g_QmfmSG_nt8dVCSJh1kU828KQ8kaEynRWQFqIQWf5NSPe8idQGfM9yXXqKEfLIDHe3YOXLbLeaV_bU7BtJCgUJUpK7fceoxZH2MyssDKMROBxZfU16th4dXFNFA7wO2sUowM/s1600-h/mama+ochie.jpg"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 252px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjNHVy54-g_QmfmSG_nt8dVCSJh1kU828KQ8kaEynRWQFqIQWf5NSPe8idQGfM9yXXqKEfLIDHe3YOXLbLeaV_bU7BtJCgUJUpK7fceoxZH2MyssDKMROBxZfU16th4dXFNFA7wO2sUowM/s320/mama+ochie.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5333456973955424450" /></a>AGUS ARWANI, SE, M.Ag.http://www.blogger.com/profile/10365088094121590944noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3357978361591417802.post-27962276507013245742009-05-08T07:13:00.000-07:002009-05-08T07:14:49.488-07:00afzal<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi0TZJSwM2UQlgQ0LocAEu7D_ML6gpC0ji72PK9T7SMI8Yq-6oDg_R4ayddjOOTn5Ptjv4IPyQPPqhx0HXEVwuAQX6Qj7tLti-Sv4OInSfDA1v1-ko9nJ5YuGVR5BrxaCCr8F_Yirto8LU/s1600-h/afzal.jpg"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 250px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi0TZJSwM2UQlgQ0LocAEu7D_ML6gpC0ji72PK9T7SMI8Yq-6oDg_R4ayddjOOTn5Ptjv4IPyQPPqhx0HXEVwuAQX6Qj7tLti-Sv4OInSfDA1v1-ko9nJ5YuGVR5BrxaCCr8F_Yirto8LU/s320/afzal.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5333456353465060258" /></a>AGUS ARWANI, SE, M.Ag.http://www.blogger.com/profile/10365088094121590944noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3357978361591417802.post-71469229901506731202009-05-08T07:09:00.000-07:002009-05-08T07:13:05.028-07:00afzal<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg4qqK-wtPOHsV4x98TwGxUxjvc7svUZdTKBGrizsEk-XhKBVszcXMZFTPhG71hUm3M7ahZV8SRRZ8Ki3zjxrQmEBZs_bS0vcQgRDNb6bSQN9rCOG3iBuhCP3AfbemjrDaLFFYG_xq_2sY/s1600-h/afzal.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 250px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg4qqK-wtPOHsV4x98TwGxUxjvc7svUZdTKBGrizsEk-XhKBVszcXMZFTPhG71hUm3M7ahZV8SRRZ8Ki3zjxrQmEBZs_bS0vcQgRDNb6bSQN9rCOG3iBuhCP3AfbemjrDaLFFYG_xq_2sY/s320/afzal.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5333455890857452754" /></a>AGUS ARWANI, SE, M.Ag.http://www.blogger.com/profile/10365088094121590944noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3357978361591417802.post-91327342161431854022009-03-27T18:46:00.001-07:002009-03-27T18:52:52.201-07:00sosiologi hukumFLEKSIBILITAS SOSILOGI HUKUM<br />Dosen STAIN Pekalongan <br />Kepala Perpustakaan PonPes Modern Al Qur’an Buaran <br />Ketua Komite MA KH. Syafi’i Buarn <br /><br /><br />A. Pendahuluan <br />Hukum telah lama ada dan keberadaannya telah diakui serta digunakan untuk berbagai keperluan. Tetapi hukum yang benar-benar otonom di masyarakat kita tentulah masih menjadi pertanyaan besar karena makna yang ada dibalik hukum yang terbentuk (undang-undang atau peraturan lainnya) seringkali lebih dominan (seperti unsur politik, ekonomi dan kepentingan lain) dibandingkan makna hukum yang berciri keadilan. Otonomi hukum perlu ditumbuhkan agar hukum sebagai suatu sistem tersendiri mempunyai kebebasan untuk mengembangkan dirinya sesuai dengan kebutuhan masyarakat berupa keadilan dan tuntutan ilmu pengetahuan berupa timbulnya teori hukum yang lebih komprehensif.<br />Membicarakan sosiologi hukum tidak bisa dilepaskan dari fakta atau realitas karena sosiologi hukum berparadigma fakta sosial. Sosiologi hukum merupakan cabang khusus dari sosiologi yang berperhatian untuk mempelajari hukum tidak sebagai konsep-konsep normatif melainkan sebagai fakta sosial. Berparadigma fakta sosial berarti tidak mengkaji nilai, norma atau ide apapun tentang hukum. <br />Kehadiran disiplin ilmu sosiologi hukum memberikan suatu pemahaman baru bagi masyarakat mengenai hukum yang selama ini hanya dilihat sebagai suatu sistem perundang-undangan atau yang biasanya disebut sebagai pemahaman hukum secara normatif. <br />Berbeda dengan pemahaman hukum secara normatif, sosiologi hukum adalah mengamati dan mencatat hukum dalam kenyataan kehidupan sehari-hari dan kemudian berusaha untuk menjelaskannya. Sosiologi Hukum sebagai ilmu terapan menjadikan Sosiologi sebagai subyek seperti fungsi sosiologi dalam penerapan hukum, pembangunan hukum, pembaharuan hukum, perubahan masyarakat dan perubahan hukum, dampak dan efektifitas hukum, serta kultur hukum. <br />Untuk memahami bekerjanya hukum, dapat dilihat fungsi hukum tersebut di dalam masyarakat. Fungsi tersebut dapat diamati dari beberapa sudut pandang, yaitu sebagai sosial kontrol, sebagai alat untuk mengubah masyarakat, sebagai simbol, sebagai alat politik, maupun sebagai alat integrasi.<br />Hukum dari waktu ke waktu mengalami perkembangan. Sejak jaman Yunani dan Romawi sampai sekarang hukum mengalami perkembangan yang luar biasa yang mungkin saja orang Yunani dan Romawi dahulu tidak akan dapat memperkirakan hal-hal yang terjadi sekarang dalam bidang hukum. Perkembangan ini tidak bisa dilepaskan dari sifat hukum yang selalu berada di tengah-tengah masyarakat sedangkan masyarakat itu sendiri senantiasa mengalami perkembangan. <br />Pendapat yang hendak dikemukakan pada awal tulisan ini adalah apakah hukum itu berkembang mengikuti perkembangan masyarakat atau sebaliknya masyarakat berkembang karena adanya camput tangan hukum. Jika diikuti jalan pikiran yang pertama maka yang akan dipakai sebagai dasar pijakan adalah ajaran von Savigny mengenai hukum tumbuh, hidup dan berkembang dalam masyarakat dan jika yang dipakai adalah jalan pikiran yang kedua maka pendekatannya lebih mengarah kepada apa yang telah dikemukakan oleh John Austin yang memandang hukum sebagai perintah dari penguasa yang berdaulat. <br />Austin memisahkan hukum dan keadilan, ini adalah kekeliruan besar karena bagaimanapun inti hukum adalah keadilan. Pemisahan ini tidak didasarkan pada pengertian baik atau buruk akan tetapi didasarkan pada kekuasaan dari sesuatu yang lebih kuat (the power of a superior). Dari hal tersebut dapat diketahui bahwa aliran hukum imperatif dari Austin tidak menghendaki hukum yang tumbuh, hidup dan berkembang dalam masyarakatnya sendiri. Hukumnya adalah hukum penguasa yang superior untuk kepentingan penguasa itu sendiri.<br /><br />B. Rumusan Masalah <br />1. Apa yang dikemukakan di atas hanyalah merupakan suatu gambaran adanya dua sisi yang berbeda dalam pandangan mengenai hukum yang berangkat dari dua sisi yang berbeda? <br />2. Apa dua pandangan ini menjadi dasar pijakan untuk melihat lebih jauh hukum yang berkembang di Indonesia dalam menghadapi perkembangan jaman ?<br /><br />B. Landasan Teori <br />Definisi sosiologi (1839) yang berasal dari kata latin socius yang berarti “kawan” dan kata Yunani Logos yang berarti “kata” atau “bicara”. Jadi sosiologi berarti “bicara mengenai masyarakat” bagi Auguste Comte sosiologi merupakan ilmu pengetahuan kemasyarakatan umum yang merupakan hasil terakhir daripada perkembangan ilmu pengetahuan. Comte berkata bahwa sosiologi harus dibentuk berdasarkan pengamatan dan tidak kepada spekulasi-spekulasi perihal keadaan masyarakat. <br />Sosiologi hukum adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang secara empiris dan analitis mempelajari hubungan timbal-balik antara hukum sebagai gejala sosial, dengan gejala-gejala sosial lain. Ini karena sejak dilahirkan di dunia ini manusia telah sadar bahwa dia merupakan bagian dari kesatuan manusia yang lebih besar dan lebih luas lagi dan bahwa kesatuan manusia tadi memiliki kebuyaan. Selain itu, manusia sebetulnya telah mengetahui, bahwa kehidupan mereka dalam masyarakat pada hakikatnya diatur oleh bermacam-macam aturan dan pedoman. <br />Sosiologi hukum juga dapat membantu untuk memberikan kejelasan mengenai kemampuan yang ada pada undang-undang serta pengaruh-pengaruh apa saja yang dapat ditimbulkan oleh bekerjanya undang-undang itu dalam masyarakat.<br /><br />D. Pembahasan <br />1. Perkembangan Ke Arah Ilmu Hukum Sosiologis<br />Memasuki Abad XX mulai muncul pemikiran untuk meberikan penjelasan lebih baik terhadap hekakekat hukum dan tempat hukum dalam masyarakat. Ketidakpuasan terhadap positifisme kian berekembang karena paham tersebut acapkali tidak sesuai dengan keadilan dan kebenaran sehingga muncul gerakan-gerakan untuk “melawan” positifisme. Hal itu tampak dari fenomena yang disebut:<br />1. Donald Black The age of sociology<br />2. Morton White The revolt against formalisme<br />3. Alan Hunt The sociological movement in law.<br />Keadilan kadang sulit terungkap. Jika berhadapan dengan formalisme, dimana hakim dalam suatu kasus kadang sulit untuk membuktikan meskipun yakin kalau si pelaku bersalah.<br />Menurut Gustav Radbruh hukum harus mengandung tiga nilai idealitas:<br />1. Kepastian yuridis<br />2. Keadilan Filosofis<br />3. Kemanfaatan Sosiologis<br />Menurut Prof. Satjipto Rahardjo, ada 3 karakteristik sosiologi hukum sebagai ilmu: <br />1. Bertujuan untuk memberikan penjelasan terhadap praktek-praktek hukum<br />2. Menguji empirical validity dari peraturan/pernyataan dan hukum<br />3. Tidak melakukan penilaian terhadap perilaku hukum sebagai tetsachenwissenschaaft yang melihat law as it is in the book tidak selalu sama dengan law as it is in society, namun hal tersebut tidak perlu dihakimi sebagai sesuatu yang benar atau salah.<br /><br />Pohon Ilmu Hukum<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />2. Nuansa Kolonial Dalam Negara Nasional<br />Hukum yang ada di Indonesia (minus hukum adat) sebagian besar masih didominasi oleh hukum peninggalan kolonial Belanda melalui produk-produknya yang sekarang masih berlaku dengan berbagai modifikasi, dilengkapi dengan undang-undang baru untuk mengatur bidang yang baru muncul kemudian. Tidak dapat disangkal bahwa pada masa kolonial, hukum tidak digunakan dalam fungsinya yang positif, dalam pengertian tidak digunakan untuk tujuan hukum itu sendiri yaitu memberi keadilan tetapi lebih tepat disebut sebagai alat penjajah untuk memperkuat posisinya dan mendapatkan legitimasi dalam menghukum para pejuang kemerdekaan. <br />Hukum menjadi sub sistem dari sistem penjajahan sehingga hukum tidak mempunyai otonomi. Hukum dalam tahap ini menurut pandangan Nonet dan Selznick masih berada dalam tahap hukum represif atau jika dipandang dari teorinya Roscou Pound hukum dipandang sebagai alat penguasa (baik dalam fungsinya sebagai social control maupun as a tool as social engineering) yang bertujuan untuk mengkooptasi rakyat Indonesia agar tidak melakukan tindakan yang merugikan penjajah.<br />Pandangan hukum dari penjajah adalah pandangan hukum Austin yang imperatif. Kehidupan hukum yang demikian oleh Rudolf von Jhering dipandang terlalu sibuk dengan konsep-konsep sehingga ilmu hukum untuk kepentingan sosial sehingga hukum menjadi mandul apabila dipisahkan dari lingkungannya. <br />Austin berpendapat hukum merupakan suatu proses sosial untuk mendamaikan perselisihan-perselisihan dan menjamin adanya ketertiban dalam masyarakat. Tugas ilmu pengetahuan hukum adalah untuk mempelajari dan berusaha untuk menjelaskan sifat hakekat dari hukum, perkembangan hukum serta hubungan hukum dengan masyarakat. Ilmu hukum (science of jurisprudence) mengani hukum positif atau laws strictly so called tidak memperhatikan apa hukum itu baik atau tidak. Semua hukum positif berasal dari satu pembuat undang-undang yang terang, tertentu dan berdaulat (soverign) Ketertiban bagi penjajah merupakan hal yang sangat penting. Hal ini berkaitan dengan kegiatan bisnis mereka agar tidak terganggu dan uang hasil penjualan rempah-rempah dan cengkeh tidak dihamburkan untuk biaya perang sehingga keuntungan yang diperoleh bisa diangkut ke Belanda.<br />Bangsa Indonesia sebagai negara terjajah atau sebagai negara pinggiran tidak memiliki peran yang berarti dalam kehidupan hukum. Peran pinggiran bangsa Indonesia antara lain dapat dilihat dalam diskusi dan debat mengenai perlakuan terhadap hukum adat. Bangsa Indonesia sama sekali tidak diberi kesempatan untuk berbicara mengenai suatu permasalahan besar yang menyangkut dirinya dan hanya menjadi penonton dan obyek kontrol oleh hukum. Sebagai negara pinggiran maka segala keputusan dan siasat ditentukan dari Den Haag.<br />Sesudah Indonesia merdeka, hukum masih juga dipandang sebagai alat penguasa, ini terbukti dengan adanya UU No. 19/1964 yang menentukan bahwa hukum merupakan alat revolusi pancasila menuju masyarakat sosialis Indonesia. Sekali lagi ini menjadi bukti bahwa kekuasaan yudikatif tidak berdaya menghadapi kekuatan eksekutif sehingga mekanisme check and balance tidak berjalan, Perubahan dari negara pinggiran ke negara sebagai pelaku penuh dalam kehidupan hukum tidak dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh bangsa Indonesia malahan mewarisi sikap kolonial yang tidak memajukan hukum sebagai instrumen membangun bangsa.<br />Memasuki orde baru Indonesia mulai melakukan industrialisasi. Pemanfaatan tenaga manusia mulai ditinggalkan dan diganti dengan mesin-mesin modern. Modernisasi dalam indutrialisasi membawa dampak yang tidak sedikit pada masyarakat. Jika modernisasi dipandang sebagai transisi menuju masyarakata modern, waktu dan pentahapan modernisasi seringkali dilalaikan. Bukti historis dan komparatif jelas mengungkap bahwa modernisasi tidak dapat berlangsung dua kali melalui cara yang sama. Variasi waktu dan pentahapan dapat dipengaruhi misalnya oleh inisiatif dan perencanaan pemerintah, oleh persaingan dan peniruan, oleh difusi kebudayaan dan ideologi. <br />Sebenarnya hukum Indonesia perkembangannya sudah menuju pada hukum yang modern, ditandai dengan diterimanya hukum sebagai alat rekayasa sosial, sebagai sarana kebijakan negara. Diterimanya hukum sebagai sarana rekayasa sosial memperkuat pemahaman bahwa hukum adalah buatan manusia, sebagai keputusan politik hukum sangat diwarnai oleh tujuan-tujuan, kepentingan-kepentingan dan selektivitas serta dipengaruhi oleh konteks seperti kondisi-kondisi sosial, ekonomi, politik, budaya, hukum dan hankam serta struktur-struktur yang ada.<br />Dalam bidang ilmu pengetahuan hukum, pemerintah orde baru tidak peduli dengan hal ini. Pemerintah terlalu sibuk dengan memanfaatkan hukum untuk kepentingannya. Justru yang dikembangkan adalah usaha mengganti produk undang-undang peninggalan kolonial tetapi subtansi dari peraturan itu kadang-kadang tidak sesuai dengan apa yang ada di Indonesia. Sebagai parameternya adalah berapa undang-undang atau peraturan kolonial yang telah diganti. <br /><br />3. Hukum yang Fleksibel dan Tuntutan Perubahan<br />Dalam kehidupan hukum, saat ini adalah masa transisi yang kedua setelah transisi yang pertama seperti tersebut di atas tidak membawa pengaruh yang besar terhadap kehidupan hukum yang masih diwarnai nuansa kolonial. Pada masa transisi yang kedua ini merupakan masa untuk membangun hukum secara baik, tetapi yang harus diperhatikan oleh pembuat undang-undang adalah perlu ditumbuhkan pengertian bahwa hukum bukanlah sesuai yang eksak, pasti dan steril. <br />Sistem hukum sendiri mendapat sebutan yang tidak menyenangkan, yaitu sebagai dualisme dalam hukum. Istilah dualisme hukum ini memberikan gambaran tentang kontradiksi-kontradiksi antara hukum dalam teori dengan hukum dalam praktek, antara validitas dan efektivitas dari hukum, antara norma dan fakta sebagai kenyataan. Kontradiksi-kontradiksi ini sering membingungkan bagi orang-orang yang berniat untuk mempelajari ilmu hukum secara mendalam. Mungkin ahli hukum akan menyangkal kenyataan ini dan bahkan akan menuduh bahwa ini hanyalah merupakan alasan yang dibuat-buat saja.<br />Castberg F. memberikan reaksi terhadap pandangan yang dualistik dari karakter hukum ini, yaitu suatu fakta bahwa orang mengenal karakter normatif dari hukum sebagai suatu sistem normatif yang mengikat, tidak pernah berusaha membuat solusi yang dapat memecahkan problem yang menyangkut hubungan antara hukum dengan realitas. Dasar-dasar dari hukum adalah keputusan-keputusan faktual yang didasarkan pada fakta-fakta, bentuk-bentuk tindakan atau perilaku individu dan kesadaran akan kewajiban yang semuanya terletak di dalam kenyataan yang bersifat psycho-psycsical. Problem kemudian terjadi karena hukum - seperti digambarkan Kelsen - muncul ke permukaan baik sebagai sollen dan sein. Suatu kenyataan bahwa kedua kategori itu secara logis berbeda dan terpisah satu sama lain. <br />Persepsi normatif dogmatis pada hakekatnya menganggap apa yang tercantum dalam peraturan hukum sebagai deskripsi dari keadaan yang sesuangguhnya. Tetapi seperti dikatakan oleh Chamblis dan Seidman, kita sebaiknya mengamati tentang kenyataan bagaimana sesungguhnya pesan-pesan, janji-janji serta kemauan hukum itu dijalankan. Janganlah peraturan hukum itu diterima sebagai deskripsi dari kenyataan. Apabila yang demikian terjadi maka sesungguhnya kita telah membuat mitos tentang hukum padahal mitos yang demikian itu setiap hari dibuktikan kebohongannya. <br />Agar tidak termakan oleh mitos-mitos itu maka kita harus mempelajari fakta atau relaitas yang ada di masyarakat. Fakta sosial yang ada di masyarakat tak dapat dipelajari dan dipahami hanya melalui kegiatan mental murni atau melalui proses mental yang disebut dengan pemikiran spekulatif. Untuk memahaminya diperlukan suatu kegiatan penelitian empiris, sama halnya dengan ilmu pengetahuan alam (natural sciences) dalam mempelajari obyek studi. Fakta sosial inilah yang menjadi pokok persoalan penyelidikan sosiologi. Fakta sosial dinyatakan sebagai barang sesuatu (thing) yang berbeda dengan ide. Barang sesuatu menjadi obyek penyelidikan dari seluruh ilmu pengetahuan. Norma hukum merupakan fakta sosial seperti halnya arsitektur karena norma hukum adalah barang sesuatu yang berbentuk material. Sedangkan fakta sosial yang lain seperti opini hanya dapat dinyatakan sebagai barang sesuatu, tidak dapat diraba dan adanya hanya dalam kesadaran manusia.<br />Kembali kepada permasalahan hukum di Indonesia dan ke arah mana hukum hendak di bangun, maka untuk itu harus diperhatikan beberapa hal yang agar perubahan dalam hukum betul-betul menyentuh masyarakat sebagai suatu kesatuan, bukan segelintir elit yang memegang kekuasaan. Untuk itu pertanyaan yang harus diajukan adalah darimanakah datangnya perubahan sosial yang sekarang terjadi dan apa sebab-sebab terjadinya perubahan itu. <br />Perubahan sosial yang terjadi di Indonesia saat ini dapat dipandang dari berbagai segi, misalnya dari segi ekonomi maka titik tolaknya adalah krisis moneter (yang bermula pada tahun 1997) dan jika dilihat dari segi politik maka titik tolaknya adalah kehidupan yang tidak demokratis dan melahirkan pemerintahan yang totaliter. Berbagai perkembangan itu berpengaruh terhadap kehidupan hukum. Jika pada masa kolonial dan orde lama hukum digunakan sebagai alat (sebagai alat kepentingan politik), demikian juga pada orde baru (sebagai alat kepentingan ekonomi). Dari ketiga masa yang telah dijalani oleh pemerintah Indonesia itu hukum menjadi sub sistem dari sistem yang lebih besar dan dari sini nampak bahwa hukum sesungguhnya tidak mempunyai fleksibilitas atau keluwesan untuk mengembangkan dirinya dan tuntutan masyarakat.<br />Dalam masa reformasi, hukum seakan-akan mengalami chaos, artinya keberadaan hukum dipertanyakan dan disangsikan keefektifannya oleh masyarakat sehingga merebak apa yang dinamakan eigenrichting. Pandangan masyarakat yang demikian dapat dimaklumi dengan anggapan bahwa hukum itu buatan manusia, kenapa tidak boleh dilanggar dan dibuat hukum yang lebih baru dan bermanfaat. Fungsi dan tugas hukum dalam masa ini mengalami reorientasi dan reformasi untuk menyesuaikan perkembangan masyarakat. <br />Saat ini sebenarnya saat yang tepat bagi hukum untuk menunjukkan otoritasnya sebagai satu kekuatan yang pantas diperhitungkan dalam perkembangan bangsa. Tetapi apa yang terjadi sepertinya tidak sesuai dengan harapan karena produk-produk yang muncul saat ini adalah produk yang mencerminkan kepentingan ekonomi (melalui IMF) dan kepentingan politik (tarik ulur partai politik). <br />Kita sebenarnya mengharapkan agar hukum Indonesia yang dibangun berdasarkan pada kepentingan atau kemauan rakyat bukan penguasa. Hukum lama sudah terbukti tidak mampu mengatasi permasalahan yang ada yang berdampak pada kesengsaraan rakyat. Hukum harus berubah dengan lebih banyak memperhatikan rakyat kecil yang selama ini menjadi korban pembangunan yang tidak pada tempatnya. Apa yang diharapkan tentu saja dapat terwujud apabila hukum benar-benar memiliki fleksibilitas dalam mengembangkan dirinya tanpa campur tangan kekuasaan. <br /><br />4. Pendekatan Sosiologi Hukum <br />a. Pendekatan Hukum Positivistik, Normatif, Legalislitik, Formalistik.<br />Pendekatan ini lebih melihat hukum sebagai bangunan morma yang harus dipahami dengan meanganilis teks atau bunyi undang-undang atau peraturan yang tertulis. Dalam rangka mempelajari teks-teks normatif tersebut maka yang menjadi sangat penting untuk menggunakan logika hukum (legal reasoning) yang dibangan atas dasar asas-asas, dogma-dogma, doktrin-doktrin, dan prinsip-prinsip hukum terutama yang berlaku secara universal dalam hukum (modern).<br />Dalam kenyataannya pendekaan ini memiliki kelemahan atau kekurangan karena tidak dapat menjelaskan kenyataan-kenyataan hukum secara memuaskan, terutama ketika praktek hukum tidak sesuai dengan aturan-aturan hukum yang tertulis. Seperti ketika prinsip hukum undang-undang menyatakan bahwa hukum tidak boleh berlaku diskriminiatif atau equality before the law, hukum tidak boleh saling bertentangan, siapa yang bersalah harus dihukum, hukum harus ditegakkan sekalipun langit akan runtuh dan sebagainya, namun kenyataannya terdapat kesenjangan (gap atau diskrepansi) dengan kenyataan hukum yang terjadi. <br /><br />b. Pendekatan Hukum Empiris, Sosiologis, Realisme, Konteks Sosial<br />Pendekatan ini lebih melihat hukum sebagai bangunan sosial (social institution) yang tidak terlepas dari bangunan sosial lainnya. Hukum tidak dipahami sebagai teks dalam undang-undang atau peraturan tertulis tetapi sebagai kenyataan social yang menafest dalam kehidupan. Hukum tidak dipahami secara tekstual normative tetapi secara konteksual. Sejalan dengan itu maka pendekatan hukum tidak hanya dilandasi oleh sekedar logika hukum tetapi juga dengan logika social dalam rangka seaching for the meaning.<br />Pendekatan ini diharapkan dapat menjelaskan berbagai fenomena hukum yang ada melalui alat bantu logika ilmu-ilmu sosial. Berbagai praktek-praktek hukum yang tidak sesuai dengan aturan normative, disparitas hukum, terjadinya deviant behavior, anomaly hukum, ketidakpatuhan (disobedience), pembangkangan hukum, violent, kriminalisme dan sebagainya akan lebih mudah dijelaskan melalui pendekatan ini.<br />Perbandingan dua model pendekatan hukum<br />Aspek Hukum Positivis analitis (Jurisprudential) Model Sosiologis<br />Fokus Peraturan Struktur Sosial<br />Proses Logika Perilaku (behavior)<br />Lingkup Universal Variabel<br />Perspektif Pelaku (Participant) Pengamat (Observer)<br />Tujuan Praktis Ilmiah<br />Sasaran Keputusan (Decission) Penejelasan (Expalanation)<br />Sumber : Donald Black. Sociological Justice, 1989 : 21.<br /><br />c. Menuju Pendekatan Hukum yang Holistik dan Visoner.<br />Sebagai upaya menuju pemahaman hukum secara holistic dan visoner kiranya diperlukanm adanya pergeseran paradigma (paradigm shift) dimana kedua pendekatan tersebut dapat digunakan secara sinergis dan komplementer. Artinya, pendekatan terhadap hukum tidak hanya mengambil salah satu, tetapi harus mengambil keduannya secara utuh sehingga akan dapat dilakukan analisis secara holistic dan komprehensif. <br />Pendekatan hukum yang positistik saja akan menyebabkan hukum akan teralienasi dari basis sosial dimana dimana hukum itu berada. Pendekatan ini semata mungkin akan dapat memperoleh nilai kepastian hukum sebagai salah satu tujuan hukum.<br />Sebaliknya pendekatan hukum empiris, sosiologis, realisme, atau konteks sosial saja akan menyebabkan seolah-oleh hukum tertulis menjadi tidak diperlukan tetapi hanya melihat realitas hukum yang terjadi. Jika pendekatan ini dipakai sebagai satu-satunya alat dalam memahami hukum maka sangat dapat mengakibatkan terjadinya ketidakpastian hokum bahkan dikhawatirkan tidak lagi diperlukan lagi adanya hukum atau undang-undang sehingga lebih lanjut dapat terjadi anarkisme hukum.<br /><br />F. Kesimpulan <br />Sosiologi hukum adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang secara empiris dan analitis mempelajari hubungan timbal-balik antara hukum sebagai gejala sosial, dengan gejala-gejala sosial lain.<br />Tujuan sosiologi hukum di dalam kenyataan seperti berikut:berguna untuk terhadap kemampuan memahami hukum di dalam konteks sosial, memberikan kemampuan untuk mengadakan analisis terhadap efektivitas hukum dalam masyarakat, baik sebagai sarana pengendalian sosial, mengubah masyarakat, mengatur interaksi sosial agar mencapai keadaan social yang tertentu dan memberikan kemungkinan-kemungkinan dan kemampuan untuk mengadakan evaluasi terhadap efektivitas hukum di dalam masyarakat.<br />Hukum di Indonesia terbukti telah menjadi alat kekuasaan, hukum bukanlah sesuatu yang otonom karena menjadi sub sistem dari sistem lain yang lebih besar. Keadaan ini harus diperbaiki pada saat ini karena saat ini adalah momentum yang tepat untuk itu dimana hukum harus menunjukkan otoritasnya dan secara fleksibel mengikuti perkembangan dan tuntutan rakyat. Pengertian yang fleksibel dari hukum di sini jangan diartikan bahwa hukum itu plin-plan dalam menghadapi perkembangan jaman, tetapi pengertian yang benar dalam konteks ini adalah bagaimana hukum dapat menempatkan diri dalam posisinya sebagai institusi yang keberadaannya dibutuhkan oleh rakyat dalam sebuah negara yang demokratif. Jadi lebih tepatnya fleksibelitas hukum ini dapat dikaitkan dengan adaptasi hukum terhadap tuntutan rakyat.<br />Setiap peraturan hukum memberitahu tentang bagaiman seorang pemegang peranan (role occupant) itu diharapkan bertindak. Bagaimana seorang itu akan bertindak sebagai respons terhadap peraturan hukum merupakan fungsi-peraturan-peraturan yang ditujukan kepadanya, sanksi-sanksinya, aktivitas dari lembaga-lembaga pelaksana serta keseluruhan kompleks sosial, politik dan lain-lainnya mengenai dirinya.<br />Bagaimana lembaga-lembaga pelaksana itu akan bertindak sebagai respons terhadap peraturan hukum merupakan fungsi peraturan-peraturan hukum yang ditujukan kepada mereka, sanksi-sanksinya, keseluruhan kompleks kekuatan sosial, politik dan lain-lainnya yang mengenai diri mereka serta umpan balik yang datang dari pemegang peranan.<br />Bagaimana para pembuat undang-undang itu akan bertindak merupakan fungsi peraturan-peraturan yang mengatur tingkah laku mereka, sanksi-sanksinya, keseluruhan kompleks kekuatan sosial, politik, ideologis dan lain-lainnya yang mengenai diri mereka serta umpan balik yang datang dari pemegang peran serta birokrasi.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br /><br />Soerjono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, Jakarta , PT RajaGrafindo Persada, Cet 15, 2005.<br />Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta , PT RajaGrafindo Persada, Cet 38, 2005.<br />Zainuddin Ali, Sosiologi Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2007<br />Soetandyo Wignyosiebroto, Sosiologi Hukum: Perannya Dalam Pengembangan Ilmu Hukum dan Studi Tentang Hukum, Makalah pada seminar tentang Pendayagunaan Sosiologi Hukum Dalam Masa Pembangunan dan Restrukturisasi Global dan Pembentukan ASHI di Semarang, 12-13 Nov. 1996.<br />W. Froedmann, Teori dan Filsafat Hukum (Susunan I), RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1993. <br />Satjipto Rahardjo, Hukum Dan Masyarakat, Bandung , Penerbit Angkasa, tt<br />Satjipto Rahardjo, Pendayagunaan Sosiologi Hukum untuk Memahami Proses-proses Sosial Dalam Konteks Pembangunan dan Globalisasi, Makalah pada seminar tentang Pendayagunaan Sosiologi Hukum Dalam Masa Pembangunan dan Restrukturisasi Global dan Pembentukan ASHI di Semarang, 12-13 Nov. 1996.<br />Rudolf von Jhering dalam Soerjono Soekanto, Kegunaan Sosiologi Hukum Bagi Kalangan Hukum Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991, hal. 20. <br />Reinhard Bendix, The Comparative Analysis of Historis Change, dalam Soscial Theory and Economic Change, disunting oleh T. Burns & S.B. Saul, Tavistock Publication, London, 1967<br />George Ritzer, Sosiologi, Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda, Penyunting Alimandan, Rajawali Press, Jakarta, 1995.<br />Castberg F., Problem of Legal Philosophy, Oslo University Press, London, 2nd Edition, 1957<br />Soetiksno, Filsafat Hukum, Bagian I, Pradnya Pramamita, Jakarta, 1988. <br />Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991.<br />I.S. Suanto, Lembaga Peradilan dan Demokrasi, Makalah pada seminar tentang Pendayagunaan Sosiologi Hukum Dalam Masa Pembangunan dan Restrukturisasi Global dan Pembentukan ASHI di Semarang, 12-13 Nov. 1996<br />Satjipto Rahardjo, Masalah Penegakan Hukum, Suatu Tinjauan Sosiologis, BPHN Depkeh dan Sinar Baru, Bandung, tanpa tahun.<br />Adam Podgorecki & Christoper J. Whelan, Pendekatan Sosiologi Terhadap Hukum, Bina Aksara, Jakarta, 1978.AGUS ARWANI, SE, M.Ag.http://www.blogger.com/profile/10365088094121590944noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3357978361591417802.post-25792100067813329422009-03-27T18:46:00.000-07:002009-03-27T18:49:26.930-07:00sosiologi hukumFLEKSIBILITAS SOSILOGI HUKUM<br />Dosen STAIN Pekalongan <br />Kepala Perpustakaan PonPes Modern Al Qur’an Buaran <br />Ketua Komite MA KH. Syafi’i Buarn <br /><br /><br />A. Pendahuluan <br />Hukum telah lama ada dan keberadaannya telah diakui serta digunakan untuk berbagai keperluan. Tetapi hukum yang benar-benar otonom di masyarakat kita tentulah masih menjadi pertanyaan besar karena makna yang ada dibalik hukum yang terbentuk (undang-undang atau peraturan lainnya) seringkali lebih dominan (seperti unsur politik, ekonomi dan kepentingan lain) dibandingkan makna hukum yang berciri keadilan. Otonomi hukum perlu ditumbuhkan agar hukum sebagai suatu sistem tersendiri mempunyai kebebasan untuk mengembangkan dirinya sesuai dengan kebutuhan masyarakat berupa keadilan dan tuntutan ilmu pengetahuan berupa timbulnya teori hukum yang lebih komprehensif.<br />Membicarakan sosiologi hukum tidak bisa dilepaskan dari fakta atau realitas karena sosiologi hukum berparadigma fakta sosial. Sosiologi hukum merupakan cabang khusus dari sosiologi yang berperhatian untuk mempelajari hukum tidak sebagai konsep-konsep normatif melainkan sebagai fakta sosial. Berparadigma fakta sosial berarti tidak mengkaji nilai, norma atau ide apapun tentang hukum. <br />Kehadiran disiplin ilmu sosiologi hukum memberikan suatu pemahaman baru bagi masyarakat mengenai hukum yang selama ini hanya dilihat sebagai suatu sistem perundang-undangan atau yang biasanya disebut sebagai pemahaman hukum secara normatif. <br />Berbeda dengan pemahaman hukum secara normatif, sosiologi hukum adalah mengamati dan mencatat hukum dalam kenyataan kehidupan sehari-hari dan kemudian berusaha untuk menjelaskannya. Sosiologi Hukum sebagai ilmu terapan menjadikan Sosiologi sebagai subyek seperti fungsi sosiologi dalam penerapan hukum, pembangunan hukum, pembaharuan hukum, perubahan masyarakat dan perubahan hukum, dampak dan efektifitas hukum, serta kultur hukum. <br />Untuk memahami bekerjanya hukum, dapat dilihat fungsi hukum tersebut di dalam masyarakat. Fungsi tersebut dapat diamati dari beberapa sudut pandang, yaitu sebagai sosial kontrol, sebagai alat untuk mengubah masyarakat, sebagai simbol, sebagai alat politik, maupun sebagai alat integrasi.<br />Hukum dari waktu ke waktu mengalami perkembangan. Sejak jaman Yunani dan Romawi sampai sekarang hukum mengalami perkembangan yang luar biasa yang mungkin saja orang Yunani dan Romawi dahulu tidak akan dapat memperkirakan hal-hal yang terjadi sekarang dalam bidang hukum. Perkembangan ini tidak bisa dilepaskan dari sifat hukum yang selalu berada di tengah-tengah masyarakat sedangkan masyarakat itu sendiri senantiasa mengalami perkembangan. <br />Pendapat yang hendak dikemukakan pada awal tulisan ini adalah apakah hukum itu berkembang mengikuti perkembangan masyarakat atau sebaliknya masyarakat berkembang karena adanya camput tangan hukum. Jika diikuti jalan pikiran yang pertama maka yang akan dipakai sebagai dasar pijakan adalah ajaran von Savigny mengenai hukum tumbuh, hidup dan berkembang dalam masyarakat dan jika yang dipakai adalah jalan pikiran yang kedua maka pendekatannya lebih mengarah kepada apa yang telah dikemukakan oleh John Austin yang memandang hukum sebagai perintah dari penguasa yang berdaulat. <br />Austin memisahkan hukum dan keadilan, ini adalah kekeliruan besar karena bagaimanapun inti hukum adalah keadilan. Pemisahan ini tidak didasarkan pada pengertian baik atau buruk akan tetapi didasarkan pada kekuasaan dari sesuatu yang lebih kuat (the power of a superior). Dari hal tersebut dapat diketahui bahwa aliran hukum imperatif dari Austin tidak menghendaki hukum yang tumbuh, hidup dan berkembang dalam masyarakatnya sendiri. Hukumnya adalah hukum penguasa yang superior untuk kepentingan penguasa itu sendiri.<br /><br />B. Rumusan Masalah <br />1. Apa yang dikemukakan di atas hanyalah merupakan suatu gambaran adanya dua sisi yang berbeda dalam pandangan mengenai hukum yang berangkat dari dua sisi yang berbeda? <br />2. Apa dua pandangan ini menjadi dasar pijakan untuk melihat lebih jauh hukum yang berkembang di Indonesia dalam menghadapi perkembangan jaman ?<br /><br />B. Landasan Teori <br />Definisi sosiologi (1839) yang berasal dari kata latin socius yang berarti “kawan” dan kata Yunani Logos yang berarti “kata” atau “bicara”. Jadi sosiologi berarti “bicara mengenai masyarakat” bagi Auguste Comte sosiologi merupakan ilmu pengetahuan kemasyarakatan umum yang merupakan hasil terakhir daripada perkembangan ilmu pengetahuan. Comte berkata bahwa sosiologi harus dibentuk berdasarkan pengamatan dan tidak kepada spekulasi-spekulasi perihal keadaan masyarakat. <br />Sosiologi hukum adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang secara empiris dan analitis mempelajari hubungan timbal-balik antara hukum sebagai gejala sosial, dengan gejala-gejala sosial lain. Ini karena sejak dilahirkan di dunia ini manusia telah sadar bahwa dia merupakan bagian dari kesatuan manusia yang lebih besar dan lebih luas lagi dan bahwa kesatuan manusia tadi memiliki kebuyaan. Selain itu, manusia sebetulnya telah mengetahui, bahwa kehidupan mereka dalam masyarakat pada hakikatnya diatur oleh bermacam-macam aturan dan pedoman. <br />Sosiologi hukum juga dapat membantu untuk memberikan kejelasan mengenai kemampuan yang ada pada undang-undang serta pengaruh-pengaruh apa saja yang dapat ditimbulkan oleh bekerjanya undang-undang itu dalam masyarakat.<br /><br />D. Pembahasan <br />1. Perkembangan Ke Arah Ilmu Hukum Sosiologis<br />Memasuki Abad XX mulai muncul pemikiran untuk meberikan penjelasan lebih baik terhadap hekakekat hukum dan tempat hukum dalam masyarakat. Ketidakpuasan terhadap positifisme kian berekembang karena paham tersebut acapkali tidak sesuai dengan keadilan dan kebenaran sehingga muncul gerakan-gerakan untuk “melawan” positifisme. Hal itu tampak dari fenomena yang disebut:<br />1. Donald Black The age of sociology<br />2. Morton White The revolt against formalisme<br />3. Alan Hunt The sociological movement in law.<br />Keadilan kadang sulit terungkap. Jika berhadapan dengan formalisme, dimana hakim dalam suatu kasus kadang sulit untuk membuktikan meskipun yakin kalau si pelaku bersalah.<br />Menurut Gustav Radbruh hukum harus mengandung tiga nilai idealitas:<br />1. Kepastian yuridis<br />2. Keadilan Filosofis<br />3. Kemanfaatan Sosiologis<br />Menurut Prof. Satjipto Rahardjo, ada 3 karakteristik sosiologi hukum sebagai ilmu: <br />1. Bertujuan untuk memberikan penjelasan terhadap praktek-praktek hukum<br />2. Menguji empirical validity dari peraturan/pernyataan dan hukum<br />3. Tidak melakukan penilaian terhadap perilaku hukum sebagai tetsachenwissenschaaft yang melihat law as it is in the book tidak selalu sama dengan law as it is in society, namun hal tersebut tidak perlu dihakimi sebagai sesuatu yang benar atau salah.<br /><br />Pohon Ilmu Hukum<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />2. Nuansa Kolonial Dalam Negara Nasional<br />Hukum yang ada di Indonesia (minus hukum adat) sebagian besar masih didominasi oleh hukum peninggalan kolonial Belanda melalui produk-produknya yang sekarang masih berlaku dengan berbagai modifikasi, dilengkapi dengan undang-undang baru untuk mengatur bidang yang baru muncul kemudian. Tidak dapat disangkal bahwa pada masa kolonial, hukum tidak digunakan dalam fungsinya yang positif, dalam pengertian tidak digunakan untuk tujuan hukum itu sendiri yaitu memberi keadilan tetapi lebih tepat disebut sebagai alat penjajah untuk memperkuat posisinya dan mendapatkan legitimasi dalam menghukum para pejuang kemerdekaan. <br />Hukum menjadi sub sistem dari sistem penjajahan sehingga hukum tidak mempunyai otonomi. Hukum dalam tahap ini menurut pandangan Nonet dan Selznick masih berada dalam tahap hukum represif atau jika dipandang dari teorinya Roscou Pound hukum dipandang sebagai alat penguasa (baik dalam fungsinya sebagai social control maupun as a tool as social engineering) yang bertujuan untuk mengkooptasi rakyat Indonesia agar tidak melakukan tindakan yang merugikan penjajah.<br />Pandangan hukum dari penjajah adalah pandangan hukum Austin yang imperatif. Kehidupan hukum yang demikian oleh Rudolf von Jhering dipandang terlalu sibuk dengan konsep-konsep sehingga ilmu hukum untuk kepentingan sosial sehingga hukum menjadi mandul apabila dipisahkan dari lingkungannya. <br />Austin berpendapat hukum merupakan suatu proses sosial untuk mendamaikan perselisihan-perselisihan dan menjamin adanya ketertiban dalam masyarakat. Tugas ilmu pengetahuan hukum adalah untuk mempelajari dan berusaha untuk menjelaskan sifat hakekat dari hukum, perkembangan hukum serta hubungan hukum dengan masyarakat. Ilmu hukum (science of jurisprudence) mengani hukum positif atau laws strictly so called tidak memperhatikan apa hukum itu baik atau tidak. Semua hukum positif berasal dari satu pembuat undang-undang yang terang, tertentu dan berdaulat (soverign) Ketertiban bagi penjajah merupakan hal yang sangat penting. Hal ini berkaitan dengan kegiatan bisnis mereka agar tidak terganggu dan uang hasil penjualan rempah-rempah dan cengkeh tidak dihamburkan untuk biaya perang sehingga keuntungan yang diperoleh bisa diangkut ke Belanda.<br />Bangsa Indonesia sebagai negara terjajah atau sebagai negara pinggiran tidak memiliki peran yang berarti dalam kehidupan hukum. Peran pinggiran bangsa Indonesia antara lain dapat dilihat dalam diskusi dan debat mengenai perlakuan terhadap hukum adat. Bangsa Indonesia sama sekali tidak diberi kesempatan untuk berbicara mengenai suatu permasalahan besar yang menyangkut dirinya dan hanya menjadi penonton dan obyek kontrol oleh hukum. Sebagai negara pinggiran maka segala keputusan dan siasat ditentukan dari Den Haag.<br />Sesudah Indonesia merdeka, hukum masih juga dipandang sebagai alat penguasa, ini terbukti dengan adanya UU No. 19/1964 yang menentukan bahwa hukum merupakan alat revolusi pancasila menuju masyarakat sosialis Indonesia. Sekali lagi ini menjadi bukti bahwa kekuasaan yudikatif tidak berdaya menghadapi kekuatan eksekutif sehingga mekanisme check and balance tidak berjalan, Perubahan dari negara pinggiran ke negara sebagai pelaku penuh dalam kehidupan hukum tidak dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh bangsa Indonesia malahan mewarisi sikap kolonial yang tidak memajukan hukum sebagai instrumen membangun bangsa.<br />Memasuki orde baru Indonesia mulai melakukan industrialisasi. Pemanfaatan tenaga manusia mulai ditinggalkan dan diganti dengan mesin-mesin modern. Modernisasi dalam indutrialisasi membawa dampak yang tidak sedikit pada masyarakat. Jika modernisasi dipandang sebagai transisi menuju masyarakata modern, waktu dan pentahapan modernisasi seringkali dilalaikan. Bukti historis dan komparatif jelas mengungkap bahwa modernisasi tidak dapat berlangsung dua kali melalui cara yang sama. Variasi waktu dan pentahapan dapat dipengaruhi misalnya oleh inisiatif dan perencanaan pemerintah, oleh persaingan dan peniruan, oleh difusi kebudayaan dan ideologi. <br />Sebenarnya hukum Indonesia perkembangannya sudah menuju pada hukum yang modern, ditandai dengan diterimanya hukum sebagai alat rekayasa sosial, sebagai sarana kebijakan negara. Diterimanya hukum sebagai sarana rekayasa sosial memperkuat pemahaman bahwa hukum adalah buatan manusia, sebagai keputusan politik hukum sangat diwarnai oleh tujuan-tujuan, kepentingan-kepentingan dan selektivitas serta dipengaruhi oleh konteks seperti kondisi-kondisi sosial, ekonomi, politik, budaya, hukum dan hankam serta struktur-struktur yang ada.<br />Dalam bidang ilmu pengetahuan hukum, pemerintah orde baru tidak peduli dengan hal ini. Pemerintah terlalu sibuk dengan memanfaatkan hukum untuk kepentingannya. Justru yang dikembangkan adalah usaha mengganti produk undang-undang peninggalan kolonial tetapi subtansi dari peraturan itu kadang-kadang tidak sesuai dengan apa yang ada di Indonesia. Sebagai parameternya adalah berapa undang-undang atau peraturan kolonial yang telah diganti. <br /><br />3. Hukum yang Fleksibel dan Tuntutan Perubahan<br />Dalam kehidupan hukum, saat ini adalah masa transisi yang kedua setelah transisi yang pertama seperti tersebut di atas tidak membawa pengaruh yang besar terhadap kehidupan hukum yang masih diwarnai nuansa kolonial. Pada masa transisi yang kedua ini merupakan masa untuk membangun hukum secara baik, tetapi yang harus diperhatikan oleh pembuat undang-undang adalah perlu ditumbuhkan pengertian bahwa hukum bukanlah sesuai yang eksak, pasti dan steril. <br />Sistem hukum sendiri mendapat sebutan yang tidak menyenangkan, yaitu sebagai dualisme dalam hukum. Istilah dualisme hukum ini memberikan gambaran tentang kontradiksi-kontradiksi antara hukum dalam teori dengan hukum dalam praktek, antara validitas dan efektivitas dari hukum, antara norma dan fakta sebagai kenyataan. Kontradiksi-kontradiksi ini sering membingungkan bagi orang-orang yang berniat untuk mempelajari ilmu hukum secara mendalam. Mungkin ahli hukum akan menyangkal kenyataan ini dan bahkan akan menuduh bahwa ini hanyalah merupakan alasan yang dibuat-buat saja.<br />Castberg F. memberikan reaksi terhadap pandangan yang dualistik dari karakter hukum ini, yaitu suatu fakta bahwa orang mengenal karakter normatif dari hukum sebagai suatu sistem normatif yang mengikat, tidak pernah berusaha membuat solusi yang dapat memecahkan problem yang menyangkut hubungan antara hukum dengan realitas. Dasar-dasar dari hukum adalah keputusan-keputusan faktual yang didasarkan pada fakta-fakta, bentuk-bentuk tindakan atau perilaku individu dan kesadaran akan kewajiban yang semuanya terletak di dalam kenyataan yang bersifat psycho-psycsical. Problem kemudian terjadi karena hukum - seperti digambarkan Kelsen - muncul ke permukaan baik sebagai sollen dan sein. Suatu kenyataan bahwa kedua kategori itu secara logis berbeda dan terpisah satu sama lain. <br />Persepsi normatif dogmatis pada hakekatnya menganggap apa yang tercantum dalam peraturan hukum sebagai deskripsi dari keadaan yang sesuangguhnya. Tetapi seperti dikatakan oleh Chamblis dan Seidman, kita sebaiknya mengamati tentang kenyataan bagaimana sesungguhnya pesan-pesan, janji-janji serta kemauan hukum itu dijalankan. Janganlah peraturan hukum itu diterima sebagai deskripsi dari kenyataan. Apabila yang demikian terjadi maka sesungguhnya kita telah membuat mitos tentang hukum padahal mitos yang demikian itu setiap hari dibuktikan kebohongannya. <br />Agar tidak termakan oleh mitos-mitos itu maka kita harus mempelajari fakta atau relaitas yang ada di masyarakat. Fakta sosial yang ada di masyarakat tak dapat dipelajari dan dipahami hanya melalui kegiatan mental murni atau melalui proses mental yang disebut dengan pemikiran spekulatif. Untuk memahaminya diperlukan suatu kegiatan penelitian empiris, sama halnya dengan ilmu pengetahuan alam (natural sciences) dalam mempelajari obyek studi. Fakta sosial inilah yang menjadi pokok persoalan penyelidikan sosiologi. Fakta sosial dinyatakan sebagai barang sesuatu (thing) yang berbeda dengan ide. Barang sesuatu menjadi obyek penyelidikan dari seluruh ilmu pengetahuan. Norma hukum merupakan fakta sosial seperti halnya arsitektur karena norma hukum adalah barang sesuatu yang berbentuk material. Sedangkan fakta sosial yang lain seperti opini hanya dapat dinyatakan sebagai barang sesuatu, tidak dapat diraba dan adanya hanya dalam kesadaran manusia.<br />Kembali kepada permasalahan hukum di Indonesia dan ke arah mana hukum hendak di bangun, maka untuk itu harus diperhatikan beberapa hal yang agar perubahan dalam hukum betul-betul menyentuh masyarakat sebagai suatu kesatuan, bukan segelintir elit yang memegang kekuasaan. Untuk itu pertanyaan yang harus diajukan adalah darimanakah datangnya perubahan sosial yang sekarang terjadi dan apa sebab-sebab terjadinya perubahan itu. <br />Perubahan sosial yang terjadi di Indonesia saat ini dapat dipandang dari berbagai segi, misalnya dari segi ekonomi maka titik tolaknya adalah krisis moneter (yang bermula pada tahun 1997) dan jika dilihat dari segi politik maka titik tolaknya adalah kehidupan yang tidak demokratis dan melahirkan pemerintahan yang totaliter. Berbagai perkembangan itu berpengaruh terhadap kehidupan hukum. Jika pada masa kolonial dan orde lama hukum digunakan sebagai alat (sebagai alat kepentingan politik), demikian juga pada orde baru (sebagai alat kepentingan ekonomi). Dari ketiga masa yang telah dijalani oleh pemerintah Indonesia itu hukum menjadi sub sistem dari sistem yang lebih besar dan dari sini nampak bahwa hukum sesungguhnya tidak mempunyai fleksibilitas atau keluwesan untuk mengembangkan dirinya dan tuntutan masyarakat.<br />Dalam masa reformasi, hukum seakan-akan mengalami chaos, artinya keberadaan hukum dipertanyakan dan disangsikan keefektifannya oleh masyarakat sehingga merebak apa yang dinamakan eigenrichting. Pandangan masyarakat yang demikian dapat dimaklumi dengan anggapan bahwa hukum itu buatan manusia, kenapa tidak boleh dilanggar dan dibuat hukum yang lebih baru dan bermanfaat. Fungsi dan tugas hukum dalam masa ini mengalami reorientasi dan reformasi untuk menyesuaikan perkembangan masyarakat. <br />Saat ini sebenarnya saat yang tepat bagi hukum untuk menunjukkan otoritasnya sebagai satu kekuatan yang pantas diperhitungkan dalam perkembangan bangsa. Tetapi apa yang terjadi sepertinya tidak sesuai dengan harapan karena produk-produk yang muncul saat ini adalah produk yang mencerminkan kepentingan ekonomi (melalui IMF) dan kepentingan politik (tarik ulur partai politik). <br />Kita sebenarnya mengharapkan agar hukum Indonesia yang dibangun berdasarkan pada kepentingan atau kemauan rakyat bukan penguasa. Hukum lama sudah terbukti tidak mampu mengatasi permasalahan yang ada yang berdampak pada kesengsaraan rakyat. Hukum harus berubah dengan lebih banyak memperhatikan rakyat kecil yang selama ini menjadi korban pembangunan yang tidak pada tempatnya. Apa yang diharapkan tentu saja dapat terwujud apabila hukum benar-benar memiliki fleksibilitas dalam mengembangkan dirinya tanpa campur tangan kekuasaan. <br /><br />4. Pendekatan Sosiologi Hukum <br />a. Pendekatan Hukum Positivistik, Normatif, Legalislitik, Formalistik.<br />Pendekatan ini lebih melihat hukum sebagai bangunan morma yang harus dipahami dengan meanganilis teks atau bunyi undang-undang atau peraturan yang tertulis. Dalam rangka mempelajari teks-teks normatif tersebut maka yang menjadi sangat penting untuk menggunakan logika hukum (legal reasoning) yang dibangan atas dasar asas-asas, dogma-dogma, doktrin-doktrin, dan prinsip-prinsip hukum terutama yang berlaku secara universal dalam hukum (modern).<br />Dalam kenyataannya pendekaan ini memiliki kelemahan atau kekurangan karena tidak dapat menjelaskan kenyataan-kenyataan hukum secara memuaskan, terutama ketika praktek hukum tidak sesuai dengan aturan-aturan hukum yang tertulis. Seperti ketika prinsip hukum undang-undang menyatakan bahwa hukum tidak boleh berlaku diskriminiatif atau equality before the law, hukum tidak boleh saling bertentangan, siapa yang bersalah harus dihukum, hukum harus ditegakkan sekalipun langit akan runtuh dan sebagainya, namun kenyataannya terdapat kesenjangan (gap atau diskrepansi) dengan kenyataan hukum yang terjadi. <br /><br />b. Pendekatan Hukum Empiris, Sosiologis, Realisme, Konteks Sosial<br />Pendekatan ini lebih melihat hukum sebagai bangunan sosial (social institution) yang tidak terlepas dari bangunan sosial lainnya. Hukum tidak dipahami sebagai teks dalam undang-undang atau peraturan tertulis tetapi sebagai kenyataan social yang menafest dalam kehidupan. Hukum tidak dipahami secara tekstual normative tetapi secara konteksual. Sejalan dengan itu maka pendekatan hukum tidak hanya dilandasi oleh sekedar logika hukum tetapi juga dengan logika social dalam rangka seaching for the meaning.<br />Pendekatan ini diharapkan dapat menjelaskan berbagai fenomena hukum yang ada melalui alat bantu logika ilmu-ilmu sosial. Berbagai praktek-praktek hukum yang tidak sesuai dengan aturan normative, disparitas hukum, terjadinya deviant behavior, anomaly hukum, ketidakpatuhan (disobedience), pembangkangan hukum, violent, kriminalisme dan sebagainya akan lebih mudah dijelaskan melalui pendekatan ini.<br />Perbandingan dua model pendekatan hukum<br />Aspek Hukum Positivis analitis (Jurisprudential) Model Sosiologis<br />Fokus Peraturan Struktur Sosial<br />Proses Logika Perilaku (behavior)<br />Lingkup Universal Variabel<br />Perspektif Pelaku (Participant) Pengamat (Observer)<br />Tujuan Praktis Ilmiah<br />Sasaran Keputusan (Decission) Penejelasan (Expalanation)<br />Sumber : Donald Black. Sociological Justice, 1989 : 21.<br /><br />c. Menuju Pendekatan Hukum yang Holistik dan Visoner.<br />Sebagai upaya menuju pemahaman hukum secara holistic dan visoner kiranya diperlukanm adanya pergeseran paradigma (paradigm shift) dimana kedua pendekatan tersebut dapat digunakan secara sinergis dan komplementer. Artinya, pendekatan terhadap hukum tidak hanya mengambil salah satu, tetapi harus mengambil keduannya secara utuh sehingga akan dapat dilakukan analisis secara holistic dan komprehensif. <br />Pendekatan hukum yang positistik saja akan menyebabkan hukum akan teralienasi dari basis sosial dimana dimana hukum itu berada. Pendekatan ini semata mungkin akan dapat memperoleh nilai kepastian hukum sebagai salah satu tujuan hukum.<br />Sebaliknya pendekatan hukum empiris, sosiologis, realisme, atau konteks sosial saja akan menyebabkan seolah-oleh hukum tertulis menjadi tidak diperlukan tetapi hanya melihat realitas hukum yang terjadi. Jika pendekatan ini dipakai sebagai satu-satunya alat dalam memahami hukum maka sangat dapat mengakibatkan terjadinya ketidakpastian hokum bahkan dikhawatirkan tidak lagi diperlukan lagi adanya hukum atau undang-undang sehingga lebih lanjut dapat terjadi anarkisme hukum.<br /><br />F. Kesimpulan <br />Sosiologi hukum adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang secara empiris dan analitis mempelajari hubungan timbal-balik antara hukum sebagai gejala sosial, dengan gejala-gejala sosial lain.<br />Tujuan sosiologi hukum di dalam kenyataan seperti berikut:berguna untuk terhadap kemampuan memahami hukum di dalam konteks sosial, memberikan kemampuan untuk mengadakan analisis terhadap efektivitas hukum dalam masyarakat, baik sebagai sarana pengendalian sosial, mengubah masyarakat, mengatur interaksi sosial agar mencapai keadaan social yang tertentu dan memberikan kemungkinan-kemungkinan dan kemampuan untuk mengadakan evaluasi terhadap efektivitas hukum di dalam masyarakat.<br />Hukum di Indonesia terbukti telah menjadi alat kekuasaan, hukum bukanlah sesuatu yang otonom karena menjadi sub sistem dari sistem lain yang lebih besar. Keadaan ini harus diperbaiki pada saat ini karena saat ini adalah momentum yang tepat untuk itu dimana hukum harus menunjukkan otoritasnya dan secara fleksibel mengikuti perkembangan dan tuntutan rakyat. Pengertian yang fleksibel dari hukum di sini jangan diartikan bahwa hukum itu plin-plan dalam menghadapi perkembangan jaman, tetapi pengertian yang benar dalam konteks ini adalah bagaimana hukum dapat menempatkan diri dalam posisinya sebagai institusi yang keberadaannya dibutuhkan oleh rakyat dalam sebuah negara yang demokratif. Jadi lebih tepatnya fleksibelitas hukum ini dapat dikaitkan dengan adaptasi hukum terhadap tuntutan rakyat.<br />Setiap peraturan hukum memberitahu tentang bagaiman seorang pemegang peranan (role occupant) itu diharapkan bertindak. Bagaimana seorang itu akan bertindak sebagai respons terhadap peraturan hukum merupakan fungsi-peraturan-peraturan yang ditujukan kepadanya, sanksi-sanksinya, aktivitas dari lembaga-lembaga pelaksana serta keseluruhan kompleks sosial, politik dan lain-lainnya mengenai dirinya.<br />Bagaimana lembaga-lembaga pelaksana itu akan bertindak sebagai respons terhadap peraturan hukum merupakan fungsi peraturan-peraturan hukum yang ditujukan kepada mereka, sanksi-sanksinya, keseluruhan kompleks kekuatan sosial, politik dan lain-lainnya yang mengenai diri mereka serta umpan balik yang datang dari pemegang peranan.<br />Bagaimana para pembuat undang-undang itu akan bertindak merupakan fungsi peraturan-peraturan yang mengatur tingkah laku mereka, sanksi-sanksinya, keseluruhan kompleks kekuatan sosial, politik, ideologis dan lain-lainnya yang mengenai diri mereka serta umpan balik yang datang dari pemegang peran serta birokrasi.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br /><br />Soerjono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, Jakarta , PT RajaGrafindo Persada, Cet 15, 2005.<br />Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta , PT RajaGrafindo Persada, Cet 38, 2005.<br />Zainuddin Ali, Sosiologi Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2007<br />Soetandyo Wignyosiebroto, Sosiologi Hukum: Perannya Dalam Pengembangan Ilmu Hukum dan Studi Tentang Hukum, Makalah pada seminar tentang Pendayagunaan Sosiologi Hukum Dalam Masa Pembangunan dan Restrukturisasi Global dan Pembentukan ASHI di Semarang, 12-13 Nov. 1996.<br />W. Froedmann, Teori dan Filsafat Hukum (Susunan I), RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1993. <br />Satjipto Rahardjo, Hukum Dan Masyarakat, Bandung , Penerbit Angkasa, tt<br />Satjipto Rahardjo, Pendayagunaan Sosiologi Hukum untuk Memahami Proses-proses Sosial Dalam Konteks Pembangunan dan Globalisasi, Makalah pada seminar tentang Pendayagunaan Sosiologi Hukum Dalam Masa Pembangunan dan Restrukturisasi Global dan Pembentukan ASHI di Semarang, 12-13 Nov. 1996.<br />Rudolf von Jhering dalam Soerjono Soekanto, Kegunaan Sosiologi Hukum Bagi Kalangan Hukum Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991, hal. 20. <br />Reinhard Bendix, The Comparative Analysis of Historis Change, dalam Soscial Theory and Economic Change, disunting oleh T. Burns & S.B. Saul, Tavistock Publication, London, 1967<br />George Ritzer, Sosiologi, Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda, Penyunting Alimandan, Rajawali Press, Jakarta, 1995.<br />Castberg F., Problem of Legal Philosophy, Oslo University Press, London, 2nd Edition, 1957<br />Soetiksno, Filsafat Hukum, Bagian I, Pradnya Pramamita, Jakarta, 1988. <br />Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991.<br />I.S. Suanto, Lembaga Peradilan dan Demokrasi, Makalah pada seminar tentang Pendayagunaan Sosiologi Hukum Dalam Masa Pembangunan dan Restrukturisasi Global dan Pembentukan ASHI di Semarang, 12-13 Nov. 1996<br />Satjipto Rahardjo, Masalah Penegakan Hukum, Suatu Tinjauan Sosiologis, BPHN Depkeh dan Sinar Baru, Bandung, tanpa tahun.<br />Adam Podgorecki & Christoper J. Whelan, Pendekatan Sosiologi Terhadap Hukum, Bina Aksara, Jakarta, 1978.AGUS ARWANI, SE, M.Ag.http://www.blogger.com/profile/10365088094121590944noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3357978361591417802.post-59257445383708374372008-11-25T18:14:00.001-08:002008-11-25T18:38:53.465-08:00AGUS ARWANI, SE, M.Ag.http://www.blogger.com/profile/10365088094121590944noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3357978361591417802.post-25640476246512156162008-11-25T18:04:00.000-08:002008-11-25T18:10:51.782-08:00KONSEP PRODUKSI DALAM EKONOMI ISLAMKONSEP PRODUKSI DALAM EKONOMI ISLAM<br /><br />Pola pemikiran yang bermuara pada implementasi dalam bentuk aktifitas ekonomi yang berskala mikro dan makro. Dalam tataran mikro dapat digambarkan pada sebuah fenomena keluarga yang setiap hari produktifitasnya diisi dengan pengadaan barang-barang material dengan mengabaikan sebuah nilai spiritualitas yang seharusnya menjadi landasan utama dalam setiap melakukan kegiatan ekonomi. Wal hasil, secara materi keluarga tersebut tercukupi dengan proses produksi yang dihasilkannya tetapi dalam aspek yang lain, yaitu tataran spiritual akan mengalami kekeringan yang boleh jadi akan membawa dampak negatif bagi perkembangan kehidupan keluarga tersebut. Sedangkan dalam tataran makro dapatlah kita mengambil pelajaran dari negara Jepang. Pada saat ini Jepang sudah menjadi sebuah negara maju yang tingkat produksi nasionalnya meningkat secara tajam dan telah menjadi pesaing bisnis bagi Amerika dan Uni Eropa. Di satu sisi Jepang dapat menikmati hasil produksinya dengan pencapaian yang sudah melebihi batas dan telah dinobatkan sebagai macan Asia, tetapi di sisi lain dalam aspek nilai spiritualitas negara Jepang telah dilanda suatu krisis yang kronis, yaitu hilangnya nilai spiritualitas dalam berkehidupan. Akhir-akhir ini di Jepang banyak kasus yang berkaitan dengan tingkat ke-stres-an yang tinggi dan berujung pada keinginan untuk mengakhiri kehidupan dengan membunuh diri. Pada saat ini kasus tersebut di Jepang menempati peringkat yang tinggi dan telah menjadi problem nasional.<a title="" style="mso-footnote-id: ftn1" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn1" name="_ftnref1">[1]</a> Apa arti sebuah produksi atau produtifitas yang akhirnya tidak memberikan rasa kenyamanan dan kedamaian dalam kehidupan?<br /><br />Memakni Produksi<br /> Dr. Muhammad Rawwas Qalahji memberikan padanan kata “produksi” dalam bahasa Arab dengan kata al-intaj yang secara harfiyah dimaknai dengan ijadu sil’atin (mewujudkan atau mengadakan sesuatu) atau khidmatu mu’ayyanatin bi istikhdami muzayyajin min ‘anashir al-intaj dhamina itharu zamanin muhaddadin (pelayanan jasa yang jelas dengan menuntut adanya bantuan pengabungan unsur-unsur produksi yang terbingkai dalam waktu yang terbatas).<a title="" style="mso-footnote-id: ftn2" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn2" name="_ftnref2">[2]</a> Pandangan Rawwas di atas mewakili beberapa definisi yang ditawarkan oleh pemikir ekonomi lainnya.<br /> Hal senada juga diutarakan oleh Dr. Abdurrahman Yusro Ahmad dalam bukunya Muqaddimah fi ‘Ilm al-Iqtishad al-Islamiy. Abdurrahman lebih jauh menjelaskan bahwa dalam melakukan proses produksi yang dijadikan ukuran utamanya adalah nilai manfaat (utility) yang diambil dari hasil produksi tersebut.<a title="" style="mso-footnote-id: ftn3" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn3" name="_ftnref3">[3]</a> Produksi dalam pandangannya harus mengacu pada nilai utility dan masih dalam bingkai nilai ‘halal’ serta tidak membahayakan bagi diri seseorang ataupun sekelompok masyarakat. Dalam hal ini, Abdurrahman merefleksi pemikirannya dengan mengacu pada QS. Al-Baqarah [2]: 219 yang menjelaskan tentang pertanyaan dari manfaat memakai (memproduksi) khamr.<a title="" style="mso-footnote-id: ftn4" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn4" name="_ftnref4">[4]</a><br /> Lain halnya dengan Taqiyuddin an-Nabhani, dalam mengantarkan pemahaman tentang ‘produksi’, ia lebih suka memakai kata istishna’ untuk mengartikan ‘produksi’ dalam bahasa Arab. An-Nabhani dalam bukunya an-Nidzam al-Iqtishadi fi al-Islam me-mahami produksi itu sebagai sesuatu yang mubah dan jelas berdasarkan as-Sunnah.<a title="" style="mso-footnote-id: ftn5" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn5" name="_ftnref5">[5]</a> Sebab, Rasulullah Saw pernah membuat cincin. Diriwayatkan dari Anas yang mengatakan “Nabi Saw telah membuat cincin.” (HR. Imam Bukhari). Dari Ibnu Mas’ud: “Bahwa Nabi Saw. telah membuat cincin yang terbuat dari emas.” (HR. Imam Bukhari). Beliau juga pernah membuat mimbar. Dari Sahal berkata: “Rasulullah Saw telah mengutus kepada seorang wanita, (kata beliau): Perintahkan anakmu si tukang kayu itu untuk membuatkan sandaran tempat dudukku, sehingga aku bisa duduk di atsnya.” (HR. Imam Bukhari). Pada masa Rasulullah, orang-orang biasa memproduksi barang, dan beliau pun mendiamkan aktifitas mereka. Sehingga diamnya beliau menunjukkan adanya pengakuan (taqrir) beliau terhadap aktifitas berproduksi mereka. Status (taqrir) dan perbuatan Rasul itu sama dengan sabda beliau, artinya sama merupakan dalil syara’.<a title="" style="mso-footnote-id: ftn6" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn6" name="_ftnref6">[6]</a><br /> Penulis mempunyai keyakinan bahwa wilayah produksi tidaklah sesempit seperti apa yang dipegangi oleh kalangan ekonom konvensional yang hanya sekedar mengejar orientasi jangka pendek dengan materi sebagai titik acuannya dan memberikan peniadaan pada aspek produksi yang mempunyai orientasi jangka panjang. Selama ini yang kita fahami tetkala membaca teks-teks buku ekonomi konvensional tidak jarang ditemukan adanya telaah terhadap kegiatan sebuah perusahaan untuk melakukan produksi dengan mengacu pada faktor produksi yang dimiliki oleh setiap perusahaan tersebut.<a title="" style="mso-footnote-id: ftn7" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn7" name="_ftnref7">[7]</a> Misal, perusahaan A akan mencapai tingkat produksi yang maksimal jika didukung oleh faktor produksi semacam modal (C), tenaga kerja (L), sumber daya alam (R), dan teknologi (T) yang difungsikan pada posisi yang optimal. Dasar pemikiran yang dibangun dalam paradigma berfikir aliran konvensional dalam berproduksi adalah memaksimumkan keuntungan (maximizing of profit) dan meminimumkan biaya (minimizing of cost) yang pada dasarnya tidak melihat realita ekonomi yang prakteknya berdasarkan pada kecukupan akan kebutuhan dan market imperfection yang berasosiasi dengan imperfect information. <a title="" style="mso-footnote-id: ftn8" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn8" name="_ftnref8">[8]</a> Hasil dari pencapaian produksi yang dilakukan oleh perusahaan konvensional adalah keinginan untuk mendapatkan profit (keuntungan) yang maksimal dengan cost (biaya) yang sedikit. Apa memungkinkan? Gambaran di atas merupakan realita nyata yang terjadi di tataran aplikatif untuk melaksanakan teori produksi yang diacukan pada pemikiran konvensional.<br /> Adapun aspek produksi yang berorientasi pada jangka panjang adalah sebuah paradigma berfikir yang didasarkan pada ajaran Islam yang melihat bahwa proses produksi dapat menjangkau makna yang lebih luas, tidak hanya pencapaian aspek yang bersifat materi-keduniaan tetapi sampai menembus batas cakrawala yang bersifat ruhani-keakheratan. Orang yang senantiasa menegakkan shalat dan melakukan ibadah lainnya merupakan wujud dari nilai produktifitas yang dilakukan manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan ruhaninya. Seseorang yang betul-betul melaksanakan shalat dengan benar berarti ia telah melakukan aktifitas yang produktif yang selanjutnya akan membawa pada nilai lebih dalam mengarungi kehidupan di dunia ini.<br /> <br />Keshalehan dan Produksi<br /> Ada sebuah permata dalam bukunya Dr. Monzer Kahf yang berjudul The Islamic Economy: Analytical of The Functioning of The Islamic Economic System yang menyebutkan bahwa ‘tingkat keshalehan seseorang mempunyai korelasi positif terhadap tingkat produksi yang dilakukannya’.<a title="" style="mso-footnote-id: ftn9" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn9" name="_ftnref9">[9]</a> Jika seseorang semakin meningkat nilai keshalehannya maka nilai produktifitasnya juga semakin meningkat, begitu juga sebaliknya jika keshalehan seseorang itu dalam tahap degradasi maka akan berpengaruh pula pada pencapaian nilai produktifitas yang menurun.<br /> Sebuah contoh, seorang yang senantiasa terjaga untuk selalu menegakkan shalat berarti ia telah dianggap shaleh. Dalam posisi seperti ini, orang tersebut telah merasakan tingkat kepuasan batin yang tinggi dan secara psikologi jiwanya telah mengalami ketenangan dalam menghadapi setiap permasalahan kehidupannya. Hal ini akan berpengaruh secara positif bagi tingkat produksi yang berjangka pendek, karena dengan hati yang tenang dan tidak ada gangguan-gangguan dalam jiwanya ia akan melakukan aktifitas produksinya dengan tenang pula dan akhirnya akan dicapai tingkat produksi yang diharapkannya.<br /> Selama ini, kesan yang terbangun dalam alam pikiran kebanyakan pelaku ekonomi -apalagi mereka yang berlatar belakang konvensional- melihat bahwa keshaleh-an seseorang merupakan hambatan dan perintang untuk melakukan aktifitas produksi. Orang yang shaleh dalam pandangannya terkesan sebagai sosok orang pemalas yang waktunya hanya dihabiskan untuk beribadah dan tidak jarang menghiraukan aktifitas ekonomi yang dijalaninya. Akhirnya, mereka mempunyai pemikiran negatif terhadap nilai keshalehan tersebut. Mengapa harus berbuat shaleh, sedangkan keshalehan tersebut hanya membawa kerugian (loss) bagi aktifitas ekonomi? Sebuah logika berfikir yang salah dan perlu diluruskan. Pelurusan pemikiran tersebut akan membawa hasil jika diacukan pada nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran Islam, baik yang termaktub dalam al-Qur’an al-Karim ataupun as-Sunnah as-Shadiqah.<br />Orientasi Produksi<br /> Kitab suci al-Qur’an menggunakan konsep produksi barang dalam artian yang luas. Al-Qur’an menekankan manfaat dari barang yang diproduksi. Memproduksi suatu barang harus mempunyai hubungan dengan kebutuhan hidup manusia. Berarti barang itu harus diproduksi untuk memenuhi kebutuhan manusia, dan bukannya untuk mem-produksi barang mewah secara berlebihan yang tidak sesuai dengan kebutuhan manusia, karenanya tenaga kerja yang dikeluarkan untuk memproduksi barang tersebut dianggap tidak produktif. Hal ini ditegaskan al-Qur’an yang tidak memperbolehkan produksi barang-barang mewah yang berlebihan dalam keadaan apapun.<br /> Namun demikian, secara jelas peraturan ini memberikan kebebasan yang sangat luas bagi manusia untuk berusaha memperoleh kekayaan yang lebih banyak lagi dalam memenuhi tuntutan kehidupan ekonomi. Dengan memberikan landasan ruhani bagi manusia sehingga sifat manusia yang semula tamak dan mementingkan diri sendiri menjadi terkendali.<br /> Di dalam QS. Al-Ma’arij [70]: 19, sifat-sifat alami manusia yang menjadi asas semua kegiatan ekonomi diterangkan: “Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir”. Sifat loba manusia menjadikan keluh kesah, tidak sabar dan gelisah dalam perjuangan mendapatkan kekayaan dan dengan begitu memacu manusia untuk melakukan berbagai aktifitas produktif. Manusia akan semakin giat memuaskan kehendaknya yang terus bertambah, sehingga akibatnya manusia cenderung melakukan kerusakan di bidang produksi.<a title="" style="mso-footnote-id: ftn10" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn10" name="_ftnref10">[10]</a><br /> Mengacu pada pemikiran as-Syatibi,<a title="" style="mso-footnote-id: ftn11" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn11" name="_ftnref11">[11]</a> bahwa kebutuhan dasar manusia harus mencakup lima hal, yaitu terjaganya kehidupan beragama (ad-din), terpeliharanya jiwa (an-nafs), terjaminnya berkreasi dan berfikir (al-‘aql), terpenuhinya kebutuhan materi (al-mal), dan keberlangsungan meneruskan keturunan (an-nasl). Maka orientasi yang dibangun dalam melakukan produksi adalah tindakan yang seharusnya dilakukan oleh setiap pelaku ekonomi muslim dalam mengarahkan kegiatan produksinya untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia yang lima tersebut. Jika kita gambarkan dalam bentuk bagan adalah sebagai berikut:<br /><br />Proses Produksi<br />ad-Din<br />an-Nafs<br />al-‘Aql<br />al-Mal<br />an-Nasl<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /> Gambaran di atas memberikan pemahaman pada kita bahwa orientasi yang ingin dicapai oleh proses produksi menjangkau pada aspek yang universal dan berdimensi spiritual. Inilah yang menambah keyakinan bagi kita akan kesempurnaan ajaran Islam yang tertulis dalam QS. Al-Maidah [5]: 3 yang artinya: “Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni’mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu”. Tidak ada keraguan bagi seorang muslim untuk memberikan kebenaran bagi ajaran Allah Swt yang ada dalam al-Qur’an al-Karim.<br />Wallahu a’lam bi al-shawab<br /><br />Daftar Pustaka<br /><br /><br />Muhammad Rawwas Qalahji, Mabahis fi al-Iqtishad al-Islamiy min Ushulihi al-Fiqhiyyah, (Beirut: Dar an-Nafes, 2000), Cet. ke-4.<br /><br />Abdurrahman Yusro Ahmad, Muqaddimah fi ‘Ilm al-Iqtishad al-Islamiy, Iskandariyah, 1988.<br /><br />Taqyuddin an-Nabhani, an-Nidzam al-Iqtishadi fi al-Islam, (Beirut: Darul Ummah, 1990), yang dalam edisi bahasa Indonesia diberi judul Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Perspektif Islam, (Surabaya: Risalah Gusti, 1996), Cet. ke-2.<br /><br />Sadono Sukirno, Pengantar Teori Mikroekonomi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994), Cet. ke-1.<br /><br />Murasa Sarkaniputra, Adil dan Ihsan dalam Perspektif Ekonomi Islam: Implementasi Mantik Rasa dalam Model Konfigurasi Teknologi al-Ghazali-as-Syaribi-Leontief –Sraffa, draft artikel untuk Jurnal al-Iqtishadiyyah.<br /><br />Monzer Kahf, The Islamic Economy: Analytical of The Functioning of The Islamic Economic System, Penerj: Machnun Husein, Ekonomi Islam: Telaah Analitik terhadap Fungsi Sistem Ekonomi Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995, Cet. ke-1<br /><br />Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam, Jilid 1, (Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1995)<br /><br />Abu Ishaq as-Syatibi, al-Muwafaqat fi Ushul al-Ahkam, (Beirut: Dar al-Fikr, 1341 H), Juz II.<br /><br /><br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn1" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref1" name="_ftn1">[1]</a>Awal bulan Maret yang lalu Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mendapat kesempatan untuk berkunjung ke Jepang dalam rangka kerjasama pengembangan Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat di lingkungan UIN, sedangkan pada waktu itu Rektor UIN selaku cendekiawan muslim Indonesia dan pimpinan lembaga pendidikan tinggi Islam di Indonesia diminta untuk menjelaskan arti agama dan nilai spiritualitas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn2" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref2" name="_ftn2">[2]</a> Muhammad Rawwas Qalahji, Mabahis fi al-Iqtishad al-Islamiy min Ushulihi al-Fiqhiyyah, (Beirut: Dar an-Nafes, 2000), Cet. ke-4, h. 62.<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn3" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref3" name="_ftn3">[3]</a> Abdurrahman Yusro Ahmad, Muqaddimah fi ‘Ilm al-Iqtishad al-Islamiy, Iskandariyah, 1988, h. 39<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn4" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref4" name="_ftn4">[4]</a> “Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi. Katakanlah itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya”. (QS. Al-Baqarah [2]: 219.<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn5" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref5" name="_ftn5">[5]</a> Taqyuddin an-Nabhani, an-Nidzam al-Iqtishadi fi al-Islam, (Beirut: Darul Ummah, 1990), yang dalam edisi bahasa Indonesia diberi judul Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Perspektif Islam, (Surabaya: Risalah Gusti, 1996), Cet. ke-2, h. 151<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn6" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref6" name="_ftn6">[6]</a> Ibid.<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn7" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref7" name="_ftn7">[7]</a> Lihat bukunya Sadono Sukirno, Pengantar Teori Mikroekonomi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994), Cet. ke-1, h. 195<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn8" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref8" name="_ftn8">[8]</a> Murasa Sarkaniputra, Adil dan Ihsan dalam Perspektif Ekonomi Islam: Implementasi Mantik Rasa dalam Model Konfigurasi Teknologi al-Ghazali-as-Syaribi-Leontief –Sraffa, draft artikel untuk Jurnal al-Iqtishadiyyah, h. 2<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn9" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref9" name="_ftn9">[9]</a> Monzer Kahf, The Islamic Economy: Analytical of The Functioning of The Islamic Economic System, Penerj: Machnun Husein, Ekonomi Islam: Telaah Analitik terhadap Fungsi Sistem Ekonomi Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995, Cet. ke-1<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn10" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref10" name="_ftn10">[10]</a> Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam, Jilid 1, (Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1995), h. 194-195<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn11" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref11" name="_ftn11">[11]</a> Abu Ishaq as-Syatibi, al-Muwafaqat fi Ushul al-Ahkam, (Beirut: Dar al-Fikr, 1341 H), Juz II.AGUS ARWANI, SE, M.Ag.http://www.blogger.com/profile/10365088094121590944noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3357978361591417802.post-63216209017981109262008-11-21T18:56:00.000-08:002008-11-21T18:57:31.108-08:00BERKAH DALAM EKONOMIBERKAH DALAM EKONOMI ISLAM<br />Dalam kamus bahasa Indonesia dikatakan, kata "berkah" berasal dari bahasa Arab. Akan tetapi, apakah pengertian kata "berkah" dalam bahasa Arab memiliki pengertian yang sama dengan kata "berkah" dalam bahasa Indonesia? Tulisan ini dilakukan untuk mengungkap makna kata "berkah" dalam bahasa Arab dan konsep Islam. Untuk itu, perlu diungkap terlebih dahulu pengertian kata "berkah" dalam bahasa Indonesia, sehingga dapat dipahami perbedaan pengertian kata itu dalam dua bahasa yang berbeda.<br />Poerwadarminta, penyusun Kamus Bahasa Indonesia, menulis bahwa kata "berkah" memiliki beberapa makna. Makna-makna itu adalah: a) Karunia Tuhan yang mendatangkan kebaikan kepada kehidupan manusia, misalnya dalam kalimat: Mudah-mudahan Tuhan melimpahkan berkatnya kepada kalian; b) Oleh karena dan akibat, misalnya: Berkat rajin usahanya, ia mendapat kekayaan sebanyak itu (karena rajin berusaha ia mendapat kekayaan sebanyak itu); c) Keberkatan, beruntung, dan bahagia, misalnya: Bagaimana perusahaan tuan? Berkat juga tuan (untung juga tuan); d) Makanan yang dibawa pulang sehabis berkenduri, misalnya: Ia pulang tiada membawa berkat; e) Memberkati, misalnya: Semoga pekerjaan kita ini diberkati Tuhan Yang Maha Esa, Pendeta itu berdoa untuk memberkati orang yang ada di sekitarnya, serta Barang curian tidak akan memberkati (tidak membawa kebaikan atau keselamatan); f) Restu atau pengaruh baik (menyebabkan selamat) yang didatangkan dengan perantaraan orang tua, orang suci dan sebagainya, misalnya: Ia selalu berdoa dan minta berkat kepada orang tuanya yang telah meninggal.<br />Dalam bahasa Arab, kata "berkah" berasal dari kata kerja madli (kata kerja yang merujuk kepada peristiwa yang terjadi pada masa lalu) baraka. Kata ini, menurut al-Asfahani, pakar bahasa al-Qur'an, dari segi bahasa, mengacu kepada arti al-luzum (kelaziman), dan juga berarti al-tsubut (ketetapan atau keberadaan), dan tsubut al-khayr al-ilahy (adanya kebaikan Tuhan). Senada dengan al-Asfahani, Lewis Ma'luf, juga mengartikan kata baraka dengan arti " menetap pada sesuatu tempat". Dari arti ini, muncul istilah birkah, yaitu tempat air pada kamar mandi. Tempat air tersebut dinamakan birkah karena ia menampung air, sehingga air dapat menetap atau tertampung di dalamnya.<br />Di dalam al-Qur'an, kata baraka dengan berbagai kata jadiannya muncul sebanyak 31 kali. Dari 31 kali itu, semua kata baraka dapat dikatakan mengacu kepada arti tsubut al-khayr al-ilahy. Walaupun terjadi perkembangan arti, sesuai dengan konteks kalimatnya, kata baraka tetap tidak jauh dari makna tersebut. Setelah muncul dalam struktur kata yang berbeda dan dalam konteks kalimat yang berbeda pula, diantara kata ada yang merujuk kepada sifat-sifat Tuhan, misalnya kata tabaraka Allah. Dalam konteks seperti ini, kata baraka berarti Maha Suci. Ungkapan ini dapat ditemukan, antara lain, dalam surat al-A'raf ayat 54, al-Mu'minun ayat 14, al-Furqan ayat 10 dan 61, Ghafir ayat 64, al-Zukhruf ayat 85 dan al-Mulk ayat 1. Diantara ayat yang mengandung kata baraka dalam makna ini dapat dikutip terjemahnya sebagai berikut: "Mahasuci Allah yang di tangan-Nyalah segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu" (QS al-Mulk ayat 1).<br />Kata tabaraka dalam ayat di atas diterjemahkan dengan makna Mahasuci, sama dengan makna kata tasbih (mensucikan). Mensucikan Allah berarti mensucikan-Nya dari sifat yang tidak layak untuk dimiliki Allah, misalnya menganggap ada lagi tuhan selain Allah, atau yang dikenal dengan istilah al-syirku. Dengan kata lain, kata tasbih berarti Mahasuci. Kata tabaraka dalam ayat 54 surat al-A'raf juga berbicara mengenai sifat Allah. Dalam ayat itu, Allah menjelaskan bahwa Tuhan ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa. Dia bersemayam di atas 'arasy. Dia mengganti malam dengan siang dengan pergantian yang cepat. Dia menciptakan matahari, bulan, dan bintang-bintang, masing-masing tunduk kepada perintah-Nya. Menciptakan dan memerintah adalah wewenang Allah sendiri. Maha suci Allah, Tuhan semesta alam.<br />Secara tersurat, ayat di atas dapat mengacu kepada arti bahwa Allah memiliki sifat lahiriyah, seperti makhluk-Nya. Kata yang dapat mengacu kepada arti lahiriyah tersebut ialah fi sittati ayyamin. Kata ini, secara tersurat, berarti enam hari (masa). Bila Allah ketika menjadikan makhluk memerlukan dimensi waktu, maka sama dengan perbuatan makhluk-Nya, yang memerlukan waktu untuk melakukan sesuatu. Hal itu dapat membawa kepada adanya kesamaan antara Allah dengan makhluk-Nya. Oleh karena itu, kata fi sittati ayyyamin, ditafsirkan oleh para mufassir dengan arti enam periode (tahap). Kata ayyamin dalam ayat ini tidak diartikan dengan makna hari, sebab perhitungan hari, yang terdiri atas dua belas jam, baru ada setelah tercipta-Nya alam semesta ini, dan perhitungan hari itu diciptakan oleh manusia. Penafsiran kata-kata seperti ini, dalam kitab suci al-Qur'an, tidak dapat dilakukan secara lahiriyah, walaupun berdasarkan riwayat seperti yang ada dalam beberapa kitab Tafsir, sebab dapat mengacu kepada makna menyamakan Allah dengan makhluk-Nya. Dengan mengutip riwayat tersebut, al-Maraghi dalam tafsirnya mengatakan bahwa Tuhan memang menjadikan alam ini dalam enam hari. Pada hari sabtu Tuhan menjadikan tanah, pada hari ahad Tuhan menjadikan gunung, pada hari senin Tuhan menjadikan pohon-pohon, pada hari selasa Tuhan menjadikan sesuatu yang tidak disenangi, pada hari rabu Tuhan menjadikan nur (cahaya), pada hari kamis Tuhan menjadikan awan-awan dan pada hari jum'at waktu 'ashar Tuhan menjadikan Adam. Namun, riwayat yang dikutip al-Maraghi, ketika menafsirkan ayat tersebut, tidak dapat dipertanggungjawabkan. Bahkan, ada yang menyebutnya sebagai riwayat isra`iliyat. Padahal, riwayat isra`iliyat ditolak oleh kebanyakan ahli tafsir. Jadi, dalam hal ini kita dihadapkan kepada dua persoalan. Pertama, kita menghadapi ayat yang menginformasikan terma-terma keduniaan, seperti enam hari, yang mengusik kita untuk ingin mengetahui makna sebenarnya. Pada sisi lain, keterangan-keterangan yang menjelaskan ayat-ayat seperti ini banyak dipengaruhi oleh isra`iliyat.<br />Nampaknya, untuk tidak membawa kepada adanya sifat Tuhan yang lahiriyah, maka Tuhan menekankan dengan kata-kata ala lahu al-khalq wa al-amr (ketahuilah bahwa urusan menciptakan alam dan bumi dengan segala isinya dan mengatur kehidupan makhluknya adalah hak Tuhan semata). Hal itu pula yang dapat kita pahami dari munculnya kata penutup ayat yang berbunyi tabarak Allah rabb al-'Alamin ( Maha suci Allah, Tuhan semesta alam). Kata penutup ayat ini terkait dengan ungkapan sebelumnya, yakni ala lahu al-khalq wa al-amr, bahwa Tuhan Maha Suci dari hal-hal yang bersifat lahiriyah, seperti Tuhan membutuhkan dimensi waktu dalam menciptakan bumi dan langit, dan kekuasaan Tuhan tidak sama dengan kekuasaan makhluk-Nya. Hubungan kesesuaian antara uraian pada awal ayat dengan kata penutup dikenal dalam ilmu tafsir dengan istilah munasabah. Munasabah itu, disamping menunjuk kepada adanya kesesuaian antara awal uraian ayat dengan penutup, juga hubungan kesesuaian antara kata dengan kata lain dalam satu ayat, kesesuaian antara ayat dengan ayat lain dalam satu surat, kesesuaian antara ayat dengan ayat lain dalam surat yang berbeda, hubungan antara surat dengan nama surat dan hubungan antara penutup surat dengan awal surat berikutnya.<br />Dalam ayat lain ditemukan juga kata tabaraka yang berarti Mahasuci (Tuhan), misalnya dalam ayat 14 surat al-Mu`minun. Dalam ayat ini, Tuhan menjelaskan bahwa Tuhan menjadikan manusia dari air mani. Dari air mani itulah, Tuhan mengubahnya menjadi segumpal darah, kemudian menjadi tulang yang dibungkus dengan daging. Setelah itu, Tuhan menjadikannya sebagai makhluk yang berbentuk lain. Pada penutup ayat, Tuhan mengatakan: "Maha suci Allah, Pencipta yang paling baik." Kata tabaraka, yang diartikan maha suci oleh Departemen Agama dalam ayat ini, berarti bahwa Tuhan dalam menciptakan segala sesuatu, antara lain menciptakan manusia yang mengalami beberapa proses, tidak dibantu oleh siapa pun. Dia sendiri yang menciptakannya dan Maha Kuasa menciptakan seperti itu. Jadi, kata tabaraka berarti tidak membutuhkan pendamping dalam menciptakan alam dengan segala isinya yang cukup luas dan indah.<br />Dari kata baraka muncul kata mubarakat. Kata ini ditemukan dalam surat al-Dukhan ayat 2. Dalam ayat ini, Tuhan menjelaskan bahwa al-Qur'an turun pada malam yang di"berkah"i (mubarakah). Kata mubarakah dalam ayat ini, dapat dipahami dengan jelas jika dikaitkan dengan ayat-ayat lain yang berbicara mengenai masalah yang sama, misalnya ayat 1 surat al-Qadr. Dalam ayat disebut tarakhir ini, Allah menjelaskan bahwa al-Qur'an diturunkan pada malam Qadr. Pada malam Qadr itu, Allah memberikan nilai pahala yang berlipat ganda kepada orang yang melakukan ibadah. Nilai ibadah pada malam itu, lebih baik dari nilai ibadah pada seribu bulan lainnya. Dengan mencari munasabah antara ayat-ayat seperti ini dapat dipahami bahwa kata mubarakah dalam surat al-Dukhan ayat 2 merujuk kepada arti kebaikan Tuhan yang diberikan kepada orang-orang yang beribadah pada malam tersebut, yakni kebaikan yang berlipat ganda bila dibandingkan dengan pahala ibadah pada malam-malam lainnya.<br />Dalam ayat 1 surat al-Furqan ditemukan juga kata tabaraka, yang mengacu kepada arti Mahasuci Tuhan. Dalam ayat tersebut, Allah disamping menjelaskan bahwa Ia menurunkan al-Furqan (al-Qur'an) kepada hamba-Nya untuk menjadi peringatan bagi alam semesta, Ia juga menggunakan kata tabaraka yang dikaitkan dengan diturunkannya al-Qur'an. Pentingnya penempatan kata tabaraka dalam kaitannya dengan diturunkannya al-Qur'an, karena substansi al-Qur'an tidak dapat ditandingi oleh manusia, sejak diturunkannya pada masyarakat jahiliyah hingga zaman kita sekarang. Memang ada beberapa orang yang mencoba menandingi al-Qur'an, antara lain Musailamah al-Kazzab, dan Utbah bin Rabi'ah, namun usaha mereka tidak pernah menyamai al-Qur'an, apalagi menandinginya. Bahasa-bahasa yang mereka susun, yang dikatakan sebagai al-Qur'an, jauh berbeda dengan bahasa-bahasa al-Qur'an yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad. Jadi, penempatan kata tabaraka dalam ayat 1 surat al-Furqan, dan dengan dikaitkannya dengan uraian mengenai al-Qur'an yang datang dari sisi Allah serta kenyataannya yang tidak dapat ditandingi oleh manusia, menunjukkan sifat kemahakuasaan Tuhan yang jauh dari kekuasaan manusia.<br />Bentuk lain dari kata baraka ialah barakat (jamak dari kata barakah). Dalam bentuk seperti ini, kata barakah berarti tsubut al-khayr al-ilahiy. Makna kata barakah seperti ini dapat ditemukan dalam al-Qur'an surat Fushshilat ayat 10, surat al-A'raf ayat 137, surat al-Isra' ayat 1, surat al-Anbiya' ayat 71, dan 81, surat Saba' ayat 218, dan surat al-A'raf ayat 96. Diantara ayat yang mengandung kata barakah dalam makna seperti ini dapat dikutip terjemahnya sebagai berikut: "Jikalau sekiranya penduduk kota beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka "berkah" dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan ayat-ayat (Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya."<br />Kata barakat dalam ayat di atas berarti kebaikan Tuhan. Kebaikan itu tidak diterima begitu saja oleh manusia. Ada persyaratan tertentu yang harus dipenuhi oleh manusia untuk mendapatkannya. Dalam surat al-A'raf ayat 96, misalnya, Tuhan mengaitkan pemberian-Nya ("berkah") dengan keimanan dan ketaqwaan. Kebaikan itu dapat muncul dari langit dan dari bumi. Menurut Ahmad Mushthafa al-Maraghi, penulis Tafsir al-Maraghi, "berkah" dari langit mencakup pengetahuan yang diberikan Tuhan dan ilham (bimbingan)-Nya dan dapat pula berarti hujan dan semacamnya yang mengakibatkan kesuburan dan kemakmuran tanah. Sedangkan "berkah" dari bumi adalah tumbuhnya tanaman setelah turunnya hujan dari langit. Lebih lengkapnya, al-Maraghi menafsirkan bahwa seandainya penduduk suatu negara beriman kepada apa-apa yang dibawa oleh Rasul Tuhan, misalnya mentauhidkan-Nya, dan menjauhkan diri dari kemusyrikan dan tidak membuat kerusakan di bumi, maka Tuhan akan memberikan kebaikan ("berkah"). "berkah" itu berupa turunnya hujan dari langit yang menyuburkan tanah. Akibatnya, makmurlah kehidupan penghuni bumi. "berkah" lain adalah berupa ilmu pengetahuan dan pemahaman terhadap sunatullah (hukum alam). Tegasnya, menurut al-Maraghi, bila penduduk negeri beriman dan bertaqwa, Allah akan memperluas kebaikan kepada mereka dalam segala segi.<br />Namun dalam ayat-ayat lain, Tuhan tidak menjelaskan bahwa untuk mendapat kebaikan harus dengan syarat-syarat tertentu, misalnya keimanan dan ketaqwaan. Dalam surat al-Isra' ayat 1, misalnya Tuhan menjelaskan bahwa Nabi Muhammad diisra'kan (dijalankan pada malam hari) oleh Tuhan dari Masjid al-Haram (kota Makkah) ke Masjid al-Aqsha (Palestina). Masjid al-Aqsha dan daerah-daerah sekitarnya di"berkah"i oleh Allah. Depertemen Agama mengartikan ungkapan "Tuhan memberi "berkah" Masjid al-Aqsha dan daerah-daerah sekitarnya" dengan arti" Tuhan menurunkan Nabi-Nabi dan menjadikan subur tanah sekitarnya".<br />Memang, Masjid al-Aqsha sangat tepat dinamakan tempat yang mendapat "berkah" --dalam pengertian yang diberikan oleh Departemen Agama di atas. Sebab, Nabi yang diutus Tuhan untuk membawa kebaikan hidup manusia, kebanyakan diutus di Masjid al-Aqsha dan sekitarnya. "berkah" diutusnya para Nabi, manusia mendapat ilmu pengetahuan dan petunjuk dalam kehidupannya yang, pada umumnya, tertuang dalam kitab suci yang dibawa oleh para nabi tersebut.<br />Terlepas dari apakah turunnya "berkah" Tuhan harus diawali oleh keimanan dan ketaqwaan manusia atau tidak, kata "berkah" itu sendiri tetap mengacu kepada adanya kebaikan Tuhan, baik yang ada pada manusia maupun yang ada pada makhluk lainnya. Al-Qur'an sendiri disebut oleh Allah sebagai kitab suci yang di"berkah"i (kitab mubarak). Al-Qur'an disebut kitab yang di"berkah"i adalah karena ia mengandung ajaran-ajaran yang baik yang datang dari Tuhan. Tidak ada ajaran dalam al-Qur'an yang tidak baik. Manusia, karena keterbatasannya, terkadang tidak dapat memahami kebaikan yang terkandung dalam kitab suci tersebut. Kata mubarakah juga ditemukan dalam ayat 35 surat al-Nur.<br />Dalam ayat ini Allah menggunakan kata "berkah" untuk menyifati pohon zaitun, walaupun kata tersebut tetap mengacu kepada makna tsubut al-khayr al-ilahiy. Tegasnya, terdapat kebaikan Allah dalam pohon tersebut, baik yang menyangkut letak pohon tersebut atau substansi dari pohon zaitun itu sendiri. Dari segi letaknya, sebagaimana diterangkan dalam ayat ini, pohon zaitun itu terletak pada suatu tempat yang cukup strategis, yaitu tumbuh di puncak bukit, sehingga ia mendapat sinar pada saat matahari terbit dan pada saat matahari terbenam. Akibat letaknya yang strategis, pohon zaitun tumbuh subur. Substansi pohon zaitun itu sendiri dapat menghasilkan minyak yang baik untuk kesehatan manusia. Jadi ringkasnya, penggunaan kata berkat dalam ayat al-Qur'an tidak saja menyangkut kebaikan Allah kepada sesuatu yang diungkap dalam ayat itu, tetapi juga menyangkut sesuatu yang tidak substansial, misalnya letak pohon zaitun seperti yang diterangkan dalam ayat 35 surat al-Nur tersebut.<br />Kata "berkah" juga digunakan oleh Allah untuk menyifati air (ma`an mubarakan), seperti yang terdapat dalam surat Qaf ayat 9. Kata mubarakan dalam ayat ini pun tetap mengacu kepada kebaikan Allah, yakni yang terdapat dalam air tersebut. Sebagaimana diterangakan pada ayat-ayat setelahnya, air berguna, antara lain, untuk menumbuhkan pohon-pohon yang terdapat dalam kebun-kebun, dan biji-bijian seperti padi, jagung, gandum dan sebagainya yang dapat dipanem. Air juga berguna untuk menumbuhkan pohon kurma yang tinggi yang mempunyai mayang yang bersusun-susun. Semua itu untuk menjadi rezeki bagi hamba Allah.<br />Memang, air memiliki manfaat yang cukup banyak. Oleh karena itu, pada ayat 30 surat al-Anbiya`, Allah menjelaskan bahwa Dia menjadikan segala sesuatu yang hidup dari air. Kata-kata "berkah" yang muncul dalam al-Qur'an, semuanya mengacu kepada sebuah arti bahwa pelaku yang memberi "berkah" hanyalah Allah. Oleh sebab itu, baik al-Asfahani, al-Maraghi maupun Lewis, sama-sama memberi arti kata "berkah" dengan arti kebaikan Tuhan. Dengan demikian, ungkapan yang digunakan oleh orang, misalnya: Dengan "berkah" si Fulan, saya tertolong dari segala kesusahan" tidak dipahami dengan arti" si Fulan yang memberi "berkah"", akan tetapi mengacu kepada arti "akibat". Dengan kata lain, akibat si Fulan, saya terhindar dari segala kesusahan. Jadi, si Fulan tidak mempunyai wewenang memberi kebaikan ("berkah"), tapi Tuhanlah yang memberi kebaikan ("berkah"). Si Fulan hanya memberi bantuan kepada orang lain dari kebaikan ("berkah") yang diberikan Tuhan kepadanya.<br />Ungkapan baraka fiy digunakan untuk mendoakan seseorang supaya mendapat kebaikan atau kerelaan dari Tuhan. Ungkapan baraka Allah fika wa 'alayka berarti ja'alaka mubarakan (Allah memberi kebaikan kepadamu ). Adapun ungkapan al-barak dapat pula berarti al-sa'adah (kebahagiaan), atau al-ziyadah (tambahan). Dari arti asal kata "berkah" ini, dapat dipahami bahwa orang yang dido'akan orang lain agar mendapat "berkah" berarti dido'akan semoga mendapat keridlaan Tuhan. Dengan ridla Tuhan, ia akan mendapat kebahagiaan dan nikmat Tuhan.<br />Rasulullah pernah mengajarkan ucapan yang ditujukan kepada sepasang penganten yang baru saja melangsungkan perkawinan, yang berbunyi: Baraka Allah lakuma wa baraka alaykuma wa jama'a baynakuma fi khayr" mengandung pengertian doa. Ungkapan tersebut berarti semoga Allah memberi kebaikan kepada sepasang penganten yang baru saja memasuki kehidupan rumah tangga dan menjadi pasangan yang langgeng sepanjang masa.<br />Kembali kepada ayat yang berbunyi: Hadza dzikrun mubarakun anzalnahu (Qur'an surat al-An'am ayat 92). Ayat ini mengandung makna bahwa kitab suci tersebut berisi kumpulan peraturan yang berbentuk perintah dan larangan Tuhan, yang kalau perintah itu dikerjakan dan larangan dihindari, seseorang akan mendapat kebaikan. Undang-undang itu merupakan sebagian kebaikan yang datang dari Allah. Masih banyak lagi nikmat Tuhan yang tidak dapat dihitung dan diduga. Sesuatu yang dirasakan mendapat tambahan kebaikan Tuhan, walaupun tidak dapat dilihat, disebut juga sebagai "berkah".<br />Dalam hubungannya dengan tambahan kebaikan ini, Rasulullah bersabda:" Harta benda tidak akan berkurang karena disedekahkan". Secara lahiriyah, mengeluarkan sedekah berarti mengurangi harta. Akan tetapi secara tersirat, harta tidak akan berkurang, bahkan akan bertambah, yakni artinya, Tuhan akan menambah lagi rejeki kepada orang yang mengeluarkan harta, yang boleh jadi tanpa diduga dan tanpa diketahui oleh orang tersebut. Orang yang merasa merugi karena mengeluarkan harta di jalan Allah, karena ia hanya mencari hubungan lahiriyah antara infak harta di jalan Allah dengan kebaikan yang diperolehnya. Dicari dengan jalan apa pun, apalagi dengan jalan ilmiah, yang menuntut adanya pemikiran rasional, obyektif, dan sistimatis, tidak akan ditemukan hubungan antara dua hal di atas.<br />Oleh karena itu, dibutuhkan sikap imani, yaitu keimanan yang mendalam bahwa sebagian nikmat Tuhan yang kita rasakan dalam kehidupan ini, atau bahkan seluruhnya, adalah pemberian Tuhan. Pemberian Tuhan boleh jadi karena Tuhan memiliki sifat Rahman (pengasih). Dengan sifat itu, Tuhan dapat memberi kebaikan kepada siapa saja, tanpa memandang suku, ras, agama dan golongan.<br />Sebaliknya, sanksi (siksaan) Tuhan di dunia terhadap orang yang berdosa, tidak dapat diperhitungkan secara ilmiah dan rasional, sebab tidak ada hubungan yang dapat dilihat secara kongkrit antara pelanggaran yang dilakukan dengan balasan Tuhan di dunia. Hanya sikap imani pula yang dapat mengakui adanya hubungan antara pelanggaran dengan sanksi di dunia.<br />Dari uraian yang dipaparkan di atas, dapat dipahami bahwa "berkah" adalah kebaikan Tuhan, baik berupa materi maupun non materi. "Berkah" atau kebaikan itu hanya milik Tuhan dan datang dari Tuhan. Dari makna kata "berkah" dalam konsep Islam, dapat diketahui bahwa beberapa makna "berkat" dalam bahasa Indonesia, ada yang tidak sejalan dan ada pula yang sejalan dengan arti "berkah" dalam konsep Islam. Diantara makna kata "berkah" dalam bahasa Indonesia yang tidak sejalan dengan makna kata "berkah" dalam konsep Islam ialah restu atau pengaruh baik (yang menyebabkan selamat) yang didatangkan dengan perantaraan orang tua, orang suci dan sebagainya, misalnya dalam contoh: "Ia selalu berdoa dan minta berkat kepada orang tuanya yang telah meninggal." Makna kata "berkah" seperti ini tidak terdapat dalam konsep Islam, sebab orang yang telah meninggal dunia tidak dapat berhubungan lagi dengan orang yang masih hidup, apalagi memberi kebaikan. Makna lain dari kata berkat dalam bahasa Indonesia yang tidak sejalan dengan makna kata "berkah" dalam konsep Islam ialah akibat, misalnya dalam contoh: "Berkat rajin belajar, ia lulus dalam ujian." Makna kata "berkah" seperti ini tidak dikenal dalam konteks bahasa Arab dan konsep Islam. Orang Arab bila ingin mengungkap keberhasilannya, yang dilatar belakangi oleh kerja keras, mereka mengungkapkannya, antara lain, dengan kalimat: "Huwa najaha fi al-imtihan, li'annahu ta'allama bi juhdin"( Ia lulus dalam ujian, karena belajar dengan sungguh-sungguh). Makna lain lagi dari kata berkat dalam bahasa Indonesia yang tidak sejalan dengan makna kata berkat dalam konsep Islam ialah makanan yang dibawa pulang sehabis berkenduri. Ungkapan seperti ini tidak dikenal dalam bahasa Arab dan Islam. Ungkapan tersebut hanya dapat dipahami dengan arti al-ziyadat (kelebihan). Artinya, orang yang mengadakan kenduri, karena memiliki kelebihan harta atau rezeki, lalu membagi-bagikannya kepada orang lain. Selanjutnya, makna lain lagi dari kata "berkah" dalam bahasa Indonesia yang tidak sejalan dengan makna kata "berkah" dalam konsep Islam ialah memberkati atau berdoa, misalnya dalam kalimat: "Pendeta itu mendoa sambil memberkati orang yang ada di sekitarnya." Sebab, hanya Allah yang dapat memberi "berkah".<br />Sedangkan makna kata "berkah" dalam bahasa Indonesia yang sejalan dengan makna kata "berkah" dalam konsep Islam ialah karunia Tuhan yang mendatangkan kebaikan kepada kehidupan manusia, misalnya dalam kalimat: "Mudah-mudahan Tuhan melimpahkan berkat-Nya kepada kita sekalian". Makna ini memang sesuai dengan makna kata berkat dalam Islam, sebab makna kata "berkah" ialah tsubut al-khayr al-ilahiy (adanya kebaikan Tuhan). Kebaikan itu dapat dirasakan oleh seseorang, baik sebagai balasan atas ketaqwaan dan keimanannya kepada Tuhan maupun diberikan begitu saja oleh Tuhan karena sifat maha pemurah-Nya dan Maha Kuasa-Nya untuk berbuat sekehendak hatinya, tanpa ada yang mampu menghalanginya. @AGUS ARWANI, SE, M.Ag.http://www.blogger.com/profile/10365088094121590944noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3357978361591417802.post-1655836984732074712008-11-21T18:47:00.000-08:002008-11-21T18:53:07.374-08:00SISTEM INFORMASI MANAJEMENPERTEMUAN I<br />SISTEM INFORMASI MANAJEMEN<br /><br />1. Pengertian<br />Sistem informasi : Seperangkat komponen yang saling berhubungan yang berfungsi mengumpulkan, memproses, menyimpan dan mendistribusikan informasi untuk mendukung pembuatan keputusan dan pengawasan dalam organisasi. SIM adalah sistem informasi yang diterapkan bagi kepentingan manajemen, dan secara sederhana manajemen dapat diartikan Getting things done through people (Harold Koonzt dan Cyril O’Donnel}<br />Sistem Informasi Manajemen : adalah suatu sistem dimana unit organisasi memiliki suatu kerangka informasi tunggal dan terpadu untuk pengumpulan informasi yang diperlukan bagi kepentingan kegiatan manajemen.<br />2. Evolusi bentuk informasi<br />§ Observasi langsung<br />§ Secara lisan<br />§ Secara tertulis<br />§ Komputerisasi<br />3. Sumberdaya yang dikelola Manajer dalam proses manajemen (Mc Leod)<br />§ Man (manusia)<br />§ Money (uang, dana) Physical <br />§ Material <br />§ Machine<br />§ informasi Representasi<br />4. Kekuatan yang mendorong makin perlunya SIM<br />§ perubahan ekonomi secara global<br />§ perubahan ekonomi industrial<br />§ perubahan perusahaan<br />§ perubahan teknologi komunikasi<br />5. Aktivitas dalam Sistem Informasi<br />§ Input (masukan, Data)<br />§ Process (pengolahan data)<br />§ Output (keluaran, Informasi)<br /><br />Top management needs an accurate picture of their culture to develop and direct the changes their organizations need to succeed today. An accurate picture helps them make hiring decisions, design leadership development and retention strategies, optimize performance, ensure alignment with corporate strategy, and make merger and acquisition decisions<br /><br />Bagan aktivitas Sistem Informasi<br />(Jane P. Loudon)<br /> Lingkungan SI <br /><br />INPUT<br />(DATA)<br /><br />PROCESSING<br />- KLASIFIKASI<br />- PENATAAN<br />- PENGHITUNGAN<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />OUTPUT<br />INFORMASI<br />UMPAN BALIK<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />6. Tujuan penerapan SIM<br />§ Untuk mencapai keunggulan competitive<br />§ Untuk mencapai keunggulan comparative<br />7. Lingkungan yang berpengaruh terhadap SIM<br />§ Untuk dunia bisnis<br />o Finance society<br />o Suppliers<br />o Labor union<br />o Stock holder<br />o Competitor<br />o Costumer<br />o Government/local society<br />o Global community<br />§ Untuk dunia pendidikan/lembaga pendidikan<br />o Government<br />o Local society<br />o Professional organization<br />o Competitor<br />o Costumer<br />Dalam prakteknya Penerapan SIM sangat dipengaruhi oleh kebudayaan masyarakat, untuk itu perlu dilakukan secara bertahap dan hati-hati agar apa yang diharapkan dari penerapan SIM dapat tercapai. Dalam kaitan ini kebudayaan masyarakat dapat dikelompokan kedalam :<br />¨ Masyarakat pra-informasional<br />¨ Masyarakat informasional<br />Masyarakat pra informasional adalah masyarakat yang belum melihat informasi sebagai sumberdaya yang penting serta pengaruhnya dalam kehidupan tidak begitu menonjol, sedangkan masyarakat informasional adalah masyarakat yang telah menyadari pentingnya informasi sebagai sesuatu yang berpengaruh besar dalam kehidupan.<br />Adapun perbedaan kedua kelompok tersebut menurut Sondang P Siagian adalah :<br />Kemampuan menggabung yg kreatif<br />Kekakuan paradigma Pra-Informasional Informasional<br />¨ Dasar ilmiah<br />Langka<br />Melimpah<br />¨ Jumlah Infor<br />Masi<br />¨ <br />Eksponensial<br />LinierPertambah-<br />an informasi<br /><br />¨ <br />Lambat/Stabil<br />Cepat/Berubah-ubahKecepatan<br />dan isi<br />¨ <br />Multi Media<br />Mono MediaCara penyam<br />paian<br />¨ <br />Individu<br />Mesin/bantuan mesinUnit penang-<br />anan info<br />¨ <br />Pluralistis<br />MonistisKerangka ni-<br />lai tafsiran<br />¨ <br />Banyak orang pada seorang<br />Seorang ke Banyak orangHubungan<br />informasi<br /><br />¨ <br />Masa depan<br />Masa laluOrientasi<br />waktu<br />PERTEMUAN 2<br />SISTEM INFORMASI MANAJEMEN<br /><br /> Karakteristik/Ciri-ciri SIM<br />1. Bersifat total/menyeluruh, mencakup :<br />· dilihat dari bentuknya<br />a. formal – informal<br />b. manual – komputerisasi<br />· dilihat dari bidangnya<br />a. sistem informasi proyek<br />b. sistem informasi perkantoran<br />c. sistem informasi forcasting<br />d. sistem informasi penopang keputusan<br />2. Bersifat terkoordinasi :<br /> keseluruhan cakupan SIM dilaksanakan dilaksanakan secara terstruktur, terdepartemen tasi tapi harus terkoordinasi secara terpusat<br />Initially, the term TRANSFORMATIONAL LEADERSHIP was viewed as a PERSONAL QUALITY, an ability to inspire employees to look beyond self-interest and focus on organizational goals. The concept has evolved over time; now it is often viewed as a broad STRATEGY that has been described as "facilitative."<br />ERIC Digests<br /><br />SI<br />SI<br />SI<br /><br /><br />PROSES<br />PIHAK<br />MANAJEMEN<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />3. SIM terintegrasi secara rasional<br />Sub-sub sistem dikoordinasikan menuju tercapainya integrasi secara rasional. Logis, efektif dan efisien<br />4. SIM mentransformasikan data menjadi informasi dengan berbagai cara<br />5. SIM meningkatkan Produktivitas<br />6. SIM sesuai dengan sifat dan gaya manajer (personil) yang akan menggunakannya sehingga terhindar dari kesenjangan<br />7. SIM menggunakan kriteria mutu yang telah ditetapkan serta relevansi.<br />8. SIM memiliki sub sistem informasi<br /><br /><br />PIHAK<br />MANAJEMEN<br />SI<br />SI<br />SI<br /><br /><br />PROSES<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /> Konsep dasar Informasi<br />o Informasi adalah data yang telah diolah menjadi sebuah bentuk yang berarti bagi penerimanya dan bermanfaat dalam mengambil keputusan saat ini atau mendatang. Data (bahan baku informasi) adalah kelompok teratur simbol-simbol yang mewakili kuantitas, tindakan, benda, dan sebagainya (Gordon B. Davis)<br />o Informasi yaitu semua data yang mempunyai arti bagi pihak pemakai, sedangkan data adalah sebuah fakta tertentu<br />(Winardi)<br />o Informasi adalah data (data terdiri dari fakta-fakta dan angka-angka) yang telah diproses, atau data yang memiliki arti. (McLeod)<br />o Dalam Sistem informasi, informasi memperkaya penyajian, mempunyai nilai kejutan, atau mengungkap sesuatu yang penerimanya tidak tahu atau tidak tersangka. Dalam dunia yang tidak menentu, informasi menggurangi ketidak pastian, terutama dalam mempertimbangkan pilihan-pilihan dalam pembuatan keputusan, bila tidak ada pilihan atau keputusan, informasi menjadi tidak diperlukan atau kurang dibuatuhkan.<br />o Ciri/sifat-sifat informasi<br />· benar – salah (berhubungan dengan realitas)<br />· baru<br />· tambahan<br />· korektif<br />· penegas<br />o syarat informasi (dalam konteks manajemen)<br />· cepat (dilihat dari segi waktu)<br />· tepat/akurat (dilihat dalam hubungannya dengan realitas)<br />· lengkap (ddilihat dari cakupan)<br />· relevan (dilihat dari konteks kebutuhan)<br />o Klasifikasi informasi<br />· Informasi untuk manajeman dan informasi pertanggungjawaban<br />· Informasi proses dan informasi proyek<br />· Informasi historis dan informasi masa datang<br />· Informasi intern dan informasi ekstern<br />· Informasi identifikasi dan informasi relasi<br /> Pendekatan dalam mempelajari SIM<br />1. Pendekatan Teknis. pendekatan yang menekankan pada model normatif, bersifat matematis serta mengacu pada kecakapan teknologi secara fisik dan formal dari suatu sistem informasi<br />2. Pendekatan Prilaku. pendekatan yang lebih menekankan pada pengaruh sistem informasi terhadap individu, kelompok, organisasi, dan masyarakat.<br />3. Pendekatan Gabungan. pendekatan yang mencoba mempelajari sistem informasi dengan menggabungkan kedua pendekatan tersebut di atas yakni model normatif dan model sosial/fungsional<br /><br />PERTEMUAN 3<br />SISTEM INFORMASI MANAJEMEN<br /><br /> Faktor –faktor yang mempengaruhi penataan SIM<br />1. Hirarki dalam struktur organisasi<br />1. Hirarki adalah pelapisan atau tingkatan yang menyePERTEMUANkan adanya rantai komando yang mengatur hubungan atasan-bawahan<br />2. Dalam hirarki tercakup pembagian wewenang dan span of control<br />2. Iklim Organisasi (Organizational Climate): an overall feeling that is conveyed by the physical layout, the way participant interact, and the way members of the organization conduct themselves with costumer or the outsiders (Fred Luthans)<br />· Klasifikasi pembagian wewenang dalam manajemen<br />ü <br />Klasifikasi DasarCentralized management <br />ü Decentralized management <br />ü <br />Manajemen KoordinatifCollegial management<br />ü Joint management<br />ü Collaborative/collective management <br />· Ciri-ciri dalam arus informasi<br />· Centralized management<br />§ Informasi yang ditampung sangat banyak<br />§ Informasi harus selalu disampaikan pada manajemen puncak<br />§ Bisa menimbulkan information overload<br />· Decentralized management<br />§ Informasi arusnya sangat tersebar karena ada delegasi dalam pembuatan keputusan<br />§ Arus informasi tidak terlalu padat<br />§ Manajemen puncak mengendalikan organisasi melalui ringkasan informasi<br />· Coordinative management<br />§ Informasi tersebar sesuai wewenangnya<br />§ Manajer senior dan yunior sama-sama memiliki informasi penting bagi pengambilan keputusan<br />§ Sistem informasi rumit karena harus dibuat agar jangan sampai tumpang tindih (ovelapping)<br />§ Struktur organisasi biasanya matriks<br />3. Gaya Manajemen : yaitu bagaimana para manajer memanfaatkan waktunya dalam menangani organisasi dalam bidang :<br />§ Menangani pekerjaan<br />§ Melaksanakan human relation<br />§ Supervisi<br />§ Reward ang punishment<br />v Gaya manajemen sangat dipengaruhi oleh :<br />· Mutu pemikiran<br />· Sikap dasar<br />· Pengalaman<br />· Sifat pengolahan informasi<br />· Kecerdasan emosi<br />Empat unsur kualitas pemikiran manusia<br /><br /> Preseptif <br /> <br /> <br /> Sistematis Intuitif<br /> <br /><br /><br /><br /><br /><br /> <br /> <br /> Reseptif<br /><br />v Ciri-cirinya :<br />a. Intuitif :<br />§ Trial and error dalam menguji berbagai bentuk pemecahan masalah<br />§ Tiodak menganggap penting pemrosesan data menjadi informasi<br />b. Sistematis<br />§ Menstrukturkan masalah secara tepat untuk pemecahan masalah<br />§ data-data diolah dan dianalisa dengan cermat tersusun dan logis<br />c. Preseptif<br />§ Memusatkan perhatian pada hubungan antara unsur suatu data yang diperoleh<br />§ Cepat menguji data rincian untuk memadukan dengan data-data bidang lain<br />d. Reseptif<br />§ Memerlukan informasi rinci dan cenderung tenggelam pada rincian tanpa mengaitkan dengan data dari bidang lain<br />§ cenderung melihat permasalahan secara parsial tidak integral<br /><br />PERAN-PERAN MANAJERIAL DARI MINTZBERG<br /><br />1. Interpersonal roles :<br />v Figurehead : Manajer melaksanakan tugas-tugas seremonial<br />v Leader : Manajer memelihara unit dengan mempekerjakan dan melatih staf serta menyediakan motivasi dan dorongan<br />v Laison : Manajer melakukan hubungan dengan orang-orang di luar organisasi dengan tujuan menyelesaikan masalah bisnis<br /><br />2. Informational roles :<br />v Monitor : Manajer secara tetap mencari informasi mengenai kinerja unit (organisasi)<br />v Disseminator : Manajer meneruskan informasi yang berharga kepada orang di dalam unitnya<br />v Spokesperson : Manajer meneruskan informasi yang berharga kep[ada orang-orang diluar unitnya—pimpinan dan orang-orang dilingkungannya<br /><br />3. Decisional roles :<br />v Entrepreneur : Manajer membuat perbaikan-perbaikan yang cukup permanen pada unit, seperti mengubah struktur organisasi<br />v Disturbance Handler : Manajer bereaksi pada kejadian-kejadian tidak terduga, seperti devaluasi dollar dsb.<br />v Resources Allocator : Manajer mengendalikan pengeluaran unitnya, menentukan unit bawahan mana yang mendapat sumber daya<br />v Negotiator : manajer menengahi perselisihan baik di dalam unitnya maupun antara unit dan lingkungannya<br />PERTEMUAN 4<br />SISTEM INFORMASI MANAJEMEN<br /><br />· Manusia dan Informasi<br />Manusia adalah makhluk yang tidak hanya mencerap informasi/data tapi juga sebagai pemroses informasi (information processor), pemrosesan informasi pada manusia dapat digambarkan sebagai berikut<br />Rangsangan eksternal<br />Ingatan<br />Jangka<br />Panjang<br /> <br />Ingatan<br />Jangka<br />Pendek<br /><br /><br /><br />Analisis<br /><br />Decision<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />· Manajer dan Sistim Informasi<br />Sikap manajer terhadap sistem informasi akan dipengaruhi oleh sifat-sifat manajer yang bersangkutan<br />Sifat-sifat Manajer<br />Dampak pada sistem Informasi<br />Tidak mengandalkan pada sistem yang tak dipahami<br />Sistem harus sederhana, mudah dipahami<br />Bertorientasi pada manusia<br />Lebih senang menerima informasi dari manusia<br />Orientasi penggunaan waktu yang efisien<br />Kurang suka interaksi langsung dengan sisInfo<br />Tak suka kejutan<br />Memberikan informasi pokok (key Info)<br />Tak ingin terlihat bodoh<br />Menghindari semua diskusi sistem dg personil<br />Prioritas<br />SisInfo ditata sesuai prioritas<br /><br /><br />Facilitative leadership may also require richer perceptions of organizational life. Lee Bolman and Terry Deal (1991) identify four "frames" for thinking about leadership. The RATIONAL frame focuses on the formal demands of the system, such as goals, policies, and constraints. The HUMAN RESOURCE frame considers the human need of participants. The SYMBOLIC frame addresses the values, rites, and rituals that provide members with a sense of community. The POLITICAL frame considers the way that participants pursue their own interests (ERIC Digests)<br /><br />· Kebutuhan dan sumber Informasi (IRM)<br />ü Kegiatan Organisasi<br />Middle manager /Professional<br />Lower Manager<br />Top <br />Manager<br />Lapisan Manajer Lapisan Profesional<br /><br />Personil Operasi Bagian Administrasi<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /> <br /> <br />ü Top Manager/Management<br />- memerlukan informasi terpadu<br />- menentukan dalam menentukan SIM yang dipakai<br />ü Middle Manager terbagi dua yaitu<br />§ Upper Middle Manager<br />- sangat terlibat dalam penataan SIM<br />§ Specialist/Professional<br />- penyeliaan Staf semi profesional<br />ü Lower Manager<br />- Supervisi personil operasi<br />- keterlibatan dalam SisInfo cukup besar<br />- bisa menjadi anggota SisInfo tertentu<br />ü Personil operasi<br />- keterlibatan yang terbatas pada SisInfo<br />- melakukan transaksi/kegiatan kemudian diproses oleh SisInfo <br />Titik berat perhatian <br />Top<br />Middle<br />Lower<br /> Perencanaan Strategis, analisis alternatif.dan<br /> Alokasi Sumber Daya, Policy Making<br /> Review dan Evaluasi Total, masalah<br /> Kritis, Leadership/seremonial<br /><br />Penyeliaan langsung, review<br />Rinci, pengendalian operasi,<br />menyelesaikan masalah personil<br /><br /><br /> <br />Orientasi Waktu<br />Kegiatan manajerial<br /><br /><br />Orientasi Masa Depan<br /><br /><br />Orientasi Masa Kini dan<br />Lampau <br />Middle<br />Lower<br />Top<br /><br /><br /><br /> Tidak Berulang<br /> Tidak Terstruktur<br /> Keputusan Tak dapat <br /> diramal<br /> Info belum tersedia<br />Berulang<br />Terstruktur<br />Informasi biasanya sudah tersedia<br /><br /><br />Jenis Kegiatan<br />Top <br />Middle <br />Lower <br /> <br />· Sumber daya informasi menurut Raymond McLeod terdiri dari :<br />o Perangkat keras komputer<br />o Perangkat lunak komputer<br />o Para spesialis informasi<br />o Pemakai<br />o Fasilitas<br />o Database<br />o Informasi<br />· Mutu informasi<br />Mutu suatu informasi yang disampaikan akan bervariasi, ini terjaddi karena ada bias/kesalahan yang diseababkan oleh :<br />o Metode pengukuran dan pengumpulan data yang salah<br />o Tidak mengikuti prosedur pengolahan yang benar<br />o Data hilang atau tidak di olah<br />o Kesalahan mencatat atau mengoreksi data<br />o File historis/induk yang salah atau keliru memilih file historis<br />o Kesalahan dalam prosedur pengolahan misalnya kesalahan program komputer<br />o Kesalahan yang disengaja<br />Cara mengatasi hal tersebut antara lain adalah :<br />o Pengendalian intern<br />o Audit intern dan ekstern<br />o Menambahkan batas kepercayaan pada data<br />PERTEMUAN 5<br />SISTEM INFORMASI MANAJEMEN<br /><br />v Informasi dan komunikasi<br />Apabila informasi dipertukarkan maka komunikasi akan terjadi, komunikasi dapat terjadi antara manusia, manusia dengan mesin, dan antara mesin dengan mesin. Informasi hanya dapat melaksanakan tugasnya dalam proses komunikasi apabila informasi tersebut disesuaikan dengan pihak penaerima. Kebutuhan akan informasi perlu ditetapkan (Sesuai dengan yang membutuhkan informasi) berdasarkan:<br />o Jenis informasi<br />o Jumlah informasi<br />o Biaya<br />v Pengertian Komunikasi<br />Komunikasi berasal dari kata “communication” yang secara etimologis berarti “the act of communicating, a sharing of information, a means of communicating, as a way of passing from one place to another, news; a message” (Webster’s super new School and Office Dictionary). Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa komunikasi menunjukan pada suatu tindakan mengkomunikasikan sesuatu dalam hal ini informasi dalam bentuk berita atau pesan dengan menggunakan sarana komunikasi ertentu, sementara itu dalam Webster’s New Collegiate Dictionary disebutkan bahwa<br />“Communication 1: an act or instance of transmitting 2a: information communicated b: a verbal or written message 3a: a process by which information is exchanged between individuals through a common system of symbols, signs, or behaviour b: personal rapport…..5a: a technique for expressing ideas effectively b: the technology of the transmission of information”<br />definisi ini nampaknya lebih komprehensif dibanding yang pertama sebab dimensi di dalamnya sangat terperinci yang mencakup makna Tindakan menyampaikan<br />Ø Informasi yang dikomunikasikan<br />Ø Pesan verbal atau tertulis<br />Ø Suatu proses dimana informasi dipertukarkan diantara individu melalui sistem simbul, tanda atau prilaku<br />Ø Tehnik mengekspresikan ide secara efektif<br />Ø Teknologi penyampaian informasi<br />Dengan memperhatikan definisi-definisi tersebut di atas, pemahaman tentang istilah komunikasi semakin jelas, dan untuk lebih memperjelas khususnya penggunaan dalam organisasi, maka disuni akan dikemukakan beberapa definisi<br />“from managerial perspective …. Commmunication refers to the transfer of information via an understandable message from a sender to others. All communication attempts to transfer some type of information. Some transfers are successful, others are not. The key ingredient is that the information is presented in the form of undrstandable message to those with whom the sender wishes to communicate” (Louis E. Boone, David L. Kurtz)<br /> “Communication is the process of exchanging information. Vardaman and Halterman have defined,’by communication we mean the flow of material, information, perception, and understandings between various parts and members of an organization…all the methods, means, and mediaof communication (communication technology), all the channels, networks, and the system of communication (organizational communication) all the person to person interchange (interpersonal communication) … it includes all aspects of communications : up, down, lateral ; speaking, writing, listening, reading, methods, media, modes, channels, network flow; interpersonal, intraorganizational, interorganizational’. Thus communication contains all interpersonal, interorganizational, interpersonnel, intraorganizational, mutual, vertical, horizontal information passing and interaction” (V.P.Michael, 1989: 63)<br />dengan melihat definisi di atas baik yang pertama ataupun yang kedua nampak bahwa komunikasi merupakan suatu proses yang mencaku unsur-unsur yang terdiri dari : 1). Sumber (source, sender); 2). Pesan (message); 3). Saluran (channel); 4). Penerima (reciever), sumber mengirimkan pesan dalam bentuk informasi baik lisan ataupun tertulis melalui cara tertentu yang kemudian diterima oleh pihak lain (penerima).<br /><br />v Jenis-jenis komunikasi<br />Dilihat dari cara penyampaiannya komunikasi dapat dikelompokan ke dalam tiga jenis yaitu :<br />1) Komunikasi lisan (verbal)<br />2) Komunikasi tertulis (written)<br />3) Komunikasi bukan lisan dan tertulis (body language : eye contact, gesture and posture)<br />Dilihat dari hirarki ke-efektifan situasi, komunikasi dikelompokan ke dalam tiga jenisdengan ke-efektifan yang makin menurun yaitu :<br />1) Komunikasi dua arah tatap muka (two-way, face to face)<br />2) Komunikasi dua arah tidak tatap muka (two-way, not face to face)<br />3) Komunikasi dengan pesan tertulis (written message)<br />Dilihat dari arah komunikasi khususnya dalam suatu organisasi komunikasi dapat dikelompokan menjadi :<br />1. Komunikasi atasan-bawahan (downward, superior-subordinate)<br />2. Komunikasi bawahan-atasan (upward, subordinate-superior)<br />3. Komunikasi mendatar (horizontal, subordinate-subordinate)<br />Dilihat dari situasinya komunikasi dapat dibagi ke dalam dua jenis yaitu :<br />1) Komunikasi formal<br />2) Komunikasi informal<br />v Tingkatan Informasi<br />o Tingkatan teknis ( seberapa akurat informasi dapat disalurkan)<br />o Tingkatan semantik ( seberapa tepat simbol-simbol yang disalurkan dapat membawakan arti yang diinginkan)<br />o Tingkatan efektivitas ( seberapa cocok pesan tersebut sebagai motivasi tindakan manusia<br />Tujuan sebuah sistem komunikasi adalaaah membuat reproduksi pesan yang dipilih dari sumber ke tujuan.<br /><br />v Proses komunikasi<br />Sebagaimana diketahui bahwa komunikasi pada dasarnya merupakan suatu interaksi yang di dalamnya terjadi suatu proses, bila digambarkan sesuai dengan makna dari pengertian komunikasi akan terlihat sbb:<br /><br /> Sumber<br /><br /><br /> Pesan<br /><br /><br /> Saluran<br /><br /><br /> Penerima<br /><br />Sementara itu menurut V.P. Michael proses komunikasi digambarkan sebagai berikut :<br /> Source<br /><br /><br /> Coding<br /><br /><br /> transmitting<br /><br /><br />noise<br /> Channel<br /><br /><br /> Receiving<br /><br /><br /> Decoding<br /><br /><br /> Destination<br /><br />Conley and Goldman urge would-be facilitative leaders to move slowly, assessing their own leadership styles and the school's culture before diving in. Not every school is ready to embrace collaborative leadership, and every organization goes through periods when highly directive leadership is more appropriate.<br />Principals should clearly communicate their intentions and carefully choose the target for their initial efforts; ideally, the issue should be one that is important to teachers, yet safe enough that the principal can live with any outcome. Emerging facilitative leaders should also seek out like-minded colleagues to form a support network.<br />Shirley Hord (1992) counsels patience, noting that "change is a process, not an event." She points out that individuals must change before the institution can, and that they do so in different ways and at different rates. Facilitators must adapt their strategies to these individual variations.<br />Above all, Conley and Goldman caution administrators against becoming preoccupied with formal roles, structures, and procedures. Workplace democracy is not an end in itself but merely a way of enhancing teacher performance and student learning (ERIC Digests)<br /><br />PERTEMUAN 6<br />SISTEM INFORMASI MANAJEMEN<br /><br />§ Sistem Informasi Strategis<br />Adalah suatu sistem informasi (berbasis komputer) yang digunakan untuk setiap tingkatan organisasi yang mengubah tujuan, operasional, produk, jasa, dan hubungan lingkungan untuk membantu organisasi memperoleh keuntungan keunggulan kompetitif. Dalam pandangan strategis (strategic view) produk atau jasa adalah keseluruhan paket barang secara fisik, layanan pendukung dan informasi organisasi yang disediakan untuk menciptakan nilai bagi pelanggannya.<br />§ Perkembangan konsep dan sistem informasi<br />Periode waktu<br />Konsep Informasi<br />Sistem Informasi<br />Tujuan<br />1950 - 1960<br />§ Perintah birokrasi<br />§ Electronic accounting Machine<br />§ Pemrosesan akuntansi dan data dengan cepat<br /><br /><br />1960 - 1970<br />§ Mendukung tujuan yang bersifat umum<br />§ SIM dan Pabrik Informasi<br />§ Pemenuhan laporan secara umum cepat<br />1970 - 1980<br />§ Mengendalikan manajemen<br />§ Decision Support System (DSS)<br />§ Memperbaiki pembuatan keputusan<br />1980 - 2000<br />§ Keunggulan bersaing<br />§ Sistem strategis<br />§ Meningkatkan daya tahan organisasi<br /><br />§ Penerapan Sistem Informasi dikatakan strategis jika tujuannya memenuhi kriteria sebagai berikut (kriteria tujuan Sistem Informasi Strategis)<br />o Mencapai posisi kepemimpinan biaya rendah<br />o Menyediakan diferensiasi produk/jasa dan nilai lebih bagi konsumen<br />o Menciptakan aliansi perusahaan, pemasok dan langganan<br />o Peningkatan nilai produk dengan tampilan dan dukungan yang inovatif<br />o Memungkinkan pertumbuhan pasar secara geografis atau ekspansi volume<br />o Membantu mengenalkan produk ke pasar<br />§ Pengelolaan Informasi untuk keunggulan kompetitif<br />Untuk memperoleh keuntungan kompetitif, organisasi perusahaan harus menentukan kesempatan-kesempatan strategis mana yang harus dilakukan organisasi bisnis. Menurut Jane P. Loudon ada dua bentuk perusahaan dan lingkungannya dalam mengidentifikasi wilayah bisnis dimana Sistem Informasi dapat memberikan keunggulan kompetitif yaitu :<br />1. model kekuatan kompetitif ( Competitive Force Model)<br />2. model rantai nilai (Value Chain Model)<br />§ Competitive Force Model<br />Model ini menjelaskan interaksi pengaruh-pengaruh eksternal khususnya ancaman dan kesempatan yang mempengaruhi strategi organisasi dan kemampuan bersaing<br />§ Keunggulan kompetitif dapat dicapai dengan :<br />1. memperkuat kemampuan perusahaan untuk bernegosiasi dengan pelanggan, pemasuk, produk, dan jasa pengganti dan pemain pasar yang baru.<br />2. memperkuat strategi persaingan melalui :<br />a. diferensiasi produk – menciptakan produk dan jasa unik yang dapat dengan mudah dibedakan dari pesaing.<br />b. Diferensiasi fokus – menciptakan ceruk pasar yang baru dengan menentukan target khusus untuk produksi atau jasa yang dapat berfungsi sebagai barang superior (barrier to entry)<br />Mengembangkan keterkaitan yang ketat dengan konsumen dan pemasok (integrasi, akuisisi, bukan monopoli) Menjadikan produsen berbiaya rendah<br /><br />PESAING BARU<br />peusahaan<br />pesaing<br /><br />PRODUK DAN<br />JASA SUBSTITUSI<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />PELANGGAN<br /><br />PEMASOK <br /><br />MANAGEMENT INFORMATION SYSTEMS<br /><br /><br />Although management information systems do not have to be computerized, normally they are. With the common use of personal computer today and the emergency of the so-called information superhighway, almost all information processing is done by computers. MIS involves generating, processing, and transmitting information. The system itself involves not only computer hardware and software but also data and people – both MIS personnel and users.<br /><br /> Although MIS is usually associated with integrated networks of information that support management decision making, MIS can also be used for strategic planning, improved costumer service, and for communication per se. .. on decision making devotes attention to how computerized system, especially artificial intelligence and expert system, can support decision making, but for now it can be said that MIS can be used as part of the interpersonal and organizational communication system, for example, managers can get on the system to ask others for information about solving problems or can use sustem to monitor the literature on particular technological developments. (Fred Luthan.1995. Organizational Behaviour:420) <br /><br /><br /><br /><br /><br /> <br />KULIAH 7<br /><br />Fred Luthans, 1995. Organizational Behaviour, McGraw Hill Int. Edition. Hal. 420SISTEM INFORMASI MANAJEMEN<br /><br /><br />PERTEMUAN 7<br />SISTEM INFORMASI MANAJEMEN<br /><br />§ Value chain model<br />Model ini memfokuskan pada kegiatan utama atau pendukung yang menambah margin nilai bagi produk atau jasa perusahaan (organisasi), dimana SI dapat diterapkan dengan baik dalam mencapai keunggulan kompetitif. Model ini memandang kegiatan-kegiatan sebagai suatu rangkaian atau rantai kegiatan untuk menambah nilai terhadap produk /jasa<br />§ Kegiatan utamanya (berhubungan dengan)<br />o Produksi<br />o Distribusi<br />o Produk/jasa<br />o Penyimpanan material Peningkatan nilai bagi pelanggan<br />o Penjualan<br />o Pemasaran<br />o Pelayanan<br />§ Kegiatan pendukung<br />o Infra struktur organisasi<br />o Sumber daya manusia<br />o Teknologi<br />o Pembelian<br />§ Dalam model ini keuntungan kompetitif dicapai jika :<br />o Memberi nilai lebih pada pelanggan<br />o Memberi nilai yang sama dengan harga lebih rendah<br />§ Konsep value chain menurut Michael Porter<br />Dalam hubungan ini terdapat beberapa bentuk keterkaitan perusahaan/organisasi dalam kaitannya dengan pihak lain yaitu sebagaimana terlihat dalam gambaaar berikut:<br />1. keterkaitan perusahaan dengan pemasok <br /><br /><br />PEMASOKNYA PEMASOK<br /><br />PEMASOK<br /><br />PERUSAHAAN<br /> <br /><br /><br />2. keterkaitan dengan pelanggan<br /><br /><br />PERUSAHAAN<br /><br />PELANGGAN<br /><br />PELANGGANNYA PELANGGAN<br /> <br /><br /><br />3. keterkaitan proses dengan value chain perusahaan. Nilai-nilai individual dalam suatu perusahaan bersifat interdependen<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />§ dampak bagi manajer dan organisasi<br />manajer organisasi harus mengidentifikasi peluang teknologi informasi yang mungkin diterapkan dengan mempertimbangkan :<br />1. kekuatan dalam industri (lembaga, organisasi) yang dimiliki<br />2. strategi yang diterapkan market leader<br />3. organisasi apa yang sudah menerapkan dan bagaimana kecocokannya<br />4. arah perubahan industri dan momentumnya<br />5. kelayakan menerapkan teknologi informasi serta kecocokannya<br />6. rencana strategi bisnis saat ini dan kesejalanannya dengan pelayanan informasi<br />7. bagian-bagian yang dapat memberi nilai terbanyak bagi perusahaan.<br />v Organisasi dan Sistim Informasi<br />o Tinjauan terhadap organisasi<br />o Dari sudut struktur (hirarki jabatan)<br />o Dari sudut prilaku (interaksi individu dengan organisasi)<br />v Sistem informasi lebih bersentuhan dengan organisasi ditinjau dari sudut prilaku.<br />o Gibson mendefinisikan prilaku organisasi sebagai :<br />o Cara berfikir, prilaku yang berada pada individu, kelompok dan tingkat organisasi.<br />o Prilaku adalah multi disiplin yang menggunakan prinsip, model, teori dan metode –metode disiplin lain, prilaku organisasi adalah bidang yang berkembang dalam kedudukan dan pengaruhnya<br />o Adanya orientasi kemanusiaan<br />o Adanya orientasi kerja, menyangkut sikap dalam bekerja, dan bagaimana cara meningkatkan kerja<br />o Lingkungan eksternal berdampak signifikan terhadap prilaku organisasi<br />o Prilaku sangat tergantung pada disiplin. Perlu metode ilmiah dalam menentukan faktor-faktor yang berpengaruh<br />v Faktor-faktor yang berpengaruh pada prilaku organisasi antara lain<br />o Proses organisasi<br />o Struktur organisasi<br />o Desain pekerjaan<br />o Gaya kepemimpinan<br />o Komunikasi<br />o Pesaing<br />o Lingkungan ekstern/kultural<br />o Pemerintah<br />v Hubungan sistem informasi dengan organisasi<br />o Tidak bersifat kontradiktif (saling melengkapi)<br />o Dapat mengubah cara hidup suatu organisasi<br />o Dapat mengubah keseimbangan hak, privilij, dan kewajiban pertanggungjawaban dan perasaan yang telah terbina sekian lama dalam organisasi.<br />Oleh karena itu manajer harus memahami organisasi termasuk karakteristik struktur dalam organisasi yang berkaitan dengan :<br />o Pembagian tugas yang jelas<br />o Hirarki<br />o Aturan dan prosedur yang jelas<br />o Pertimbangan-pertimbangan yang tak terpisah-pisah (terpadu)<br />o Kualifikasi posisi teknis<br />o Efisiensi organisasi yang maksimum<br /><br />Information is increasingly recognized as not only a significant element in the planning-controlling process but also as a major organizational resources.. if the decision maker defines a problem as a gap between the actual state and a desired state, information is utilized both to identify and to describe the gap. Information will also be utilized in evaluating alternative methods of bridging the gap. (Louis E. Boone, David L. Kurtz, Principle of Management. P. 452)<br /><br />A management Information System or MIS, collects, organize, and distribute data in such a way that it meets the information needs of managers. A good MIS provides information useful to managers in fulfilling their planning, organizing, leading, and controlling responsibilities. It does this through reports that get the right persons on a timely ang cost-efficient basis…….. Any MIS operates as a systematic and interrelated set of procedures for gathering data and processing them into information for managerial attention. ……….The purpose of any MIS is to facilitate the accomplishment of organizational objectives through improved problem solving and decision making….. management at all levels are directly affected by any information sysrem. In many ways this group is the focus of the MIS. <br /><br /> <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />John R. Schermerhorn. 1984: 491-500<br /><br /><br />PERTEMUAN 8<br />SISTEM INFORMASI MANAJEMEN<br /><br /><br />v Database<br />Database (pangkalan data/basis data) merupakan serangkaian file data yang tersusun dan saling berkaitan secara logis yang disediakan/dipelihara untuk kepentingan SIM. Menurut George M Scott Database adalah sistem file komputer yang menggunakan cara pengorganisasian file tertentu Pengelolaan/penataan guna memudahkan penggunaan pangkalan data disebut manajemen database. Dengan demikian suatu database merupakan kumpulan file yang dapat dipergunakan dalam suatu Sistem Informasi guna menunjang/membantu aktivitas suatu organisasi. Database adalah pusat dimana berbagai data yang diperlukan dapat diakses untuk dapat diolah menjadi suatu informasi. Di dalamnya tersusun urutan-urutan data dari elemen data paling rendah sampai ke yang tertinggi. Secara tradisional hirarki data terdiri dari: (1) elemen data, (2) catatan, dan (3) File. Elemen-elemen data kemudian dicatat dan kumpulan catatan pada tahap berikutnya dibentuk menjadi suatu file. Dalam suatu sistem yang menggunakan komputer pengorganisasian data terdiri dari bit, byte, fields, records, files dan Database . Bit adalah adalah unit terkecil data yang ditangani komputer, sekelompok bit disebut byte yang mewakili suatau karakter tunggal dapat berbentuk huruf, angka atau simbol lain, sekelompok karakter yang dimasukan pada suatu kata yang lengkap (seperti nama) disebut field, dan sekelompok field yang berhubungan (seperti nama tempat tanggal lahir, alamat) disebut record, sekelompok rekord yang sama jenisnya disebut file<br />v Goal dan Objective dari sebuah database<br />Pada dasarnya SIM tidak dapat berjalan tanpa adanya suatu Database, karena dengan Database ini maka pengolahan data menjadi informasi dapat dilakukan dengan cepat, efektif dan efisien, dengan demikian Database bertujuan untuk :<br />1. Memudahkan pengaksesan data untuk diolah menjadi informasi<br />2. Menghindari data redundancy<br />3. Mempercepat pembaruan masing-masing record secara serempak<br />4. Memperbaiki manajemen dan mempertinggi efektivitas kinerja organisasi<br /><br /><br />v Model pengorganisasian File/Data<br />1. Model hirarki. Merupakan model pangkalan data yang mengorganisasikan data/file dalam suatu strruktur yang berbentuk pohon. Satu rekord dibagi dalam segmen-segmen dalam suatu hubungan parent - child. Dalam tiap rekord unsur data ditata dalam penggalan-penggalan rekord. Setiap rekord akan nampak mempunyai suatu segmen puncak yang disebut Root . untuk lebih jelas dapat dilihat dalam gambar berikut :<br /><br /><br />INDUK<br /><br />PEGAWAI ROOT<br />KOMPENSASI<br />TUNJANGAN<br /><br />TINGKAT<br />PRESTASI<br />TUGAS-TUGAS<br />ANAK PERTAMA<br />ANAK KEDUA<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /> (Diadaptasi dari Kenneth C. & Jane P. Loudon : 1996 :279)<br />2. Model Jaringan (Network). Model ini menggambarkan data secara logis dalam beberapa hubungan, dalam hal ini parent dapat mempunyai beberapa anak dan anak dapat mempunyai beberapa parent (lebih dari satu), untuk jelasnya dapat dilihat dalam gambar berikut :<br /> <br />MATA KULIAH 1<br />MATA KULIAH 3<br />MHS 1<br />MHS 2<br />MHS 3<br />MHS 4<br />MHS 5<br /> <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /> (Diadaptasi dari Kenneth C. & Jane P. Loudon : 1996 :280)<br /><br />3. model relational (hubungan).model yang menunjukan bahwa semua data dalam pangkalan data nampak seperti tabel dua dimensi namun informasi di dalamnya lebih dari satu file yang dapat dikombinasikan, bila digambarkan sbb <br /><br />Nomor<br /> esanan<br />Tanggal Pesanan<br />Tanggal Pengiriman<br />Nomor Barang<br />Jumlah Barang<br />Total Pesanan<br />256<br />25022002<br />28022002<br />12<br />2<br />1.000<br />257<br />15032002<br />18032002<br />14<br />4<br />10.000<br />258<br />20032002<br />25032002<br />16<br />5<br />25.000<br /><br />No. barang<br />Nama barang<br />Harga per unit<br />No.pemasok<br />12<br />Komputer A<br />500<br />351<br />14<br />Komputer B<br />2.500<br />352<br />16<br />Komputer C<br />5.000<br />353<br /><br />No.pemasok<br />Nama pemasok<br />Alamat pemasok<br />351<br />PT Aqua<br />Jln. Wahyu 3 Kng<br />352<br />CV Tirta<br />Jln. A. Yani Kng<br />353<br />Kop. Sejahtera<br />Jln. Cigugur 21 Kng<br /><br />(Diadaptasi dari Kenneth C. & Jane P. Loudon : 1996 :279) <br /><br />The very process of identifying problems, seeing new possibilities and changing the routines by which we adapt or cope will require rethinking and redesign. And therein lies a problem because we are now talking about changing our mental models, our personal habits of perceiving, thinking and acting, and our relationships with others that are thoroughly embedded. We are talking about having to unlearn some things before new things can be learned. And this level of change involves two kinds of anxiety (Edgar H. Schein May 19, 1994 )PERTEMUAN 9<br />SISTEM INFORMASI MANAJEMEN<br /><br /><br />v Konsep dasar sistem<br />Sistem adalah seperangkat komponen yang saling berhubungan dan saling bekerja sama untuk mencapai tujuan. Menurut Gordon Davis sistem bisa bersifat abstrak maupun fisik. Sistem abstrak adalah suatu susunan teratur gagasan atau konsepsi yang saling tergantung, sedsangkan sistem fisik adalah sistem yang dapat diamati dan bersifat konkrit. Model umum sebuah sistem adalah masukan, pengolah, dan keluaran baik yang sifatnya tunggal maupun jamak. Disamping itu sistem dapat juga bersifat tertutup (sistem tertutup) dan bersifat terbuka (sistem terbuka). Sistem tertutup adalah sistem yanga dalam proses kegiatannya tidak berhubungan dengan sistem-sistem diluarnya, sedangakan sistem terbuka adalah sistem yang berhubungan dengan sistem-sistem lain dalam melakukan proses kegiatannya dalam bentuk impor input dari sistem diluarnya dan mengekspor output ke luar sistem.<br /><br /><br /> <br /><br />SISTEM<br /><br />OUTPUT<br />KELUARAN<br /><br />INPUT<br />MASUKAN<br /><br /><br /> (Model Sistem sederhana)<br /><br /><br /><br />SISTEM<br />INPUT<br />OUTPUT<br />INPUT<br />OUTPUT <br />OUTPUT<br />INPUT<br /><br /> <br />(Model sistem dengan banyak input dan output) <br /><br /><br />dilihat dari sudut kepastiannya sistem dapat dikelompokan ke dalam sistem diterministik dan sistem probabilistik. Sistem diterminisstik adalah sistem yang beroperasi dalam cara yang dapat diramalkan. Interaksi diantara sub-sub sistem dapat diketahui dengan pasti, sebagai contoh adalah program komputer yang dapat beroperasi dengan tepat sesuai dengan rangkaian instuksinya. Sistem Probabilistik adalah sistem dimana dalam beroperasinya meampunyai kemungkinan-kemungkinan hasil, dan terkadang mengandung unsur kemungkinan kesalahan<br />v Factoring Sistem<br />Konsep sebuah sistem menuntut manusia untuk melihatnya sebagai suatu keseluruhan, namun karena keseluruhan itu terdiri dari bagian-bagian yang saling berinteraksi, maka dalam menganalisanya kadang diperlukan langkah pengunsuran (factoring) yaitu suatu upaya memerinci sistem menjadi sub-sub sistem, sehingga unsur-unsur dan interface-nya dapat dianalisa dengan cermat, apalagi bila suatu sub sistem terdiri dari sub-sub sistem yang lebih kecil lagi, bila digambarkan nampak sebagai berikut :<br />SISTEM<br /><br /><br /><br />B1<br />B2<br />B3<br />A21<br />A22<br />C1<br />C2<br />SUB SISTEM A<br />SUB SISTEM B<br />SUB SISTEM C<br />A1<br />A2<br />C11<br />C12<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />v Karakteristik sistem<br />Suatu sistem berbeda dengan sistem lainnya atas dasar karakteristiknya yang berbeda-beda. Adapun karakteristik sistem yang dapat membedakan (yang menyebabkan suatu perbedaan) suatu sistem dari sistem lainnya adalah :<br />§ Boundary . adalah batasan yang menggambarkan sesuatu yang berada dalam suatu sistem dan sesuatu yang berada diluarnya/lingkungan eksternal suatu sistem<br />§ Environment. Segala sesuatu yang berada di luar sistem yang dapat berpengaruh pada asumsi, kendala, dan input suatu sistem.<br />§ Input. Sumberdaya dari lingkungan yang dipergunakan dan dimanipulasi oleh sistem<br />§ Output. Sumberdaya yang disediakan oleh sistem untuk lingkungan suatu sistem.<br />§ Component. Unsur-unsur sistem (proses/sub-sub sistem) yang mentransformasikan input menjadi output<br />§ Interface. Tempat atau situasi dimana sub-sub sistem atau sistem dan lingkungannya berinteraksi<br />§ Storage. Tempat yang dipergunakan suatu sistem untuk menyimpan materi, energi dan informasi baik sementara maupun permanen/tetap.<br />v Pengembangan sistem<br />Sustu sistem yang akan diterapkan dalam suatu organisasi biasanya akan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut :<br />o Analisis sistem<br />o Perancangan/desain sistem<br />o Implementasi sistem<br />o Manajemen sistem<br />o Evaluasi sistem<br /><br />In this talk I would like to explore the relationship of culture to learning. We all seem to agree that one of the key characteristics of the 21st century organization will be the ability to learn. Many of us even believe that the ability to learn will be the major competitive advantage that some organizations will have over others. We are therefore caught up in a frenzy of trying to figure out not only what organizational learning is but how to do it and how to do it faster than the competition.<br />In that frenzy I find more optimism than realism. Learning and the change that inevitably accompanies it is a complex process, often less successful than we would like it to be, a source of joy when it works, but a source of pain and tension when it does not. The result of shared learning in a group is what we come to call the culture of the group, so if further learning is needed, we face the difficult problem of unlearning, of giving up something that we have come to value because it made us successful in the past. Much of the explanation of why learning to learn is so difficult therefore has to do with culture, so it is incumbent upon us to understand more about the interaction of culture and learning, and to identify, if possible, what the elements of a culture might be that would truly facilitate learning to learn<br />(Edgar H. Schein May 19, 1994 )<br />PERTEMUAN 10<br />SISTEM INFORMASI MANAJEMEN<br /><br /><br />v Analisis sistem<br />Dalam menerapkan sistem informasi terlebih dahulu perlu dilakukan analisis sistem, hal ini dimaksudkan agar sistem benar-benar aplikabel dalam suatu kerangka organisasi tertentu. Analisis sistem merupakan suatu upaya untuk mencari secara spesifik hal-hal yang dibutuhkan dalam suatu sistem baik oleh pemakai sistem maupun ruang lingkup pekearjaan sistem. Dalam melakukan analisis sistem seorang analis sistem harus melakukan penelitian secara umum sebelum melakukan analisis secara terinci.<br />v Rasional analisis sistem<br /> Terdapat beberapa pertimbangan kenapa diperlukan analisis sistem dalam suatu organisasi pertimbangan tersebut antara lain :<br />1. Problem solving. Sistem yang ada/sedang berjalan tidak dapat berfungsi dengan baik (tidak efektif dan efisien) sehingga perlu diperbaiki<br />2. New regulation. Adanya aturan baru baik dalam masalah keuangan maupun Sumberdaya lainnya akan menuntut suatu perubahan tertentu dalam mekanisme organisasi termasuk dalam sistem informasi<br />3. New policy. Kebijakan baru yang dikeluarkan oleh pimpinan puncak akan berakibat pada perlunya upaya-upaya penyesuaian dalam pengelolaan sistim informasi, sehingga sistem yang ada perlu dikaji dan dianalisis kembali<br />4. New technology. Penggunaan teknologi baru akan berimplikasi pada perubahan dalam penataan dan pengelolaan serta mekanisme organisasi, sehingga diperlukan penyesuaian sesuai dengan tuntutan penggunaan teknologi baru tersebut, untuk itu penerapannya memerlukan anaisis sistem yang cermat.<br />5. System improvement. Terkadang akibat perubahan lingkungan eksternal yang sangat cepat berakibat pada kesulitan sistem internal beradaptasi, untuk itu perlu dilakukakan upaya perbaikan sistem, yang sebelumnya sudah tentu diperlukan analisis atas sistem yang ada/sistem yang sedang berjalan<br />v Menentukan luas analisis sistem<br />Analisis sistem merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan pertanyaan (sebagai pedoman umum)<br />1. apa yang harus dicakup dalam suatu sistem (termasuk sistem yang baru) secara umum<br />2. informasi apa yang diperlukan<br />3. siapa yang memerlukan informasi, dimana dan dalam bentuk apa<br />4. dari mana dan dalam bentuk apa informasi yang dikumpulkan<br />5. bagaimana data/informasi tersebut dikumpulkan<br />pertanyaan-pertanyaan tersebut akan dapat membantu dalam menentukan luas analisis sistem, disamping sudah tentu ketersediaan dana dalam pelaksanaan analisis sistem tersebut.<br /> Dalam upaya tersebut diperlukan langkah-langkah pengumpulan fakta dengan kerangka kerja melalui kegiatan :<br />1. analisis tingkat keputusan. Mencari informasi pada tingkatan pimpinan yang berperan sbagai decision maker<br />2. analisis arus informasi. Mencari informasi guna mengidentifikasi informasi apa yang dibutuhkan, oleh siapa, dan darimana informasi itu diperoleh serta perangkat keras apa yang dipergunakan<br />3. analisis Input-Output. Mengidentifikasi input-output dari suatu bagian serta organisasi secara keseluruhan<br /> dalam upaya tersebut proses identifikasi dapat dilakukan melalui kegiatan wawancara. 2. observasi. 3. penggunaan angket/studi dokumentasi<br />SIX C’S OF CAPABILITY<br />Also at this stage I invented my own definition of capability because it was fun and because it was easy to memorise. It was taken up, slightly adapted, by the RSA. Capability can be analysed into five or six capacities that an educated human being ought to be able to develop. In the hope of showing that I was reasonably respectable as far as the academic world was concerned, I first wanted to get across the idea that a capable person must understand and acquire the necessary knowledge as the basis for sensible action: COMPREHENSION. But I hurriedly went on to say that that is not enough. You may be able to swallow the Encyclopaedia Britannica but you can still be pretty much of a fool at the end of it. Indeed I have to say that in my long career I have met people with double firsts and the highest post-doctoral qualifications who are quite incapable of purposive and sensible action, because COMPREHENSION is the main attribute that examinations are designed to assess.<br />Next, the educated individual should have a proper sense of values, otherwise he or she has no background against which to decide between truth and error, between goodness and wickedness or between beauty and ugliness and I called that CULTIVATION, which is a useful word in that it implies both a method of achieving these virtues and an end-product, so that I would ask the higher education system to produce cultivated people. Those two — COMPREHENSION and CULTIVATION — I am willing to concede have always been a part of the armoury of traditional higher education but I can think of at least four other human qualities which were of equal importance but much more difficult to produce through the educational process.<br />Next, COMPETENCE, by which I meant the application of specialised knowledge such as that of the lawyer, the doctor or the technician. Not only do they have to know everything about the theory of their craft but they also have to practise it and apply it in a wide range of difficult circumstances. And again it is possible to educate somebody in such a way that he or she can reproduce the relevant textbooks but never competently apply them. The same goes for lawyers and even, I am afraid, teachers.<br />Then comes the development of a very remarkable human capacity, CREATIVITY, which is the quality though which most of the great things in the world have been introduced. I have a simple faith that every human being who is born brings something potentially new and important into the world. We vary enormously in our capacity for CREATIVITY but we all have it in some degree. One of the tasks of education is to find some way of giving release to this capacity, through the arts or in other ways. One might achieve all four outcomes or virtues that I would like to see education empower people with — COMPREHENSION, CULTIVATION, COMPETENCE and CREATIVITY — and still be a very isolated and selfish individual. One necessary part of this whole process, therefore, must be to help people to understand that they are not islands, as John Donne put it, but that they are connected to all their fellows: COOPERATION. Finally, there seems to me still to be a vital attribute whose development ranks too low among the educator’s major aims. I am thinking of a person’s general capacity to manage his own life, to cope with his environment, to profit from experience, to master what used to be called the art of living, to reach sensible decisions and act on them. To call this quality ‘gumption’ or ‘nouns’ is to incur the charge of vulgarity; to call it ‘wisdom’ verges on the high-faluting; to call it ‘lifemanship’ lacks seriousness. I settle for COPING.<br />I was sometimes urged to add yet another ‘C’, confidence. However, I do not see confidence as a target or a goal at which the educator aims. I see it as the outcome of the kind of education that I have tried to describe. I can think of no way of producing confidence, other than by developing the six Cs.<br />CAPABILITY VOLUME 1(1) 1994<br />PERTEMUAN 11<br />SISTEM INFORMASI MANAJEMEN<br /><br /><br />v Desain sistem<br />Desain (design) merupakan upaya untuk menggambarkan, merencanakan, pembuatan sketsa atau penyusunan elemen-elemen menjadi sutu kesatuan yang utuh. Desain sistem berarti memadukan sistem sebagai suatu keseluruhan. Dalam melakukan desain sistem, analis sistem harus sudah mengetahui paling tidak tiga hal yaitu :<br />1. keluaran/output<br />2. masukan/input<br />3. file-file yang dibutuhkan<br />dalam tahap permulaan langkah penentuan desain konseptual (sering dipadankan dengan feasibility design/gross design/high level design) sangat penting, mengingat hal ini akan sangat berpengaruh pada arah dan kejelasan sistem informasi manajemen yang akan digunakan. Adapun input untuk desain konseptual adalah :<br />1. rumusan singkat mengenai kebutuhan informasi manajemen<br />2. seperangkat sasaran manajemen untuk SIM<br />adapun tugas-tugas pokok dalam melaksanakan desain konseptual menurut Murdick et.al adalah :<br />ü mendefinisikan masalah secara terinci<br />ü menyaring sasaran manajemen untuk menetapkan sasaran sistem<br />ü menetapkan kedala sistem<br />ü menentukan kebutuhan dan sumber informasi<br />ü mengembangkan desain-desain alternatif dan memilih salah satunya<br />ü mendokumentasikan desain sistem konseptual<br />Mendefinisikan masalah bermakna bahwa sebelum melakukan pendesaian sistem maka analisis sistem perlu menalami masalah-maslah yang dihadapi oleh suatu sistem yang sudah ada atau oleh bidang kerja organisasi yang akan disusun rancangan sistemnya. Hal ini dimaksudkan agar nantinya sistem yang diterapkan dapat dengan tepat menjawab/memecahkan masalah yang dihadapi oleh organisasi/atau masalah yang mungkin dihadapi.<br />Setelah dapat mengidentifikasi permasalahan yang ada, maka dapat diketahui sasaran manajemen yang ingin dicapai, dan apabila sasaran tersebut cukup bervariasi dan beragam, maka analis sistem harus berupaya menyaring sasaran utama yang dapat mencakup/memenuhi sasaran lainnya, hal ini tidak sederhana sehingga perlu pengkajian dan diskusi dengan para akhli serta pihak intern organisasi, agar penyaringan sasaran tepat<br />Menetapkan kendala sistem dimaksudkan agar bila sistem telah diterapkan kendala-kendala tersebut dapat diminimalisir atau bahkan dihilangkan, atau apabila dikenakan pada sistem yang ada, diharapkan agar sistem baru yang diterapkan dapat terhindar dari kendala-kendala tersebut. Kendala dapat terjadi dalam unsur hardware maupun software atau bahkan keduanya, disamping kendala SDM.<br /> Langkah berikutnya adalah menentukan informasi apa yang dibutuhkan, ini tergantung kepada siapa yang membutuhkan, top manajemen berbeda kebutuhan informasinya dengan middle manajemen ataupun karyawan operasional baik dalam keluasannya maupun lingkupnya. Sesudah itu tentukan dari mana informasi itu dapat/harus diperoleh apakah murni dari pihak intern organisasi atau harus melibatkan unsur di luar organisasi.<br /> Apabila langkah-langkah tersebut sudah dilakukan maka perlu dirumuskan/dikembangkan desain sistem yang mungkin diterapkan, oleh karena itu perlu dikemukakan alternatif-alternatif sistem agar memungkinkan dilakukan pemilihan sistem yang paling aplikabel. Langkah ini penting dan akan sangat bermanfaat guna mempelajari kelibihan dan kekurangan masing-masing desain sistem, sesudah iru kalau mungkin memadukannya untuk meminimalisir/menghilangkan kekurangan-kekurangannya.<br /><br />EDUCATION FOR ACTION<br /><br />Meanwhile, in order to clarify my mind on this I read any books I could find that I thought might have some real influence on my thinking. One of them was The Aims of Education by the great organic philosopher, A.N. Whitehead. He emphasized that the acquisition of knowledge was not the ultimate criterion of an educated person. Whitehead made it clear to me that a properly educated person should develop the capacity to cope with his life satisfactorily and that knowledge was not an end in itself but the means to purposive and rational action. This belief, or prejudice as you may think, was greatly reinforced when I read a remarkable book by Professor John Macmurray called The Self as Agent, where he articulated, with all the skill of a trained philosopher, the relationship between knowledge and action. He made it even clearer to me that knowledge was for the use and benefit of mankind (as Bacon put it), and that rational action inevitably included knowledge, but that knowledge alone got you nowhere until you learned how to apply it.<br />This belief was confirmed when I happened upon a statement by William Temple, a former headmaster of Rugby, that the most disastrous moment in the history of Europe was when Rene Descartes remained for a whole day shut up alone in a stove and invented the aphorism ‘Cogito, ergo sum’. Temple’s judgment has been subsequently endorsed by many eminent philosophers, including Karl Popper and Anthony Kenny. It was Temple, too, who wrote that:<br />‘the aim of education is to develop everything about a man that distinguishes him from an animal or a machine, the discipline of intelligence, the quickening of imagination and the widening of sympathy.’.<br />These were the ideas which became firmly lodged in my mind, although there was not a great deal I could do about it during the next six years when I was in charge of the Schools Branch. It was part of the wisdom of the time that the Ministry were not allowed, did not want, and could not even conceivably be thought to want, to have anything to do with the curriculum. Indeed, whenever I attended an overseas conference for the Ministry, I used to boast that, unlike any of our benighted neighbors in Europe, the Ministry had nothing to do with the curriculum which was entirely under the direction of the headmaster and staff of his school with some loose superintendence from the governors of the school (CAPABILITY VOLUME 1(1) 1994)<br /><br /><br /> PERTEMUAN 12<br />SISTEM INFORMASI MANAJEMEN<br /><br /><br />v Implementasi sistem<br />Desain sistem yang sudah dipilih baik itu untuk mengisi sistem baru maupun mengganti sistem yang lama dalam penerapannya perlu dilakukan secara hati-hati, hal ini berkaitan dengan kemungkinan terjasinya kendala yang sipatnya praktis yang belum terpikirkan dalam model desain yang dipilih<br />Terdapat beberapa tahapan yang perlu diperhatikan dalam implementasi sistem antara lain :<br />Ø Tahapan uji coba<br />Ø Tahapan evaluasi<br />Ø Tahapan perbaikan/revisi<br />Ø Tahapan penerapan sistem<br />Tahapan uji coba merupakan tahapan penerapan sistem dengan suatu pengawasan yang cermat pada tiap-tiap sub sistem, tahapan ini pada dasarnya merupakan implementasi sistem yang sebenarnya dalam kondisi yang sebenarnya juga, sehingga apa yang terjadi pada tahapan ini itulah yang akan terjadi dalam penerapan sistem selanjutnya. Seorang analis sistem dalam tahapan ini paling tidak melakukan dua hal penting yaitu<br />Ø Mencatat masalah/kejadian penting yang merupakan suatu penyimpangan dari yang seharusnya<br />Ø Melakukan langkah koreksi/perbaikan darurat agar uji coba dapat terlaksana sampai selesai sesuai yang direncanakan<br />Ø Menghentikan uji coba apabila terjadi penyimpangan yang sangat fatal apalagi jika membahayakan<br />Apabila desain sistem yang dibuat dimaksudkan untuk mengganti sistem yang sudah ada maka uji coba perlu dilakukan secara bersama-sama, cara ini akan sangat bermanfaat karena dapat sekaligus membuat suatu perbandingan antara sistem yang akan menjadi pengganti dengan sistem yang akan digantikannya, meskipun desain sistem baru mengacu pada upaya peningkatan kinerja sistem yang sudah ada sehingga secara umum sudah diketahui masalah-masalah yang dihadapinya sebagai hasil analisis sistem sebelum desain sistem baru dibuat.<br /> Tahapan evaluasi merupakan tahapan yang bisa dilakukan selama uji coba berlangsung atau sesudah uji coba selesai, namun evaluasi secara menyeluruh biasanya dilakukan sesudah uji coba tuntas. Apabila hasil evaluasi menunjukan masih banyak masalah maka langkah revisi harus dilakukan baik itu revisi partial maupun revisi total, dengan acuan utamanya efektivitas dan efisiensi sistem, sesudah tahapan-tahapan tersebut selesai barulah sistem tersebut dilaksanakan sepenuhnya.<br /><br />Gambar 12.1 bagan langkah implementasi sistem<br /><br />DESAIN SISTEM<br /><br />UJI COBA SISTEM<br /><br /><br />1. pencatatan<br /> masalah<br /><br />2..perbaikan<br /> langsung<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />EVALUASI SISTEM <br /> OK<br /><br /> TIDAK<br /><br />REVISI SISTEM <br /><br />PENERAPAN SISTEM<br /><br /><br /><br /><br />v Metode penerapan sistem<br />Menurut Murdick and Ross setelah disain sistem selesai dibuat, dalam penerapanya terdapat empat metode yang bisa digunakan yaitu :<br />1. terapkan pada suatu organisasi yang baru dibentuk<br />2. ganti sistem lama dengan sistem baru<br />3. gantikan operasi sistim lama dengan yang baru secara bertahap pada sub-sub sistemnya<br />4. terapkan sistem lama dengan yang baru secara paralel sambil dilakukan pengalihan secara bertahap<br />sementara itu menurut McLeod proses penggantian sistem lama dengan sistem baru (cutover) dapat dilakukan dengan menggunakan metode-metode sebagai berikut :<br />1. Pilot (percontohan). Penerapan secara penuh sistem baru pada suatu cabang organisasi<br />2. immediate (serentak). Penerapan sistem baru secara penuh dan serentak pada organisasi<br />3. phased (bertahap). Penerapan sistem baru diterapkan bagian per bagian dalam suatu organisasi<br />4. Parallel (berbarengan). Sistem lama dijalankan secara bersama-sama dengan sistem baru sampai sistem baru diperiksa secara menyeluruh serta siap menggantikan sistem lama secara penuh.<br />v Tugas-tugas penerapan sistem (Murdick and Ross)<br />ü Merencanakan kegiatan penerapan<br />ü Mencari tempat dan membuat layout untuk peralatan<br />ü Menyususn organisasi personalia untuk penerapan<br />ü Menyiapkan prosedur-prosedur untuk pemasangan atau instalasi<br />ü Menyiapkan program latihan pegawai yang akan menjalankan tugas<br />ü Menyiapkan perangkat lunak dan perangkat keras yang diperlukan<br />ü Menyusun file-file serta membuat formulir-formulir yang diperlukan<br />ü Uji coba keseluruhan sistem serta menyelesaikan peralihan sistem lama ke baru<br />ü Mendokumentasikan sistem<br />ü Mengevaluasi sistem<br />ü Menyediakan pemeliharaan sistem.<br /><br /><br />Empowerment, also referred to as shared decision-making, is essential to school reform and to the changing demands in a global world. The principal is the building leader who structures the climate to empower both teachers and students at the site. Empowerment translates in to teacher leadership and exemplifies a paradigm shift with the decisions made by those working most closely with students rather than those at the top of the pyramid. It is natural that the principal should be the leader in implementing and supporting empowerment and teacher leadership.<br /> Paul M. Terry, National FORUM Journals<br /><br /> PERTEMUAN 13<br />SISTEM INFORMASI MANAJEMEN<br /><br />v Manajemen sistem<br />Dalam suatu organisasi, tanggungjawab manajemen sesudah implementasi sistem berjalan dalam operasional keseharian adalah mengelola sistem untuk mencapai produktivitas optimal. Kegiatan manajemen yang penting dalam kaitan ini adalah<br />o Monitoring pelaksanaan sistem<br />o Memelihara sistem agar tetap berjalan sesuai tujuan<br />Monitoring merupakan aktivitas pemantauan yang dilakukan secara kontinyu, langkah ini dimaksudkan untuk melihat bagaimana suatu sistem (terutama sistem yang baru) berjalan, sehingga apabila terjadi penyimpangan dapat dilakukan koreksi secara langsung. Penyimpangan yang terjadi mungkin bukan pada suatu sistem secara keseluruhan (bila desainnya sudah baik) tapi pada tataran operasional baik karena kelemahan Sumber Daya Manusia, maupun pada perangkat sistem lainnya baik unsur hardware maupun software<br />Disampaing upaya memonitor sistem, upaya memelihara sistem agar sesuai dengan tujuan penggunaannya juga merupakan aspek penting lainnya dalam mengelola sebuah sistem. Langkah pemeliharaan menuntut adanya akhli yang menguasai bagaimana beroperasinya sebuah sistem, hal ini dimaksudkan agar pemeliharaan benar-benar fokus pada sistem secara keseluruhan, meskipun penganalisisannya bisa dilakukan dengan metode factoring sistem.<br />Apabila dalam suatu organisasi tidak terdapat ahli sistem/analis sistem, maka sebaiknya dilakukan audit sistem secara periodik dengan interval waktu sesuai pertimbangan kebutuhan dan dana yang tersedia, karena memanfaatkan tenaga akhli biasanya memerlukan dana cukup besar. Adapun tipe-tipe audit antara lain :<br />1. Post-implementation Audit. Yaitu audit yang dilakukan sesudah sistem dilaksanakan sepenuhnya, dengan tujuan untuk mengidentifikasi apakah yang terjadi sesungguhnya sesuai dengan apa yang diperkirakan/diproyeksikan dalam tahap pengembangan /perancangan, oleh karena itu analis sistem yang terlibat dalam desain dan implementasi sistem tidak melakukan audit ini, melainkan sebaiknya menggunakan jasa konsultan lain agar hasilnya bisa obyektif<br />2. Routine-operation Audit. Yaitu audit yang dilakukan oleh pengawas yang sudah ditunjuk oleh sistem itu sendiri. Dalam sistem yang tidak terlalu besar, audit ini biasanya dilakukan oleh analis atau programer pemelihara.<br />3. Financial Audit. Yaitu periksaan yang berkaitan dengan laporan keuangan organisasi, untuk kemudian memberikan opini tentang kewajaran dan kesesuaian dengan dengan prinsip-prinsip akuntansi yang umum.<br />4. System Audit. Yaitu suatu pemeriksaan terhadap sistem secara keseluruhan, biasanya mencakup unsur-unsur :<br />a. Desain dan logika sistem<br />b. Logika pemrograman, sistem operasi dan komputer<br />c. Desain konfigurasi komputer<br />d. Operasi komputer<br />e. Sistem backup<br />f. Keamanan dan prosedur pengawasan<br />g. dokumentasi<br /> secara umum prinsisp dasar dalam pemeriksaan sistem adalah unsur kelengkapan dan efektivitas pengawasan dalam pelaksaan sistem yang beroperasi dalam suatu organisasi.<br />Leadership is necessary to help organizations develop a vision of what they can be, then mobilize the organization change toward vision. The contexts of leadership involve commitment and credibility (Foster, 1986) and, it is suggested here, involve a radical change in thinking to achieve leadership effectiveness (Paul M. Terry, National FORUM Journals)<br /><br /><br /><br /> PERTEMUAN 14<br />SISTEM INFORMASI MANAJEMEN<br /><br />v Evaluasi Sistem<br />Evaluasi sistem merupakan langkah penting bagi kontinuitas suatu organisasi, mengingat perubahan yang sangat cepat baik dalam dimensi internal maupun eksternal. Perubahan-perubahan yang terjadi perlu diadaptasi dengan tepat, dan untuk itu suatu sistem perlu dievaluasi dalam kaitan lingkungan organisasi yang lebih luas.<br />Menurut Phi Delta Kappa “Evaluation is the process of delineating, obtaining, and providing useful information for judging decision alternatives. Dengan mengacu pada pengertian evaluasi sebagaimana dikemukakan dimuka, dapat ditarik beberapa esensi dari evaluasi yaitu bahwa evaluasi merupakan suatu kegiatan yang berkesinambungan guna memberikan penjelasan terhadap obyek yang dievaluasi, upaya menjelaskan dilakukan dengan pemerolehan data-data tentang obyek evaluasi dengan mengacu pada kriteria/indikator obyek yang telah ditentukan. Data-data yang diperoleh kemudian diolah sehingga dapat menjadi suatu informasi yang berguna dalam pembuatan keputusan. Keputusan-keputusan dalam kenyataannya banyak sekali kemungkinan-kemungkinannya, oleh karena itu apa yang dilakukan oleh aktivitas evaluasi dapat membantu mempertajam pemilihan keputusan yang akan diambil.<br />Menurut Prof Abin Syamsuddin dalam tulisannya Penilaian Program Pendidikan mengemukakan bahwa seyogyanya penilaian program pendidikan memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :<br /> i. Berorientasi pada tujuan<br /> ii. Bersifat komprehensif<br /> iii. Menggunakan berbagai pendekatan<br /> iv. Serasi dan berkesinambungan<br /> v. Berfungsi ganda (untuk berbagai keperluan)<br /> vi. Berorientasi pada kriteria keberhasilan<br />dengan memperhatikan syarat-syarat tersebut nampak jelas bahwa evaluasi perlu dilakukan secara cermat agar dapat diperoleh suatu informasi yang tepat, akurat dan bermanfaat bagi suatu perbaikan pelaksanaan program/sistem atau penggantian sistem/program yang lebih memungkinkan guna mencapai tingkat efektivitas yang tinggi, hal ini juga berarti posisi evaluasi sangat penting dalam suatu sistem.<br /> Dilihat dari tingkat kepentingannya evaluasi dapat dikelompokan ke dalam evaluasi imperatif yakni evaluasi yang dapat menyatakan pentingnya implementasi dan operasional sistem baru,dan evaluasi desireable yaitu evaluasi berkaitan dengan unsur-unsur yang dibutuhkan dalam suatu sistem akan tetapi tidak mendesak.<br />Terdapat beberapa model dalam evaluasi sistem yaitu :<br /><br />§ I-P-O (Input-Proses-Output)<br />§ I-P-O-I (Input-Proses-Output-Impact)<br />§ C-I-P-O-I (Context-Input-Proses-Output-Impact)<br />§ 3P (Program-Process-Product)<br /><br />model-model tersebut pada dasarnya dapat dipergunakan sesuai dengan kebutuhan dan tujuan evaluasi yang telah ditentukan, yang penting evaluasi yang dilakukan harus mengarah pada upaya perbaikan dalam kinerja organisasi dalam hal efektivitas dan efisiensi atau produktivitas organisasi, terlebih-lebih bagi suatu organisasi bisnis.<br /><br />v Tujuan evaluasi<br /><br />Pada dasarnya tujuan evaluasi adalah untuk menilai bagaimana pelaksanaan suatu program baik itu dalam penerapan sistem baru maupun melihat efektivitas dan efisiensi pelaksanaan sistem yang sudah berjalan. Dengan langkah ini pimpinan suatu organisasi akan dapat menentukan langkah-langkah yang diperlukan agar pelaksanaan suatu kegiatan dapat berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.<br /><br />Disamping itu dalam kaitannya denga delegasi wewenang evaluasi juga dapat digunakan untuk melihat bagaimana akuntabilitas para pegawai dalam mengimplementasikan suatu sistem atau program/kebijakan yang telah digariskan, disamping itu evaluasi juga dapat menjadi sarana untuk memonitor seluruh kegiatan organisasi dengan maksud untuk melakukan perbaikan yang diperlukan.<br /><br />Adapun alasan-alasan melakukan evaluasi (program) dalam suatu organisasi menurut Emil J. Posavac dalam bukunya Program evaluation: Methods and case studies (1992) adalah :<br /><br />1. fulfillment of accreditation requirement<br />2. accounting for fund<br />3. answering requests for information<br />4. choosing among possible program<br />5. assisting staff in program developement and improvement<br />6. learning about unintended effects of programs<br /><br /><br />What could I be doing to improve my performance?<br />Be reflective. Take time to ask these questions of yourself. Respond through journal entries, through mapping out a plan for change/action, including possible professional development and involvement in school activities, through evaluation of your teaching program and through examination of student's learning outcomes.<br />Be prepared to work collaboratively. Plan with other teachers. Establish situations where you can work in a team with colleagues, making the most of everyone's expertise. Watch other teachers and select effective teaching strategies to try. Seek feedback from colleagues on your own performance. Include parents in your planning. Include students in your planning.<br />Be actively involved in your own professional learning, in your students' learning, with parents/carers, in school activities and in the development of your school as an effective, quality provider of educational service.<br />Recognize the qualities of an effective learning environment and plan for communication and cooperation within your community of learners, collaboration and collegiality to seek improvement, an environment conducive to learning, shared common goals, and order and discipline to ensure an educationally productive environment that promotes safety and a positive outlook.<br />PERTEMUAN 15<br />SISTEM INFORMASI MANAJEMEN<br /><br /><br />v Teknologi Informasi<br />Teknologi adalah penerapan ilmu pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari dengan maksud untuk mempermudah kehidupan manusia. Semua itu sangat terasa dewasa ini dimana banyak fasilitas-fasilitas yang dibuat manusia telah dapat membantu menyelesaikan berbagai masalah yang pada masa lalu mungkin dianggap cukup sulit, meskipun perlu juga disadari bahwa teknologi bukan segala-galanya.<br />Diantara hasil karya manusia yang cukup dominan dewasa ini adalah berkembangnya mesin pintar yaitu komputer dengan kemampuan yang cukup mengagumkan serta perkembangan teknologinya yang sangat cepat baik dalam hardware-nya maupun software-nya. Semua ini jelas sangat berpengaruh juga dalam cara penataan informasi yang perkembangannya tidak lagi linier namun sangat akseleratif baik dalam kuantitas maupun kualitasnya. Keadaan ini jelas berpengaruh juga pada sistem informasi manajemen, sehingga dewasa ini sangat sulit untuk membicarakan SIM tanpa memperhatikan penggunaan komputer, meskipun pada dasarnya SIM itu bisa juga berjalan tanpa penggunaan Komputer.<br />v Manusia dan Komputer<br />Meskipun penggunaan dapat meningkatkan kemampuan dalam mengelola informasi, namun manusia tetaplah merupakan faktor utama, komputer mampu mengelola/mengolah data dengan cepat dengan presisi tinggi, namun tetap saja pembuatan keputusan harus dilakukan oleh mannusia, karena komputer tidak dapat berpikir seperti manusia, oleh karena itu dalam dunia komputer dikenal istilah GIGO (garbage in garbage out) yang masuk sampah keluar juga sampah, dalam konteks ini peran manusia sebagai pengguna komputer menjadi sangat dominan, jika data yang dimasukan ke komputer salah maka outputnya juga salah dan kesalahan itu jelas terletak pada aktivitas manusianya bukan komputer (kecuali jika yang digunakan komputer rusak sehingga processing oleh komputer tidak normal, oleh karena itu jangan gunakan komputer yang tidak normal).<br />v Sistem komputer<br />Pada dasarnya komputer merupakan sebuah sistem, dan sebagai suatu sistem di dalamnya terdiri dari sub-sub sistem terintegrasi yang terdiri dari perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software), dalam penggunaannya terdapat satu unsur penting lainnya yaitu sumberdaya manusia (brainware). Perangkat keras tidak dapat bekerja tanpa perangkat lunak, begitupun sebaliknya. Perangkat keras dan perangkat lunak keduanya bekerja karena dipandu oleh brainware. Oleh karena itu optimalisasi peran komputer sangat tergantung kepada interaksi ketiga perangkat tersebut . hubungan tersebut bila digambarkan nampak sebagai berikut :<br /><br /><br />Sistem Komputer<br /> <br /><br /><br /><br /><br />Hardware<br /><br /><br />Software<br /><br /><br />Brainwawe<br /> <br /><br /><br />System Software<br /><br /><br />Output Devices<br /><br /><br />Application Software<br /><br /><br />Programming language<br /><br /><br />Word Processor spreadsheet<br /><br /><br />Sistem Informasi<br /><br /><br />Paket aplikasi lainnya<br /><br /><br />Input Devices<br /><br /><br />I/O Devices<br /> <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /> Bagan Sistem komputer dan Hubungan antar elmen komputer<br />q Perangkat keras Komputer<br />Perkembangan teknologi yang sangat cepat telah mendorong perkembangan dalam perangkat keras komputer pun berkembang sangat pesat. Dalam perkembangan tersebut terlihat bahwa spesifikasi dan konfigurasi komputer berubah total. hal ini terlihat dari perubahan-perubahan baik dalam kecepatan maupun dalam kemampuan pengelohan data, berikut ini akan digambarkan perkembangan konfigurasi komputer mulai tahu 1979 sebagaimana terlihat dalam tabel berikut :<br /><br />Tabel perkembangan teknologi Komputer<br />Tahun<br />prosesor<br />Komputer<br />Clock Speed (MHz)<br />1979<br />8086/8088<br />IBM PC/XT<br />4 – 8<br />1982<br />80286<br />AT 286<br />8 – 28<br />1985<br />80386DX<br />AT 386<br />16 –33<br />1989<br />80486DX<br />AT 486<br />25 –66<br />1993<br />80586<br />PENTIUM<br />60 – 66<br />1995<br />80586<br />PENTIUM PRO<br />166 – 200<br />1997<br />80586<br />PENTIUM MMX<br />150 – 233<br />1997<br />80586<br />PENTIUM II<br />233 – 300<br />1999<br />80686<br />PENTIUM II<br />300 – 600<br />2000<br />80686<br />PENTIUM III<br />300 – 850<br />2001<br />80686<br />PENTIUM IV<br />1300 -<br /><br />Secara umum hardware komputer terdiri atas CPU (central processing unit), peralatan pheripheral (peralatan input/output) dan peralatan penyimpanan. CPU mempunyai unit kontrol dan unit aritmetik lojik. Control Unit dan ALU mempunyai bagian yang dinamakan register yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara tahapan dari instruksi progra dan data yang akan dipindahkan dari memori utama/main memory ke dalam CPU sebelum proses dimulai, sedangkan peralatan penyimpanan terdiri dari main memory dan auxiliary storage. Main memory merupakan bagian terpisah dari CPU tetapi memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan CPU. Main memory menyimpan program sistem operasi, program aplikasi dan data yang digunakan saat itu, bila digambarkan nampak sebagai berikut :<br /><br />MAIN MEMORY<br />(RAM)<br /><br /><br /><br /><br />OUTPUT<br /><br /><br /><br /><br />INPUT<br /><br />Unit Kontrol<br />Unit Aritmetik Lojik<br /><br /><br /><br /><br />CENTRAL PROCESSING UNIT (CPU)<br /><br /><br /><br /><br />DISK<br /><br />DISK<br /><br /><br /> <br />o Unit Kontrol<br />Unit kontrol pada dasarnya berfungsi sebagai traffic controller dalam hal penentuan hal-hal yang harus dilakukan dan kapan dilakukannya. Cointohnya, perintah untuk membaca data dari auxiliary storage akan ditransfer ke memori utama untuk kemudian diproses di unit aritmetik-lojik, dan hasilnya dikirim kembali ke memori utama untuk kemudian dikirimkan ke peralatan output.<br />o Unit Aritmetik-lojik<br />Tugas yang diperankan oleh unit ini adalah :<br />1. melaksanakan proses aritmetik (perhitungan<br />2. melaksanakan operasi logika untuk penentuan nilai.<br />3. membantu mekanisme penentuan keputusan bagi unit kontrol<br />o Peralatan masukan dan keluara (Input/Output Devices)<br />Peralatan input merupakan alat untuk memasukan data dan program yang akan diproses, menerjemahkan kode agar dikenal oleh komputer, dan mengurimkan data/program berbentuk bit ke peralatan penyimpanan. Adapun peralatan input antara lain :<br />1. magnetic ink reader. Alat untuk mendeteksi tulisan tinta<br />2. optical character reader. Pendeteksi tulisan tangan atau cetak pada kertas dengan menggunakan sinar<br />3. bar code scanner. Untuk membaca kode produk universal (universal product code), umumnya dipergunakan di perpustakaan dan supermarket.<br />4. light pen. Alat untuk memodifikasi gambar atau data secara langsung pada layar monitor.<br />5. touch Screen. Sentuhan pada area tampilan visual untuk memilih menu.<br />6. voice recognition. Alat yang dapat mengenali suara dalam memasukan input pada komputer.<br />Sementara itu peralatan outpun antara lain :<br />1. Printer. Untuk mencetak file yang diinginkan.<br />2. Plotter . dipergunakan untuk gambar, peta, diagram, atau blue print yang bermutu tinggi.<br />o Peralatan Penyimpanan (Storage Devices)<br />1. Penyimpan utama/Primary storage/main memory. Terdiri atas ribuan sel memori atau lokasi penyimpanan. Setiap lokasi memiliki satu alamat untuk melakukan storage and retrieva. Jumlah lokasi storage biasanya dinyatakan dalam satuan Kilobyte (KB = 1024 Byte) atau megabyte (MB = 1024 KB)<br /><br />2. secondary storage/penyimpanan sekunder. antara lain Terdiri dari Floppy disk (populernya disket), Hard disk, Magnetic type, optical disk.<br />PERTEMUAN 16<br />SISTEM INFORMASI MANAJEMEN<br /><br /><br />q Perangkat lunak (software)<br />Perangkat lunak merupakan sekumpulan perintah, program, prosedur, dan dokumentasi yang dapat dipahami oleh komputer guna mengatur sistem komputer dalam melakukan tugas-tugas tertentu. Perangkat lunak dapat dibagi pada dua kelompok besar yaitu :<br />1. System software (perangkat lunak sistem).<br />2. Application software (perangkat lunak aplikasi)<br />System software mereupakan sekumpulan program-programyang melakukan fungsi-fungsi dasar sistem komputer seperti mengontrol dan mengkoordinasikan operasi berbagai tipe peralatan sistem komputer. Software ini dapat diklasifikasikan menjadi :<br />Ø Sistem operasi (operating system) yang berfungsi sebagai interface antara hardware dengan user.<br />Ø Utility program (program alat bantu)<br />Ø Program komunikasi<br />Adapun tugas-tugas sistem operasi antara lain adalah :<br />v Mengatur operasi input dan output<br />v Mengatur penempatan data/program pada memori<br />v Mengatur manajemen file.<br /><br />Sofware sistem lainnya yang penting adalah program alat bantu yang berfungsi untuk memformat disket, meng-copy file atau manajemen direktori. Beberapa program bantu disertakan bersamaan dengan sistem operasinya, namun ada juga yang harus di-install tersendiri seperti Disk toolkits, data compression utility, backup utility program, virus protector. Beberapa contoh program bantu adalah :<br />v Symantec’s Norton Utility. Untuk memperbaiki data yang hilang atau rusak serta meningkatkan kecepatan dan kinerja hardware.<br />v McAffee Vurus Scan. Untuk menindungi sistem dari ancaman virus komputer<br />v Text Editor. Untuk memperbaiki teks dalam file yang bukan bagian dari dokumen pemroses kata<br />v Device Driver. Membantu program aplikasi mengenali berbagai piranti hardware<br />v Spooling program. Mengelola output ke printer serta membebaskan CPU dan RAM dari pekerjaan jika output telah tercetak ke printer.<br />Application software. Adalah perangkat lunak aplikasi yeng terdiri atas kelompok word processing, spreadsheet, manajemen database, dll. Beberapa contoh perangkat lunak Aplikasi<br />No<br />Jenis<br />Perangkat lunak aplikasi<br />1. <br />Word Processing<br />1. MS-Word (Microsoft)<br />2. WordStar for Window (WordStar International)<br />3. CA-Textor (Computer Association)<br />4. LotusWrite(Lotus Development Corporation)<br />5. Professional Write Plus (Software Publishing Corporation)<br />6. Easy Working for Window (Spinnake Software)<br />2. <br />Spreadsheet<br />1. Excel (Microsoft)<br />2. Lotus 1 2 3 for Window (Lotus Development Corporation)<br />3. Quatro Pro for Window (Borland International)<br />4. Improve for Window (Lotus Development Corporation)<br />3. <br />Database<br />1. FileMaker Pro (Claris Corporation)<br />2. AceFile (AceSoftware)<br />3. dBase for Window (Borland International)<br />4. FoxPro for Window (Microsoft)<br />5. SuperBase (Software Publishing Corporation)<br />4. <br />Analytical Graphic<br />1. Lotus 1 2 3 for Window (Lotus Development Corporation)<br />2. Excel (Microsoft)<br />3. MS-Word (Microsoft)<br />5. <br />Graphic Presentation<br />1. Aldus Persuation (Aldus Corporation<br />2. Harvard Graphics (Software Publishing Corporation)<br />3. Freelance (Lotus Development Corporation)<br />4. Power Point (Microsoft)<br />6. <br />Illustration Graphics<br />1. Delta Graph Pro (Delta Point)<br />2. Aldus Freehand (Aldus)<br />3. Harvard Draw (Software Publishing Corporation)<br />4. McDraw (Claris)<br />5. Adobe Illustrator (Adobe System)<br />7. <br />Photo Image Editor<br />1. Adobe Photoshop (Adobe System)<br />2. Photostyler (Aldus)<br />8. <br />Computer Aided Design<br />1. AutoCAD (Autodesk)<br /> Perangkat keras untuk dapat berfungsi memerlukan sistem operasi dan proglam aplikasi secara bersamaan, adapun hubungan antara hardware, system software, dan sofware aplikasi dengan pengguna dapat dilihat dalam gambar berikut :<br />Application software<br />System software<br /><br />HARDWARE<br />USER<br /><br /><br /><br /><br />Lima tugas manajemen yang saling berkaitan antara perencanaan strategis dan proses penerapan strategi, yaitu :<br />(1) Memutuskan apa jadinya nanti organisasi itu dan membentuk visi stratejik mengenai dimana organisasi sekarang harus dipimpin, yang sebenarnya menanamkan ke dalam organisasi sadar tujuan memberikan arah jangka panjang, dan memantapkan misi yang jelas dan harus dicapai. (2) menjadikan visi keyakinan dan misi dstratejik menjadi sasaran yang dapat diukur serta target-target kinerja. (3) Memahirkan strategi untuk mencapai hasil-hasil yang diinginkan. (4) Menerapkan dan melaksanakan strategi yang terpilih secara efisien dan efektif. (5) Mengevaluasi kinerja, meninjau kembali perkembangan baru, dan berprakarsa untuk penyesuaian perbaiakan dalam arah sasaran, strategi jangka panjang atau penerapan menururt tinjauan pengalaman aktual, kondisi yang berubah-ubah, gagasan baru dan peluang-peluang baru. (Prof.Dr. H. Ismaun, M.Pd. Guru Besar UPI)<br /> <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br /><br />Adler, Ronlad B. dan Jeanne Marquardt Elmhorst. Communicating at Work: Principles and Practices for Business ard Professions. 5th Ed. New York: McGrawHill, 1996.<br />Arwani, Agus, Informatika Komputer, Pekalongan: TT, 2007.<br />Berko, Roy, M., Andrew D. Walvin dan Darlyn R. Wolvin. Communicating A Social and Carrier Focus. 6th Ed. Boston: Houghton Mifflin Coy. 1995.<br />Burch, John dan Gary Grudnitski, Information System : Theory and Practice, fifth Edition, New York: John Wiley & Sons, 1989.<br />Burt Scanlan & J. Bernard Keys, Management and Organzaitional Behavior, Canada: John Wiley & Sons Inc, 1979.<br />CAPABILITY VOLUME 1(1) 1994.<br />Edgar H. Schein May, Management Information Systems, 1994.<br />Fred Luthans, Organizational Behaviour, McGraw Hill Int. Edition, 1995.<br />George Scott, Priciple of Management Information Systems, New York: McGraw-Hill Book Company, 1986.<br />Hani, T. Handoko, Manajemen, Yogyakarta: BPFE, 2006.<br />Harold Koontz, Cyril O’ Donnell & Heinz Weihrich, Management, Tokyo: Mc Graw Hill Inc, 1980.<br />Himstreet, William C. Wayne Murlin Baty dan Carol M. Lehrnan. Business Communication. Belmont: Wadsworth Publishing Coy. 1993.<br />James O Brein, Management Information Systems, Edisi 9, Upper Saddler River NJ: Pearson Pretice Hall, 2004.<br />Kenneth C. & Jane P. Loudon, Management, 1996.<br />Kesali, Rhenald. Manajemen Public Relations Konsep dan Aplikasinya di Indonesia. Jakarta: Grafitipers. 1994.<br />Lesly, Philip (ed.). Handbook of Public Relations and Communication. 4th Ed. Chicago: Probus Publishing Co. 1991.<br />Louis E. Boone, David L. Kurtz, Principle of Management, 1990.<br />Manullang, M. Dasar-dasar Manajemen. Jakarta: Ghalia Indonesia. 1992.<br />Murphy, Herta A. dan Herbert W. Hildebrant.. Effective Business Communication. New York: McGraw-Hill Paul M. Terry, 1991.<br />National FORUM Journals<br />Ralph M Stair, Priciples of Information Systems: A Managerial Approach, Boston: Boyd & Fraser Publ. Co, 1992.<br />Raymon McLeod, Jr dan George Schell, Management Information Systems, Edisi 9, New Jersey: Pretice Hall, 2004.<br />Senn, James A, Information System in Management, Fourth Edition, Belmont, California: Wadsworth Publishing Co., 1990.<br />Siswanto, Bedjo. Manajemen Modern, Konsep dan Aplikasinya. Bandung: Penerbit Sinar Baru. 1990.<br />Wing Wahyu Winarno, Sistem Informasi Manajemen, Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2004.<br />Wing Wahyu Winarno, Teknologi Komputer dalam Bisnis, Yogyakarta: BP STIE YKPN, 2004.<br />Whitten, Jeffrey L., Lonnie D. Bentley, Victor M. Barlow, System Analysis & Design Methods, Second Edition, Homewood Il: Richard D. Irwin, 1989.AGUS ARWANI, SE, M.Ag.http://www.blogger.com/profile/10365088094121590944noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3357978361591417802.post-16880198478972255722008-11-09T17:38:00.000-08:002008-11-09T17:48:03.288-08:00Panduan MYOB“MODUL”<br />MYOB ACCOUNTING<br /><br />PRAKTIKUM I<br /><br />START MYOB<br /><br />1. Klik MYOB Accounting dalam menu MYOB<br />2. Pilih Create (menciptakan data baru dalam file/directory saudara)<br />3. Isikan Nama Perusahaan dan Alamat lengkap- kemudian klik Next<br />Nama Perusahaan : PT. CERDAS<br />Alamat : Jl. Pendowo 33 Kedungwuni Pekalongan<br />Telp : 0285-7413222<br />Klik Next.<br />4. Isikan<br />Current Financial Years : Tahun Keuangan Sekarang (2008)<br />Last Month of Financial Years : Akhir Tahun Keuangan (Desember)<br />Conversion Month : Bulan Konversi (Januari)<br />Period per years : 12 bulan<br />5. Klik Next- akan muncul pilihan jenis usaha.<br />Pilih salah satu perusahaan dari menu yang tersedia (105 jenis usaha) atau Pilih Build Your Own (membuat akun/rekening sendiri)- Klik Next<br />6. User ID (abaikan)-Klik Next<br />7. File Name<br />Simpan PT. Cerdas Directory Saudara- Klik Save<br />8. MYOB akan memproses dan menciptakan file baru “PT. NUSANTARA<br />9. Congratulations- Klik Finish<br />10. Masuk ke dalam MENU MYOB ACCOUNTING<br /><br />MENU MYOB<br />General Ledger (Buku Besar)<br />Cheque Book (Cek)<br />Sales (Penjualan)<br />Purchase (Pembelian)<br />Inventory (Persediaan)<br />Card File (Kartu)<br /><br />GENERAL LEDGER (BUKU BESAR)<br />Menu buku besar digunakan untuk mencatat saldo rekening-rekening buku besar. Dalam akuntansi terdapat 8 kelompok rekening buku besar, seperti rekening Aktiva, Kewajiban, Modal, dsb.<br /><br />1. DAFTAR REKENING PERUSAHAAN<br />Pada Account List gambar di bawah terdapat 8 kelompok rekening berikut:<br />Asset (Aktiva)<br />Liability (Kewajiban)<br />Equity (Modal)<br />Income (Penghasilan)<br />Cost of Sales (Harga Pokok Penjualan)<br />Expenses (Beban-beban)<br />Other Income (Penghasilan Lain-lain)<br />Other Expense (Beban lain-lain)<br />(Rekening ini dapat anda ganti dengan bahasa Indonesia)<br />Catatan: Rekening ini diisi harus sesuai dengan jenis bisnis saudara.<br /><br /><br /><br /><br />Rekening Aktiva<br />Aktiva Lancar<br />Kas<br />- Kas kecil<br />- Bank<br />Piutang Dagang<br />Piutang Karyawan<br />Bahan Habis Pakai (BHP)<br />Biaya dibayar di muka<br />Asuransi<br />Aktiva Tetap<br />Tanah<br />Gedung<br />(Akumulasi Depresiasi Gedung)<br />Peralatan<br />(Akumulasi Depresiasi Peralatan)<br />Kendaraan<br />(Akumulasi Depresiasi Kendaraan)<br />Mesin<br />(Akumulasi Depresiasi Mesin)<br /><br />2. MENGGANTI REKENING KE DALAM BAHASA INDONESIA<br />Gantilah rekening berikut dengan bahasa Indonesia:<br />- Current Asset dengan Aktiva Lancar<br />- Trade Debtor dengan Piutang Dagang<br />- Fixed Asset dengan Aktiva Tetap<br />- Dst<br />Praktik:<br />1. Sorot rekening yang akan diganti, kemudian tekan Edit.<br />2. Gantilah Current Asset dengan Aktiva Lancar, dst.<br />3. Klik Ok untuk kembali ke menu utama<br /><br />3. KODE REKENING<br />Rekening dalam akuntansi memiliki nomor sesuai dengan klasifikasi masing-masing:<br />Berikut adalah contoh beberapa kode rekening, nama rekening dan tipe rekening.<br /><br />Kode Nama Type Link Saldo<br />Rekening Rekening Rekening<br /><br />1-0000 Aktiva Header<br />1-1000 Aktiva Lancar Header<br />1-1100 Kas Header<br />1-1110 Kas Kecil Detail<br />1-1120 Bank Header<br />1-1121 Bank BRI Detail<br />1-1122 Bank MANDIRI Detail<br />1-1123 Bank BUKOPIN Detail<br />1-1200 Piutang Header<br />1-1210 Piutang Dagang Detail<br />1-1220 Piutang Karyawan Header<br />1-1221 Piutang Amin Detail<br />1-1222 Piutang Rasyadi Detail<br />1-2223 Piutang Ulfa Detail<br /><br />Catatan:<br />Account Name: adalah kode dan nama rekening yang dapat diganti sesuai dengan kebutuhan.<br /><br />Type Rekening:<br />· Header: adalah tipe rekening induk, misal aktiva, aktiva lancar, aktiva tetap, dan kewajiban.<br />· Detail: adalah tipe rekening anak, misal kas, piutang, dan peralatan, dsb.<br /><br />4. LINKED ACCOUNT (KETERKAITAN REKENING)<br />Linked Account: adalah rekening yang terkait dengan rekening lain.<br />1. Account Receivable Linked Account (Rekening yang terkait dgn Piutang Dagang):<br />Trade Debtor (Piutang Darang)<br />General Cheque Account (Cek)<br />Freight Income (Pendapatan Ongkos Angkut)<br />Deposit Received (Penerimaan Uang)<br />Discount Given (Diskon yang diberikan)<br />Service - Other Income (Pendapatan Jasa)<br />2. Account Payable Linked Account (Rekening yang terkait dengan Utang Dagang):<br />Trade Creditor (Utang Dagang)<br />Electronic Payment Clearings (Pembayaran dengan elektronik –misal ATM)<br />Freight Paid (Ongkos Angkut)<br />Deposit with Vendors (Setoran Vendor)<br />Discount Taken (Diskon yang diambil)<br />Late Fees Paid (Tunggakan pembayaran upah )<br />3. General Ledger Linked Account (Rekening-rekening Buku Besar):<br />Current Earnings (Laba tahun berjalan)<br />Retained Earnings (Laba ditahan)<br />Historical Balanced Account (Rekening saldo historis)<br /><br />Balanced: Saldo masing-masing rekening (Saldo dapat diisi atau terisi dengan sendirinya)<br /><br />Contoh Linked Account:<br /><br />Perhatikan !<br />Bank Pasifik pada Account List ditunjukkan oleh tanda Link * Rp 10.500.000., terkait dengan paying bill (Tagihan Pembayaran) yang tampak pada gambar Account Payable Linked Account Bank Pasifik dengan nomor kode 1-1111.<br /><br />LATIHAN<br />LINKED ACCOUNT<br />Beberapa rekening dalam Chart of Account saling terkait. Keterkaitan rekening tersebut berfungsi mengkoordinasikan beberapa nomor rekening untuk penyusunan laporan keuangan.<br /><br />Contoh: Tanggal 5 Juni 2002 PT CHIKA menjual barang kepada PT.AMIKOM dengan rincian sebagai berikut:<br />Vol Kode Nama Barang Harga Diskon Jumlah<br />15 A-X1 Mouse Rp 25.000 - Rp 325.000<br />10 A-X2 Motherboard Rp 750.000 10% Rp 7.500.000<br />12 A-X3 Keyboard Rp 100.000 - Rp 1.200.000<br />Total Rp 9.025.000<br />Dibayar Rp 4.000.000<br />Sisa Rp 5.025.000<br /><br /><br /><br />Langkah-langkah:<br />Sebelum transaksi dicatat, saldo rekening kelompok aktiva (Chart of Account) masih bersaldo nol.<br />Setelah pencatatan transaksi dan pengaruhnya terhadap saldo rekening dapat dilihat pada hubungan Chart of Account dengan Sales Item.<br />Dari gambar tersebut dapat disimpulkan bahwa penerimaan dari pelanggan akan mempengaruhi rekening Bank PT CHIKA dan saldo rekening yang belum dibayar akan berpengaruh pada saldo rekening Piutang Dagang (Trade Debtor).<br /><br /><br />FUNGSI-FUNGSI MENU TAMBAHAN<br />Edit : Menu ini berfungsi untuk meng-edit nama, kode dan<br />saldo setiap rekening yang ada dalam Account List.<br />Close : Sama dengan escape, yaitu keluar dari menu tersebut<br />New : Menu ini digunakan untuk mencatat nama rekening,<br />kode rekening, dan Saldo rekening yang baru.<br />History : Saldo rekening bulan atau tahun sebelumnya<br />Up : Digunakan untuk menggeser kode rekening ke kiri<br />Down : Digunakan untuk menggeser kode rekening ke kanan<br />Print : Mencetak hasil sementara<br /><br /><br />5. MENCATAT REKENING BARU DAN MENGISI SALDO AWAL<br />1. Klik tombol New- menu Edit Account akan ditampilkan<br />2. Perhatikan menu pada Edit Account:<br />Header Account (Nonpostable) – Akun Induk, seperti Aktiva, Aktiva Lancar.<br />Detail Account (Postable) – Akun Anak, seperti Kas, Piutang, dll.<br />Detail Check Account (Postable) – Akun rincian,<br />Perhatian !<br />A. Jika nonpostable dan postable tidak anda perhatikan, maka komputer meminta anda mengganti AKUN yang benar.<br />B. Masukkanlah kode akun yang benar agar tidak mengulangi pekerjaan saudara<br /><br />PRAKTIK I<br />MENCATAT REKENING/AKUN BARU:<br />1. Pilih salah satu akun pada Account Classification untuk diisi<br />2. Tulis angka 0000 di belakang angka 1, jika akun Asset (aktiva) yang akan anda isi pada Account Number- kemudian tekan Enter<br />3. Tulis Aktiva pada Account Name<br />4. Isi saldo awal pada Opening Balance (jika ada)<br />5. Klik Ok jika pencatatan rekening telah selesai atau<br />6. Klik New – untuk mencatat rekening yang baru<br />7. Klik Ok –jika pencatatan rekening telah selesai<br /><br />6. MENGISI SALDO AWAL<br />1. Isikan Saldo Awal (Opening Balance)- Lihat Soal Latihan I<br />2. (Current balance diabaikan saja)<br />3. Klik New untuk mengisi rekening lainnya atau<br />4. Klik Ok untuk kembali ke menu Account List<br />5. Lanjutkan sendiri<br /><br /><br />LATIHAN I<br /><br />PT. DINDA AYU sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang penjualan peralatan komputer memiliki data keuangan sebagai berikut:<br /><br />Aktiva Rp ?<br />Aktiva Lancar Rp ?<br />Kas Rp 50.000.000<br />Piutang Dagang Rp 50.000.000<br />Piutang PT. Naila Rp ?<br />Piutang PT. Faizah Rp 30.000.000<br />BHP Rp 1.000.000<br />Asuransi Rp 500.000<br />Aktiva Tetap Rp ?<br />Tanah Rp 200.000.000<br />Gedung Rp 150.000.000<br />Akumulasi Depresiasi-Gedung (Rp 50.000.000)<br />Kendaraan Rp 100.000.000<br />Akumulasi Depresiasi-Kendaraan(Rp 40.000.000)<br />Peralatan Rp 20.000.000<br />Akumulasi Depresiasi Kendaraan (Rp 10.000.000)<br />Kewajiban Rp ?<br />Kewajiban Lancar Rp 185.000.000<br />Utang Dagang Rp 75.000.000<br />Utang Bank Rp 100.000.000<br />Utang Gaji Rp ?<br />Kewajiban Jangka Panjang Rp 40.000.000<br />Utang Hipotik Rp ?<br />Utang Obligasi Rp 25.000.000<br />Ekuitas Rp ?<br />Modal Awal Rp 20.000.000<br />Laba Ditahan Rp 20.000.000<br /><br />Dari data tersebut isilah pertanyaan ( ? ) masing-masing di atas dengan jawaban yang benar?<br /><br /><br />PRAKTIKUM II<br /><br />MENU MYOB ACCOUNTING<br /><br />GENERAL LEDGER<br />Chart of Account (Bagan Buku Besar)<br />- Asset (Aktiva)<br />- Liability (Kewajiban)<br />- Equity (Modal)<br />- Income (Pendapatan)<br />- Cost of Sales (Harga Pokok Penjualan)<br />- Expenses (Beban-beban)<br />- Other Income (Pendapatan Lain-lain)<br />- Other Expense (Beban Lain-lain)<br /><br />7. GENERAL JOURNAL ENTRY (JURNAL UMUM)<br />Jurnal Umum: Semua transaksi berikut dicatat ke dalam Jurnal Umum:<br />1. Transaksi Setoran awal<br />2. Transaksi Pinjaman Bank<br />3. Bahan Habis Pakai (BHP)<br />4. Pembelian seluruh aktiva tetap<br />5. Penjualan seluruh Aktiva Tetap<br />6. Pembelian saham atau obligasi<br />7. Utang Bank<br />8. Membayar utang Bank<br /><br />Jurnal Berulang (Recurrying Entry)<br />Mencatat transaksi yang berulang-berulang terjadi dalam setiap bulan, misal;<br />1. Pembayaran dan penerimaan sewa<br />2. Pembayaran gaji<br />3. Pembayaran rekening listrik, telp, dan air<br />4. Depresiasi aktiva tetap<br />5. Pembayaran asuransi<br />6. Dsb<br /><br />(Cat: Penjualan dan Pembelian Barang Dagangan dicatat dalam Jurnal Penjualan dan Jurnal Pembelian)<br /><br />JURNAL UMUM<br /><br /><br />Mencatat Informasi dan Transaksi ke dalam Jurnal Umum<br />Langkah-langkah Jurnal Umum:<br />1. Isikan tanggal transaksi pada kolom Date<br />2. Isi Memo dengan keterangan singkat seperti “Setoran Awal Pemilik”<br />3. Cari atau isikan nomor rekening pada kolom Acct, misal dalam kasus di atas:<br />Arahkan kursor ke kolom Acct tekan Enter.<br />Pada kolom “Look for (Cari) anda cari rekening sesuai dengan kelompok rekening masing-masing:<br />Dalam kasus di atas, jurnal umumnya adalah Kas pada sisi debit dan Modal pada sisi kredit.<br />Langkah-langkah:<br />Debit: Cari angka 1 untuk kelompok Aktiva, dalam hal ini Kas dengan kode 1-1100 dan kemudian tekan “Use Account.” Pada kolom “Debit” anda isi angka<br />Rp 50.000.000.,<br />Kredit: Cari angka 3 untuk kelompok Ekuitas, dalam hal ini Modal dengan kode<br />3-8000 dan kemudian tekan “Use Account.” Pada kolom “Kredit” dengan sendirinya akan tertulis angka Rp 50.000.000.<br /><br />4. Record: Tekan tombol record untuk menyimpan jurnal tersebut ke dalam Buku<br />Jurnal Transaksi (Transaction Jurnal).<br />5. Buku Jurnal: Pada sisi kiri bawah anda sorot dan enter Jurnal untuk melihat apakah transaksi yang anda masukkan ke dalam buku jurnal sudah masuk atau belum.<br />6. Transaction Jurnal: Pada kolom General (Umum) anda isikan tanggal, bulan, dan tahun transaksi, misal dalam kasus di atas, dari tanggal 01/01/04 to 31/12/04. Jika isian tanggalnya benar, maka jurnal transaksi akan tercetak langsung.<br /><br />Pengertian Jurnal: Jurnal adalah tempat untuk mencatat transaksi pertama kali. Jurnal terdiri dari Debit Kredit.<br /><br />Pengertian Transaksi: Transaksi adalah kejadian-kejadian ekonomi yang mempengaruhi kekayaan perusahaan. Semua transaksi dicatat melalui jurnal<br /><br />Aturan Debit Kredit:<br />Jika Aktiva bertambah (+) maka di jurnal di sebelah debit<br />Jika Aktiva berkurang (-) maka di jurnal di sebelah kredit<br />Jika Passiva (Kewajiban + Modal) bertambah maka di jurnal di sebelah kredit<br />Jika Passiva (Kewajiban + Modal) berkurang maka di jurnal di sebelah debit<br />Pendapatan / Penjualan di jurnal di sebelah Kredit<br />Biaya / Beban di jurnal di sebelah debit<br />Prive di jurnal di sebelah debit<br /><br />JURNAL TRANSAKSI<br />Semua transaksi yang telah dicatat ke dalam Buku Jurnal Umum (General Journal Entry) dapat dilihat Jurnalnya dalam dengan cara menyorot Journal pada sisi kiri bawah General Journal Entry.<br /><br />Pada tampilan layar Transaction Journal terdapat 6 jurnal berikut:<br />General Journal (Jurnal Umum)<br />Disbursement (Jurnal Pengeluaran)<br />Receipts (Jurnal Penerimaan)<br />Sales (Jurnal Penjualan)<br />Purchase (Jurnal Pembelian)<br />Inventory (Jurnal Persediaan)<br /><br />Langkah-langkah melihat Jurnal Transaksi:<br />Date from : masukkan transaksi dari Tanggal, Bulan, dan Tahun berapa<br />To: Sampai Tanggal, Bulan dan Tahun berapa.<br />Perhatikan tanda panah sebelah kiri apakah berwarna hitam atau putih. Jika panah berwarna hitam, tandanya jurnal tidak dapat dikoreksi. Jika tanda panah berwarna putih tandanya jurnal masih dapat anda koreksi (Lihat Jurnal Koreksi)<br /><br /><br />JURNAL KOREKSI<br />Apabila terjadi kesalahan dalam penjurnalan (misalnya terbalik, atau salah angka) dapat dikoreksi dengan mengaktifkan reversing journal. Koreksi dapat dilakukan apabila jurnal telah berstatus Close yang ditandai dengan panah berwarna hijau yang hanya dapat dilakukan dengan cara membalik jurnal yang salah, dilanjutkan dengan mengisikan data transaksi yang benar:<br /><br />Contoh: Tanggal 1 Januari 2002 perusahaan telah mencatat Piutang Direktur (pinjaman Direktur) sebesar Rp 10.000.000 dengan dana dari Bank Mandiri. Transaksi yang benar adalah dari Bank BRI.<br /><br />Langkah-langkah Jurnal Koreksi:<br />Aktifkan jurnal yang salah (klik jurnal transaksi)<br />Sorot tanda panah pada jurnal yang akan diubah<br />Klik menu Edit, dengan menyorot Reverse General Journal Transaction.<br />Klik tombol record.<br />Catat jurnal yang benar<br />Klik tombol record.<br /><br />MENGHAPUS JURNAL (ERASE)<br />Proses penghapusan jurnal dapat dilakukan apabila status jurnal tersebut masih open (tanda panah putih) dengan cara:<br />Aktifkan jurnal yang salah<br />Pilih dan klik menu Edit- Delete General Journal Transaction.<br /><br /><br />PRAKTIKUM III<br /><br />JURNAL BERULANG (Recurring Journal)<br />Jurnal berulang digunakan untuk mencatat transaksi sejenis yang berulangkali terjadi dalam suatu periode akuntansi seperti:<br />- Pembayaran sewa<br />- Pembayaran gaji bulanan<br />- Pembebanan biaya penyusutan (depresiasi)<br />- Rekening listrik, telp, air dan sebagainya.<br /><br />MENCATAT JURNAL BERULANG<br />Pencatatan jurnal berulang (recurring) sama dengan jurnal umum.<br />Langka-langkah:<br />Aktifkan modul General Ledger<br />Klik tombol GJE<br />Isikan tanggal Transaksi<br />Isikan memo (keterangan transaksi) pada field Memo.<br />Isikan nomor rekening untuk transaksi debit dan kredit.<br />- Debit, tekan enter akan muncul look for. Dari rekening yang tersedia pada look for pilihlah rekening yang akan di debit, kemudian tekan use account, kemudian isi angka transaksinya untuk kolom debit.<br />- Kredit, tekan enter akan muncul look for. Dari rekening yang<br />tersedia pada look for pilihlah rekening yang akan di kredit, kemudian tekan use account, kemudian sorotlah kolom kredit atau tekan Tab dengan sendirinya angka secara otomatis terisi sendiri.<br />Tekan tombol save (Recurring).<br />Tekan record.<br />Tekan record (Transaksi akan tersimpan pada transaction journal).<br />Tekan cancel (transaksi akan kembali ke menu utama)<br />Tekan Use (untuk melihat hasil memo jurnal berulang).<br /><br />MENGAKTIFKAN JURNAL BERULANG<br />Pilih dan klik modul General Ledger-General Journal Entry, isi tanggal transaksi.<br />Klik icon Use (Recurring), Kotak dialog Select a Recurring Transaction ditampilkan.<br />Pilih salah satu jurnal recurring yang telah dibuat (contoh hanya satu).<br />Klik tombol Ok.<br />Klik tombol Record.<br /><br />MENGUBAH TRANSAKSI BERULANG<br />Perubahan dapat dilakukan dengan cara mengubah nomor rekening, jumlah maupun frekuensi pembayaran misalnya dari bulanan menjadi mingguan. Proses perubahan dilakukan dengan cara mengklik tombol Edit setelah mengklik icon Use (Recurring).<br /><br />MENGHAPUS TRANSAKSI BERULANG<br />Klik icon Use (Recurring).<br />Klik Delete.<br />Penghapusan hanya akan menghapus jurnal berulang yang telah dibuat dan tidak berpengaruh pada transaksi yang dicatat dengan mengaktifkan jurnal recurring.<br /><br />Latihan<br />Catat Transaksi Berikut ke dalam Jurnal Umum atau Jurnal Berulang:<br />PT. ARWANA mengisi kas dengan menstranfer uang dari Bank Mandiri ke Bank BRI sebesar Rp 150.0000.000.<br />PT. ARWANA membayar ongkos angkut Rp 1.000.000 dengan kas kecil<br />PT. ARWANA membayar:<br />- Biaya Listrik Rp 500.000.,<br />- Biaya Telepon Rp 750.000.,<br />- Biaya Air Rp 25.000.,<br />dengan kas kecil.<br />Membeli 5 unit perangkat komputer @ Rp 5.000.000., dengan menandatangani utang wesel.<br />Desi (Sekretaris Direksi) meminjam uang Rp 1.000.000., dari perusahaan.<br />Membeli 1 unit kendaraan seharga Rp 50.000.000. dengan membayar kas Rp 20.000.000, dan sisanya diangsur beberapa kali.<br />Mencatat biaya penyusutan aktiva tetap yang dibebankan setiap bulan:<br />- Perangkat komputer Rp 200.000.,<br />- Kendaraan Rp 1.000.000.,<br />Perusahaan mengeluarkan Kas untuk membayar biaya-biaya:<br />- Biaya Iklan Rp 5.000.000.,<br />- Biaya Transportasi Rp 2.000.000<br />dengan Kas.<br />Perusahaan salah mencatat pembayaran biaya-biaya pada nomor 3 dengan kas kecil, seharusnya dibayar dengan rekening Bank BRI.<br />Desi mengembalikan uang yang dia pinjam pada transaksi 5.<br /><br /><br />PRAKTIKUM IV<br />INVENTORY (PERSEDIAAN)<br /><br />Menu inventory (persediaan) digunakan untuk mencatat informasi yang berhubungan dengan barang yang diperdagangkan.<br /><br />ITEMS LIST<br />Fasilitas item list ini digunakan untuk mencatat barang dan jasa yang diperdagangkan meliputi:<br />Mencatat barang yang dibeli perusahaan dengan tujuan dijual kembali. Nilai barang dicatat dalam persediaan.<br />Mencatat pembelian dan penjualan barang yang diperdagangkan, tetapi nilai barang tidak dicatat dalam persediaan.<br />Mencatat pembelian barang untuk keperluan kantor (supplies kantor).<br />Mencatat barang hasil penggabungan beberapa komponen, misal komputer yang dirakit dari beberapa komponen.<br />Mencatat barang berupa komponen untuk membuat satu produk, misal, casing, board, processor, disk drive, keyboard, dan sebagainya, merupakan komponen barang untuk merakit komputer.<br />Mencatat jenis jasa yang ditawarkan kepada konsumen.<br /><br />“Langkah-langkah Mencatat Barang Dagangan”<br />Item number-diisi dengan nomor atau kode barang.<br />Name- diisi dengan nama barang<br />I buy This Item, Klik kotak ini jika perusahaan membeli barang untuk diperdagangkan kembali (bukan hasil produksi).<br />I Sell This Item, Klik kotak ini untuk barang yang diperjualbelikan kembali.<br />I Inventory This Item, Klik kotak ini jika nilai barang yang diperjualbelikan dicatat dalam rekening Persediaan (Inventory).<br /><br />Cost of Sales Account, pilih nomor rekening untuk membukukan Harga Pokok Penjualan (HPP).<br />Income Account for Tracking Sales, pilih nomor rekening ini untuk membukukan hasil Penjualan Barang yang merupakan bagian dari kelompok Pendapatan.<br />Asset Accounts from Item Inventory, pilih nomor rekening ini untuk membukukan hasil Persediaan Barang yang merupakan bagian dari kelompok Aktiva.<br /><br />Klik Buying Details<br />Buying Unit of Measure. Diisi dengan harga barang yang dibeli, misalkan 10 unit<br />Number of Item per Buying Unit. Diisi dengan item barang yang dibeli, misalkan 10 unit<br />Tax Code When Bought. Diisi dengan kode pajak pembelian barang (PPN masukan).<br /><br />Klik Selling Details<br />Base Selling Price. Diisi dengan harga jual (angka ini akan muncul pada kolom price dalam faktur penjualan), misalkan Rp 1.000.000.<br />Selling Unit of Measure. Diisi dengan unit satuan barang yang dijual, misalkan 5.<br />Number of Item per Selling Unit. Diisi dengan unit item barang yang dijual, misalkan 5 unit<br />Tax Code When Bought. Diisi dengan kode pajak penjualan barang (PPN keluaran)<br />Calculate Tax on. Klik salah satu pilihan untuk memperhitungkan pajak atas barang yang dijual.<br /><br />Klik Item Inventory-Item Information, menampilkan data barang berupa:<br />Pembelian (unit-bought dan nilai pembelian-purchase)<br />Penjualan (unit-sold dan nilai penjualan –sales)<br />Harga Pokok Penjualan (Cost of Sales) pada suatu tahun tertentu.<br /><br />Kotak Item Information- Auto Build, digunakan untuk menampilkan barang hasil penggabungan beberapa jenis barang menjadi satu jenis barang dengan fasilitas Auto Build Inventory (contoh, satu unit komputer terdiri dari, monitor, CPU, motherboard, CD Rom, Keyboard, dll)<br /><br />FASILITAS ITEM PRICE<br />Berfungsi untuk mengubah harga jual dan menentukan metoda pembebanan HPP. Metode yang dapat dipilih adalah LIFO, FIFO, dan Average.<br /><br />Shortcuts<br />Shortcuts untuk mengubah harga jual. Anda dapat mengubah harga jual barang tertentu atau seluruh barang yang diperdagangkan berdasarkan prosentase marjin, markup atau laba kotor berdasarkan harga beli barang yang bersangkutan.<br /><br />Misalkan harga jual baru barang:<br />A-01 OHP, A-02 LCD, dan B-03 DVD akan diubah dengan ketentuan 30% Percent Markup dari harga beli (lihat kolom Avg Cost), dan hasilnya dibulatkan ke bawah (dalam ribuan-Round Price-Down). Langkah yang harus dilakukan adalah:<br />Klik pada kolom Shortcut dalam kotak dialog Set Item Price untuk harga barang yang harga jualnya akan diubah (30%), sehingga kode barang pada kolom tersebut ditandai silang (x).<br />Klik Shortcuts terlihat selanjutnya pada layar ditampilkan:<br />- Round Price, klik drop-down dan pilih Down<br />- Ketik angka 30 pada kotak isian Percent Markup.<br />- Pada Basis for Calculation klik dan pilih Average Cost (sesuai dengan metode pembebanan HPP).<br />Klik tombol Update x items Only (hanya sebagian barang yang diubah), tunggu sejenak komputer akan memproses data. Sekarang dapat diperhatikan harga jual untuk barang tersebut sudah berubah:<br /><br />PRAKTIKUM V<br /><br />COUNT INVENTORY<br />Menghitung Fisik Barang<br />Count Inventory digunakan untuk mencatat jumlah barang hasil perhitungan fisik yang berada di gudang (stock opname). Menu Reports-Index to Reports-Inventory-Inventory Count Sheet atau dari Command Centre- Reports-Inventory-Inventory Count.<br />Cetak Inventory Count Sheet melalui Reports-Index to Reports di atas.<br />Catat hasil perhitungan secara fisik ke dalam kolom 1Count (untuk pencatat pertama) dan/atau 2 Count (untuk pencatat kedua). Misalkan terdapat perbedaan kode barang A-02 LCD, menurut catatan sejumlah 15 buah, sedangkan dari hasil perhitungan fisik hanya 12 buah.<br />Hasil perhitungan tersebut dicatat dalam Counted pada kotak dialog Count Inventory dengan mengklik tombol Count Inventory dari menu Inventory.<br />Klik tombol Adjust Inventory, kotak dialog Adjustment Inventory ditampilkan.<br />Klik drop-down pada kotak isian dalam Adjustment Inventory, pilih nomor rekening Persediaan.<br />Klik tombol Continue, kotak dialog Inventory Adjustment ditampilkan.<br />Klik tombol Record. Selanjutnya catat jurnal penyesuaian untuk mencatat nilai persediaan.<br /><br />Mencatat Persediaan Awal<br />Saldo awal persediaan barang dapat dicatat melalui menu Inventory Count Inventory dengan memasukkan jumlah saldo awal barang. Proses memasukkan saldo tersebut melalui menu Count Inventory-kolom Counted seperti langkah ke 3 sampai dengan langkah ke 7.<br /><br />INVENTORY ADJUSTMENTS<br />Fasilitas Inventory Adjusments digunakan untuk mencatat penyesuaian persediaan, misalkan berdasarkan hasil perhitungan fisik barang di gudang (stock opname), terdapat perbedaan dengan catatan komputer sehingga perlu dibuat penyesuaian.<br /><br />Inventory Transfers<br />Fasilitas Inventory Transfer untuk menggabung beberapa jenis barang yang terurai atau komponen menjadi satu unit barang baru<br /><br /><br /><br />PRAKTIKUM VI<br /><br />MENCATAT SALDO AWAL PIUTANG DAGANG<br /><br />Saldo awal adalah saldo awal periode akuntansi atau saldo rekening pada saat dimulai proses pencatatan akuntansi menggunakan MYOB Accounting. Saldo awal adalah saldo akhir dari rekening riil atau rekening neraca pada akhir periode akuntansi. Kelompok yang termasuk dalam rekening riil adalah;<br />Aktiva (Assets)<br />Utang (Liability)<br />Modal (Equity)<br />Pencatatan menggunakan MYOB Accounting dikelompokkan menjadi empat, yaitu:<br />Saldo Awal selain rekening Piutang Dagang, Utang Dagang, dan Persediaan. Pencatatan saldo awal ini dapat diisi pada kolom;<br />Opening Balance-Edit Accounts atau melalui menu Setup-Balances-Account-Opening Balances.<br />Saldo awal rekening Piutang Dagang atau Piutang Usaha.<br />Pengisian saldo awal rekening Piutang Dagang adalah dengan mengisi saldo awal seperti dalam angka 1, rincian saldo awal tersebut selanjutnya dicatat ke dalam masing-masing Kartu Piutang.<br />Saldo awal rekening Utang Dagang atau Utang Usaha.<br />Pengisian saldo awal rekening Utang Dagang adalah dengan mengisi saldo awal seperti dalam angka 1, rincian saldo awal tersebut selanjutnya dicatat ke dalam masing-masing Kartu Utang.<br />Saldo awal rekening Persediaan.<br />Pengisian saldo awal rekening Persediaan adalah dengan mengisi saldo awal seperti dalam angka 1, rincian saldo awal tersebut selanjutnya dicatat ke dalam masing-masing Kartu Persediaan.<br /><br />Mencatat Saldo Awal<br />Selain Rekening Piutang Dagang, Utang Dagang, dan Persediaan<br />Pencatatan saldo awal dapat dilakukan dengan dua cara:<br />Pertama<br />Pilih dan klik modul General Ledger-Chart of Accounts<br />Aktifkan rekening yang akan diisi saldo awal (bertipe Detail)<br />Isi saldo awal pada kotak isian Opening Balance (Saldo Awal)<br />Klik Ok<br />Kedua<br />Klik menu Setup pada baris menu<br />Pilih dan klik Balances-Account Opening Balances.<br />Isi saldo awal rekening pada kolom Opening Balances.<br />Klik tombol Ok.<br /><br />PIUTANG DAGANG<br />Pencatatan saldo awal rekening Piutang Dagang dilakukan dengan dua tahap berikut:<br />Pencatatan saldo awal ke rekening Piutang Dagang<br />Pencatatan saldo awal masing-masing pelanggan (customer) ke dalam kartu pelanggan (customer card).<br /><br />Kasus II<br />Misalkan PT. SEJAHTERA memiliki 5 orang pelanggan dengan masing-masing saldo rincian berikut:<br /><br />Nama Pelanggan Alamat Saldo Awal<br />PT.CERDAS Kedungwuni Rp 40.000.000<br />PT. ARWANA Brebes Rp 75.000.000<br />PT. TSAQIBINDO Pemalang Rp 35.000.000<br />PT. BERKAH Batang Rp 23.000.000<br />PT. SUKSES Pekalongan Rp 37.000.000<br />Jumlah Rp 210.000.000<br /><br />Dicatat pada saldo Rekening Piutang Dagang<br />(Diisi Sendiri)<br /><br />Dicatat pada Saldo Pelanggan<br />Saldo awal masing-masing pelanggan masih nol sebelum pencatatan saldo awal.<br />Klik menu Setup yang terdapat dalam baris menu<br />Pilih dan klik Balances-Receivable Balances. Kotak dialog Receivable Balances yang berisi kartu pelanggan beserta saldonya ditampilkan. Pada sisi kanan bawah, dapat dilihat Linked Receivable Account Balances (akun-akun saling terkait) sudah terisi angka Rp 210.000.000.,<br />Klik tombol Add Sale. Kotak dialog Historical Sale ditampilkan.<br />Klik drop-down pada Customer Name dan pilih nama pelanggan, cek, tanggal pada Date: dan isi saldo awal pelanggan pada Amount Due.<br />Klik tombol Record. Kotak dialog Receivable Balances ditampilkan kembali.<br />Klik tombol Add-Sale dan isi saldo awal kartu pelanggan yang lain (ikuti langkah ke-3 s/d langkah ke-5).<br />Klik tombol Close, jika pengisian saldo awal pelanggan selesai. Hasilnya diperlihatkan melalui View Card File.<br /><br />Beberapa Istilah<br />Opening Balance = Saldo Awal<br />Historical Sale = Penjualan Historis<br />Receivable Balances = Saldo Piutang Dagang<br />Customer Name = Nama Pelanggan<br />Customer Card = Kartu Pelanggan<br />PRAKTIKUM VII<br /><br />MENCATAT SALDO UTANG DAGANG<br />PT. BULEK TF awal Januari tahun 2000 memiliki saldo utang dagang kepada PT. PACARNYA Rp 80.000.000, dan kepada PT. BULEK SARI Rp 60.000.000.<br />Pencatatan Saldo ke masing-masing kartu pemasok dilakukan dengan cara berikut:<br />Klik menu Setup<br />Pilih dan klik Balance-Payable Balance.<br />Klik tombol Add Purchase. Kotak dialog Historical Purchase ditampilkan.<br />Klik drop-down pada Vendor Name;<br />- Pilih nama pemasok<br />- Periksa tanggal pemasok<br />- Isi saldo awal pada Amount Due.<br />Klik tombol Record. Kotak dialog Payable Purchase ditampilkan kembali.<br />Klik tombol Add Purchase dan isi saldo awal kartu pemasok yang lain (ikuti langkah ke-3 s/d ke-5).<br />Klik tombol Close.<br /><br />Beberapa Istilah:<br />Payable Balances = Saldo Utang Dagang<br />Vendor Name = Nama Pemasok Barang / Supplier<br />Payable Purchase = Pembelian Kredit<br />Vendor Detail = Rincian Identitas Pemasok<br />Vendor Summary = Ikhtisar Pemasok<br /><br />“MENCATAT TRANSAKSI”<br />Pencatatan transaksi ke dalam MYOB Accounting terdiri dari berikut ini<br /><br />General Ledger<br />General Ledger Entry digunakan untuk mencatat transaksi yang tidak dicatat melalui modul, Chequebook, Sales, Time Billing, Purchase, Payroll, dan Inventory.<br />- Transfer dana antar bank<br />- Pembelian bahan habis pakai (supplies kantor)<br />- Pembayaran gaji karyawan (jika tidak menggunakan modul Payroll)<br />- Piutang karyawan<br />- Pembelian dan penjualan aktiva tetap<br />- Penyesuaian pembukuan, dsb<br /><br />Chequebook<br />Modul ini terdiri dari dua menu, yaitu WRITE CHEQUES dan MAKE A DEPOSIT (Write Cheques dan Make a Deposit)<br /><br />Write Cheques<br />Digunakan untuk menulis cek yang dikeluarkan oleh perusahaan.<br />- Pembelian BHP<br />- Pembayaran gaji karyawan<br />- Piutang karyawan<br />- Pembelian aktiva tetap, dsb<br /><br />Make A Deposit<br />Digunakan untuk mencatat transaksi yang menyebabkan penambahan saldo rekening tipe Detail Cheque. Misal, penerimaan piutang karyawan.<br /><br />SALES (Sales dan Customer Payments)<br />Sales<br />Digunakan untuk mencatat transaksi penjualan barang atau jasa yang tercantum dalam Inventory Card ataupun untuk mencatat transaksi manual dari Activity List yang terdapat dalam modul Time Billing.<br />- Penerimaan pesanan barang (PO) dari pelanggan<br />- Pengiriman barang atau penjualan kepada pelanggan baik secara tunai maupun kredit.<br />- Retur penjualan<br />- Penjualan jasa<br /><br />Customer Payments<br />Digunakan untuk mencatat penerimaan dari pelanggan yang disebabkan transaksi penjualan kredit atau uang muka.<br /><br />TIME BILLING<br />Digunakan untuk mencatat transaksi penjualan jasa yang tercantum dalam menu Activity List, misal jasa konsultasi yang dihitung dalam satuan jam, biro perjalanan jasa, fotocopy, dsb. Fasilitas yang digunakan untuk mencatat transaksi adalah menu Enter Activity Slips.<br /><br />PURCHASE (Purchase dan Vendor Payments)<br />Purchase<br />Digunakan untuk mencatat transaksi pembelian barang dagangan yang tercantum dalam Inventory Card.<br />- Pemesanan barang (PO) kepada pemasok<br />- Penerimaan barang atau pembelian barang secara kredit atau tunai.<br />- Retur pembelian<br /><br />Vendor Payment<br />Digunakan untuk mencatat pengeluaran kepada pemasok dari pelanggan yang disebabkan transaksi pembelian kredit atau uang muka untuk transaksi berikutnya.<br /><br />PRODUCT<br />Inventory Transfers<br />Digunakan untuk mencatat penggabungan atau merakit beberapa komponen menjadi satu unit barang baru.<br />PRAKTIKUM VIII<br /><br />PENJUALAN (SALES)<br /><br />Penjualan (Sales) Barang atau Jasa dapat dilakukan secara kredit atau tunai:<br />Penjualan Kredit (Piutang Dagang)<br />Jurnal:<br />Piutang Dagang Rp XXX<br />Penjualan Barang/Jasa Rp XXX<br />Penjualan Tunai (Kas)<br />Jurnal:<br />Kas Rp XXX<br />Penjualan Barang/Jasa Rp XXX<br /><br />Beberapa Transaksi penjualan:<br />- Penjualan Barang (Tunai dan kredit<br />- Penjualan Jasa (Tunai dan kredit)<br />- Penjualan Aktiva Tetap<br />- Penjualan Piutang Wesel (diskonto wesel)<br />MYOB menyediakan empat jenis faktur penjualan untuk berbagai jenis penjualan yaitu:<br />Item invoice (Invoice Sales = Faktur Penjualan)<br />Service Invoice (Faktur Perusahaan Jasa)<br />Professional Invoice (Faktur Perusahaan Profesional)<br />Miscellanous Invoice (Faktur Lain-Lain)<br /><br />Invoice Sales (Faktur Penjualan)<br />Merupakan formulir untuk mencatat penjualan barang atau jasa baik tunai maupun kredit. Untuk mengaktifkan Faktur Penjualan dapat dilakukan dengan prosedur berikut:<br />Klik tombol Sales<br />Pilih Item Invoice atau Invoice Sales...<br />Klik drop-down (kalau belum ada, buat baru dengan menekan New, kemudian isi nama, alamat, dan, kelengkapan lainnya) pada isian Customer.<br />Isikan data transaksi dengan langkah-langkah sebagai berikut:<br />- Ship to: secara otomatis terisi alamat (pembeli) pengiriman barang sesuai dengan isian Customer Card (Isi terlebih dahulu).<br />- Invoice (Nomor faktur): dapat diisi atau secara otomatis terisi sendiri.<br />- Date: Cek terlebih dahulu tanggal transaksi (lihat soal), jika tidak sesuai, ketik secara manual (ingat mulai dengan bulan, tanggal, kemudian tahun).<br />- Customer PO: diisi dengan nomor referensi pemesanan barang dari pelanggan (jika ada)<br />- Kolom Ship: diisi dengan jumlah barang yang dijual<br />- Kolom backorder: secara otomatis terisi angka (selisih) jika jumlah barang kurang dari yang dibutuhkan.<br />- Kolom Item Number: diisi dengan kode barang yang dijual dengan cara menempatkan mouse, kemudian tekan enter dan diakhiri dengan memilih kode barang yang bersangkutan.<br />- Kolom Description: secara otomatis akan terisi nama barang sesuai dengan kode pada kolom Item Number (isi terlebih dahulu pada look for).<br />- Kolom Price: secara otomatis terisi harga jual barang (isian Inventory).<br />- Kolom Diskon (%): diisi dengan persentase potongan penjualan (jika ada).<br />- Kolom Total: secara otomatis terisi angka hasil perkalian antara jumlah barang dengan harga jual (setelah dikurangi potongan).<br />- Kolom Job: diisi dengan kode Job (jika ada)<br />- Kolom Tax: (menyusul)<br />- Salesperson: diisi dengan nama karyawan bagian penjualan (jika ada)<br />- Comment: diisi dengan komentar (terima kasih, dsb), komentar ini diisi terlebih dahulu melalui menu Sales Comment & Ship Methods).<br />- Ship Via: diisi dengan keterangan pengiriman barang (jika ada), diisi terlebih dahulu melalui menu Sales Comment & Ship Methods).<br />- Promised Date: diisi dengan tanggal kesanggupan (pembeli) membayar.<br />- Journal Memo: secara otomatis terisi sendiri atau ketik secara manual, nama perusahaan yang menjual barang).<br />- Freight (ongkos angkut): diisi ongkos angkut pengiriman barang (Rp) jika ada.<br />- Tax: secara otomatis terisi angka PPN barang yang dijual.<br />- Total Amount: secara otomatis terisi angka total nilai transaksi yang berasal dari: nilai barang yang dijual + ongkos angkut penjualan + pajak.<br />- Paid Today: diisi dengan jumlah uang yang dibayar sekarang.<br />- Balance Due: secara otomatis terisi sendiri angka selisih nilai transaksi (Amount) dengan jumlah yang dibayar konsumen (Paid Today). Angka ini akan menambah saldo rekening Piutang Dagang.<br />Klik Record. Proses pencatatan transaksi selesai.<br /><br />Beberapa Istilah:<br />Sales = Penjualan<br />Invoice = Faktur<br />Ship = Barang yang akan dikirim untuk dijual<br />Backorder = Pengembalian barang<br />Item Number = Nomor barang<br />Description = Keterangan barang<br />Price = Harga barang<br />Disc = Potongan Penjualan<br />Balance due = Saldo jatuh tempo<br />Freight = Ongkos Angkut<br />Total Amount = Jumlah Total<br />Pending = Penundaan Pembayaran<br />Paid Today = Dibayar sekarang<br />Amount Received = Jumlah diterima<br />Finance charge= Denda<br />Amount Applied = Jumlah yang dibayar<br /><br /><br />PRAKTIKUM IX<br /><br />PROFESSIONAL INVOICE (PI)<br />Faktur Profesional digunakan untuk mencatat transaksi penjualan jasa. Faktur Profesional umumnya digunakan untuk perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa profesional (kontraktor, Akuntan, Dokter, dll).<br /><br />Contoh Soal:<br />PT. CERDAS sebuah perusahaan kontraktor pemasangan lab, jaringan komputer, pada tanggal 1 Maret 2008 mendapat order dari STAIN Pekalongan untuk memasang Lab Komputer terbaru dengan rincian transaksi sebagai berikut:<br />Jangka waktu pelaksanaan satu (1) bulan (1 Maret s/d 30 Maret 2008).<br />Merancang ruang laboratorium dengan nilai kontrak Rp 25.000.000.,<br />Pemasangan jaringan listrik dengan nilai kontrak Rp 20.000.000.,<br />Pemasangan 5 buah AC dengan nilai kontrak Rp 30.000.000.,<br />Pemasangan software Rp 5.000.000.,<br />Pemasangan jaringan (LAN) Rp 10.000.000.,<br />Total tagihan adalah nilai kontrak + PPN 10%.<br />Angsuran pertama akan diterima setiap tanggal 2, di mulai bulan April 2008.<br />Tanggal 30 Maret semua pekerjaan telah diselesaikan.<br /><br />PROSES PENGISIAN FAKTUR PROFESIONAL<br />Pilih dan klik menu Sales<br />Pilih dan klik Sales-Professional<br />Setelah menu Sales-Professional ditampilkan, kemudian isilah semua kotak yang telah disediakan dengan cara sebagai berikut:<br />- Klik drop-down pada kotak pilihan Customer, kemudian pilih nama atau pelanggan (STAIN Pekalongan). Jika nama pelanggan (STAIN Pekalongan tidak ada maka isi terlebih dahulu dengan menekan enter (akan muncul Look for, pilih New, kemudian diisi data STAIN Pekalongan selengkapnya).<br />- Invoice (Nomor faktur): dapat diisi atau secara otomatis terisi sendiri.<br />- Date: Diisi dengan tanggal penerbitan faktur<br />- Journal Memo: diisi dengan nama pelanggan (STAIN Pekalongan) atau secara otomatis terisi sendiri.<br />- Kotak isian Date: diisi dengan tanggal transaksi masing-masing kegiatan (jika dibutuhkan).<br />- Kolom Description: Diisi dengan penjelasan singkat transaksi (misal, perancangan laboratorium).<br />- Kolom Acct: diisi dengan nomor rekening kelompok pendapatan (lihat atau isi terlebih dahulu pada kolom Chart of Accounts).<br />- Kolom Amount: diisi dengan nilai transaksi masing-masing (misal, isikan Rp 25.000.000., untuk perancangan ruangan laboratorium).<br />- Kolom Job: diisi dengan kode Job (jika ada)<br />- Kolom Tax: diisi dengan kode pajak (abaikan)<br />- Kotak isian Comment: diisi dengan komentar (komentar ini dibuat melalui menu Sales-Comments & Ship (misal, Thanks)<br />- Promised Date: diisi dengan tanggal kesanggupan (STAIN PKL) membayar.<br />- Kolom Tax: (menyusul)<br />- Total Amount: secara otomatis terisi angka total nilai transaksi yang berasal dari: nilai barang yang dijual + ongkos angkut penjualan + pajak.<br />- Paid Today: diisi dengan jumlah uang muka yang dibayar (STAIN) sekarang.<br />- Balance Due: secara otomatis terisi sendiri angka selisih nilai transaksi (Amount) dengan jumlah yang dibayar konsumen (Paid Today). Angka ini akan menambah saldo rekening Piutang Dagang.<br />Klik tombol Record. Selesai<br /><br /><br />SALES (PENJUALAN)<br />PENJUALAN JASA<br /><br />TYPE PENJUALAN<br />1. Service (Jasa)<br />2. Item<br />3. Professional<br />4. Miscellaneous<br /><br />SALES-SERVICE (Penjualan Jasa)<br />Customer : Isi dengan Nama Pelangggan<br />Langkah-langkah:<br />1. Tulis nama pelanggan tekan Enter.<br />2. Klik New pada sisi bawah kemudian pilih Company atau Individual tekan Enter<br />3. Isi Alamat, Kota, Kode Pos, Alamat Gudang, Kota, dan Kode Pos, Negara, dan Nomor Telp, dan Nama Salesman.<br />4. Klik Term-untuk mengisi termin penjualan kredit<br />(Cat: Lihat cara pengisian)<br />5. Klik Ok.<br />6. Klik Ok lagi.<br />(Cat: untuk melihat apakah nama dan alamat yang telah saudara isi telah masuk dalam “look for” Sorot tanda panah ke bawah pada sebelah kanan Customer.<br />Ship to : Alamat pelanggan (Perusahaan atau Individual)<br />Invoice : Isi dengan nama Faktur<br />Date : Tanggal Pengiriman<br />Customer PO : Abaikan<br />Description : Rincian tentang jasa yang diberikan<br />Acct : Abaikan<br />Amount : Jasa yang diberikan<br />Job : Frekuensi pekerjaan<br />Tax : Pajak<br />Salesperson : Karyawan bagian penjualan<br />Comment : Komentar atau pesan<br />Ship Via : Dikirim via<br />Promised Date : Tanggal pembayaran<br />Jurnal Memo : Memo penjualan<br />Inquiry Source : Sumber<br />Freight : Ongkos angkut<br />Tax : Total pajak<br />Total Amount : Total jumlah<br />Paid Today : Dibayar sekarang (Uang muka)<br />Balance Due : Saldo jatuh tempo<br />Print Status : Cetak<br /><br /><br />Journal<br />Type (Tipe usaha)<br />Save (Saving untuk transaksi penjualan berulang)<br />Use (mencatat transaksi ke jurnal berulang)<br />Pending (Menunda proses suatu transaksi)<br />Print<br />Reimburse<br />Record (Simpan sementara)<br />Cancel<br /><br />PENJUALAN BARANG DAGANGAN (ITEM)<br /><br />Customer : Isi dengan Nama Pelangggan<br />Langkah-langkah:<br />1. Tulis Nama Pelanggan (Customer) tekan Enter. Jika nama pelanggan belum ada dalam “look for” dapat anda anda isi dengan;<br />2. Klik New pada sisi bawah kemudian pilih Company atau Individual tekan Enter.<br />3. Isi Alamat, Kota, Kode Pos, Alamat Gudang, Kota, dan Kode Pos, Negara, dan Nomor Telp, dan Nama Salesman.<br />4. Klik Term-untuk mengisi termin penjualan kredit<br /><br />(Cat: Lihat cara pengisian)<br />5. Klik Ok.<br />6. Klik Ok lagi.<br />(Cat: untuk melihat apakah nama dan alamat yang telah saudara isi telah masuk dalam “look for” Sorot tanda panah ke bawah pada sebelah kanan Customer.<br /><br />Ship to : Isi dengan alamat pelanggan (Perusahaan atau Individual) atau sudah<br />terisi sendiri jika sudah anda isi dalam Customer Card.<br />Invoice : Isi dengan nama Faktur atau otomatis terisi sendiri.<br />Date : Tanggal Pengiriman<br />Customer PO : Abaikan<br />Ship : Diisi dengan jumlah barang yang akan dirikim atau dijual.<br />Backorder : Akan terisi secara otomatis (selisih) jika jumlah persediaan kurang dari<br />yang dibutuhkan.<br />Item Number : Diisi dengan kode barang yang dijual<br />Description : Secara otomatis terisi nama barang sesuai dengan kode pada kolom Item<br />Number.<br />Price : Harga per item barang.<br />Disc% : Diisi dengan persentase potongan penjualan (jika ada)<br />Total : Secara otomatis terisi sendiri<br />Job : Diisi dengan kode Job (jika ada)<br />Tax : Diisi dengan tarif pajak (jika ada)<br />Comment : Komentar atau pesan (Tekan Enter kemudian pilih komentar yang<br />saudara inginkan.<br />Ship Via : Dikirim via (tekan enter kemudian pilih jenis pengiriman)<br />Promised Date : Tanggal pembayaran (diisi dengan kesanggupan membayar jika transaksi<br />merupakan penjualan kredit.<br />Jurnal Memo : Memo penjualan (secara otomatis berisi keterangan jurnal transaksi ybs)<br />Freight : Ongkos angkut pengiriman barang (jika ada)<br />Tax : Total pajak (secara otomatis terisi)<br />Total Amount : Total jumlah (secara otomatis terisi)<br />Paid Today : Dibayar sekarang (Uang muka)<br />Balance Due : Saldo (secara otomatis terisi angka selisih nilai transaksi (Amount)<br />dengan jumlah yang dibayar pelanggan (Paid Today). Angka ini akan<br />menambah saldo Piutang Dagang.<br />Record : Proses pencatatan transaksi selesai<br />Cancel : Membatalkan pencatatan transaksi<br />Print Status : Cetak<br />Journal : (Jurnal dengan sendirinya sudah terisi)<br />Type (Tipe) : Tipe atau jenis usaha (Service, Item, Professional atau Miscellaneous)<br />Save : (Saving untuk transaksi penjualan berulang)<br />Use : (Mencatat transaksi ke jurnal berulang)<br />Pending : (Menunda proses suatu transaksi)<br />Suatu transaksi sudah dicatat tetapi belum diproses sebagai penjualan<br />dimasukkan ke dalam kolom pending.<br />Mencatat Transaksi Pending<br />Print<br />Reimburse<br /><br />LATIHAN<br />Tanggal 1 Januari 2008 PT. CERDAS menjual barang kepada PT. SUKSES berupa 20 unit mesin kapal @ Rp 20.000.000 dengan diskon 5%. PT. SUKSES membayar uang muka Rp 50.000.000., dan berjanji akan melunasi sisanya tanggal 20 Januari 2008.<br />Proses pencatatan transaksi ini dilakukan dengan langkah:<br />1. Mengisi nama pelanggan dalam hal ini PT. SUKSES<br />2. Mengisi Ship to (terisi dengan sendirinya jika alamat PT. SUKSES sudah dimasukkan dalam kartu pelanggan (Card File).<br />3. Invoice – terisi dengan sendirinya atau diganti<br />4. Date - isi dengan tanggal transaksi dalam hal ini tanggal 1/1/08.<br />5. Customer PO (abaikan)<br />6. Ship –isi dengan angka 20<br />7. Item number – isi dengan Kode barang<br />8. Description – isi dengan Mesin Kapal<br />9. Price – isi dengan harga per satuan<br />10. Disc% - isi dengan diskon 5%<br />11. Total – terisi dengan sendirinya<br />12. Salesperson –Klik dan pilih salah satu<br />13. Comment –Klik dan pilih salah satu<br />14. Ship via –Klik dan pilih salah satu<br />15. Promise date –isi dengan tanggal pembayaran pelunasan tanggal 15/1/08<br />16. Inquiry Source – abaikan<br />17. Freight – abaikan<br />18. Total Amount – terisi angka Rp 38.000.000.,<br />19. Paid Today –isi dengan angka Rp 50.000.000.,<br />20. Balance Due –terisi langsung.<br />21. Klik tombol Record – Proses transaksi selesai.<br /><br /><br /><br /><br />PRAKTIKUM X<br /><br />Retur Penjualan (Penjualan Tunai)<br />Pengembalian barang yang dilakukan konsumen karena rusak atau cacat dan pengembalian uang yang dilakukan oleh penjual.<br />- Pengembalian barang dicatat melalui modul Sales-Sales<br />- Pengembalian uang dicatat melalui model Sales-Settle Returns & Credit<br />Langkah-langkah:<br />1. Catat pengembalian barang melalui modul Sales<br />2. Klik Sales-Settle Returns & Credit kemudian klik Refund<br />3. Klik tombol Record.<br /><br />Retur Penjualan (Penjualan Kredit)<br />Langkah-Langkah:<br />1. Catat pengembalian barang melalui modul Sales<br />2. Klik Sales-Settle Returns & Credit kemudian klik Apply to Invoice<br />3. Klik tombol Record.<br /><br />LATIHAN<br />Tanggal 10 Januari 2008 PT. CERDAS menjual barang secara tunai kepada PT. SEJAHTERA berupa 10 unit komputer @ Rp 5.000.000., Tanggal 15 januari 2 unit komputer dikembalikan oleh PT. SEJAHTERA karena rusak.<br />Proses pencatatan transaksi ini dilakukan dengan langkah:<br />1. Catat penjualan tunai melalui modul Sales-Sales<br />2. Catat pengembalian barang melalui modul Sales-Sales<br />3. Catat pengembalian uang melalui modul Sales-Settle Returs & Credit dengan meng-klik Refund.<br />4. Klik Record-proses pencatatan selesai.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />PRAKTIKUM XI<br /><br />PEMBELIAN (PURCHASE)<br /><br /><br />Menu Pembelian digunakan untukm mencatat:<br />Pemesanan Barang (Purchase Order)<br />Pembelian Barang atau Penerimaan Barang<br />Pengembalian barang kepada Pemasok<br />Mencetak Bukti Transaksi<br /><br />PEMESANAN BARANG<br />Langkah-langkah:<br />1.<br /><br />AMIKOM<br />UJIAN MID SEMESTER (Oktober-Nopember 2002)<br />Akuntansi II (MYOB Accounting)<br />(Close Book)<br /><br />(Waktu: 100 Menit)<br /><br />Pembelian kendaraan dalam MYOB dicatat dengan?<br />- Jurnal Berulang<br />- Jurnal Umum<br />- Jurnal Khusus<br />(Pilih salah satu dan jelaskan pengertian jurnal yang dipilih)<br />Pembayaran listrik dicatat dengan?<br />- Jurnal Umum<br />- Jurnal Khusus<br />- Jurnal Berulang<br />(Pilih salah satu dan jelaskan pengertian jurnal yang dipilih).<br /><br />Tanggal 2/1/02, katakanlah Anda memiliki uang Rp 50.000.000, kemudian merencanakan akan mendirikan perusahaan baru.<br />Jika transaksi ini dimasukkan ke dalam MYOB Accounting, urutkanlah langkah anda dari awal (membuat folder) sampai (congratulations).<br />Jika transaksi ini dimasukkan ke dalam jurnal dan buku besar, bagaimana caranya MYOB accounting membantu Anda dalam memproses transaksi tersebut (Masukkan transaksi tersebut ke dalam jurnal dan buku besar dalam MYOB).<br /><br />PT Amar tanggal 20/7/02 memiliki saldo awal piutang dagang<br />Rp 20.000.000 pada PT Sastra dan saldo awal utang dagang Rp 10.000.000 pada PT Matrix.<br />Keterangan:<br />Alamat PT. Amar (Jl. Sudirman 20, Yogyakarta, Telp, 0274 348978)<br />Alamat PT. Sastro (Jl. Wonosari, Playen, 27, Wonosari, Yogyakarta, Telp, 0274. 357580<br />Alamat PT.Matrix (Jl. Magelang, Melati, Sleman, Yogyakarta, Telp, 0274. 562997.<br /><br />Diminta:<br />PT. Amar meminta bantuan Anda untuk memproses transaksi tersebut ke dalam MYOB Accounting (Mencatat Saldo Awal). Urutkan langkah-langkah anda dari awal sampai akhir.AGUS ARWANI, SE, M.Ag.http://www.blogger.com/profile/10365088094121590944noreply@blogger.com5tag:blogger.com,1999:blog-3357978361591417802.post-81870441695761868092008-11-07T21:09:00.000-08:002008-11-07T21:11:54.486-08:00Revenue SharingREVENUE SHARING DI PERBANKAN SYARI'AH<br />DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM<br /><br />A. Latar Belakang Masalah<br />Perbankan syari'ah merupakan salah satu dari banyaknya sub-sub dalam system ekonomi Islam. Namun dalam perkembangannya perbankan syari'ah mengalami perkembangan yang sangat signifikan. Hal ini terlihat pada banyaknya bermunculan atau berdirinya bank-bank atau lembaga-lembaga keuangan berdasarkan pada prinsip syari'ah, ini secara langsung menunjukkan respon dari masyarakat terhadap hadirnya bank atau lembaga keuangan berdasarkan prinsip syari'ah.<br />Perbankan syari'ah mendapat pijakan yang kokoh setelah adanya deregulasi system perbankan pada tahun 1983, atau dikenal dengan Pakto 1988<a title="" style="mso-footnote-id: ftn1" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn1" name="_ftnref1">[1]</a>, dimana pemerintah memberi keleluasaan pada bank untuk menentukan tingkat bunga hingga pada tingkat nol persen atau peniadaan bunga sama sekali. Kemudian posisi perbankan syari'ah semakin pasti setelah disahkannya UU No. 7 Tahun 1992, dimana diberikan kebebasan bagi bank untuk memberikan jenis imbalan yang akan diambil nasabahnya baik bunga ataupun keuntungan bagi hasil.<a title="" style="mso-footnote-id: ftn2" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn2" name="_ftnref2">[2]</a><br />Dengan terbitnya PP No 7 Tahun 1992 tentang bagi hasil yang secara tegas memberikan batasan bahwa "Bank bagi hasil tidak boleh melakukan kegiatan usaha yang tidak berdasarkan prinsip bagi hasil, sebaliknya pula bank yang usahanya tidak berdasarkan prinsip bagi hasil tidak boleh melakukan usaha berdasarkan prinsip syari'ah.”<a title="" style="mso-footnote-id: ftn3" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn3" name="_ftnref3">[3]</a><br />Dan titik kulminasi dari perkembangan perbankan syari'ah telah tercapai dengan disahkannya UU No. 10 Tahun 1998 tentanga perbankan, dimana pemerintah membuka kesempatan kepada siapa saja untuk mendirikan bank syari'ah maupun yang mau mengkonversikan diri dari system konvensional menjadi system syari'ah.<br />Mekanisme bagi hasil ini menjadi salah satu ciri atau karakteristik perbankan syari'ah, dimana dengan dengan bagi hasil ini menjadi salah satu alternative bagi masyarakat bisnis, khususnya masyarakat perbankan untuk terhindar dari bunga atau riba. Hal ini sesuai dengan apa yang diterangkan dalam Al Qur’an, Surat Al Baqoroh : 275<a title="" style="mso-footnote-id: ftn4" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn4" name="_ftnref4">[4]</a>, dimana Allah mengharamkan segala bentuk transaksi yang mengandung unsure-unsur ribawi, karena unsure tersebut tidak mendatangkan kemashlahatan bahkan hanya bisa mendatangkan keburukan, sehingga sedini mungkin harus dihindarkan.<br />Dalam sebuah qoidah diterangkan<br />درء المفاسد اولى من جلب المصالح<a title="" style="mso-footnote-id: ftn5" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn5" name="_ftnref5">[5]</a><br />Dimana mashlahat itu hanya untuk kesenangan pribadi bukan untuk pencapaian mashlahat secara umum.<br />Dalam dunia perbankan syari'ah mungkin sering didengar istilah bagi hasil atau yang lebih sering dikenal dengan istilah profit sharing, secara terminologi bagi hasil diartikan dengan laba, sedangkan secara definitive bagi hasil diartikan sistem pembagaian laba suatu perusahaan dibagikan tidak hanya pada pemegang saham, melainkan juga pada para pekerjaanya.<a title="" style="mso-footnote-id: ftn6" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn6" name="_ftnref6">[6]</a> Dalam perbankan syari'ah pendapatan bagi hasil ini berlaku pada produk-produk penyertaan, baik penyertaan menyeluruh, sebagian ataupun dalam bentuk koorporasi lainnya. Dan prinsip bagi hasil ini akan berfungsi sebagai mitra bagi penabung, demikian juga pengusaha peminjam dana. Jadi prinsip bagi hasil ini merupakan landasan utama beroperasinya perbankan syari'ah.<br />Factor dana merupakan sebuah kebutuhan pokok beroperasinya sebuah perbankan (lembaga keuangan). Dalam perbankan yang mendasarkan pada bagi hasil dalam operasionalisasinya, maka untuk memperoleh hasil (laba) adalah dengan melakukan pebiayaan-pembiayaan dengan prinsip bagi hasil antara shohibul maal dengan mudharib, dimana diantara keduanya menyepakati bagianya masing-masing dari hasil yang diperolehnya.<br />Mudharabah adalah salah satu produk penyertaan yang ada di lingkungan perbankan syari’ah, dimana bank bertindak sebagai inter mediari antara shohibul maal dengan mudharib, yaitu mengumpulkan dana dari nasabah penabung kemudian bank mengelola dana tersebut dengan memberikan pembiyayaan-pembiayaan kepada pihak yang butuh modal untuk melakukan usaha dengan keuntungan bagi hasil yang telah ditentukan sesuai dengan kesepakan bersama.<br />Salah satu mekanisme bagi hasil yang di terapkan oleh bank syari'ah di Indonesia dalam penerimaan dana adalah Revenue Sharing, secara bahasa revenue berarti uang masuk, pendapatan atau inkam<a title="" style="mso-footnote-id: ftn7" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn7" name="_ftnref7">[7]</a>, dalam istilah perbankan Revenue Sharing berarti proses bagi pendapatan yang dilakukan sebelum memperhitungkan biaya-biaya operasional yang ditanggung oleh bank, biasanya pendapatan yang didistribusikan hanyalah pendapatan atas investasi dana, dana tidak termasuk fee atau komisi atau jasa-jasa yang diberikan oleh bank karena pendapatan tersebut pertama harus dialokasikan untuk mendukung biaya operasional bank. Maksudnya pembagian dana terhadap nasabah atas pendapatan-pendapatan yang diperoleh oleh bank tanpa menunggu pengurangan-pengurangan atas pembiayaan-pembiayaan yang dikeluarkan oleh bank dalam pengelolaan dana yang diamanatkan oleh nasabah, disatu sisi pelaksanaan Revenue Sharing ini bertentangan dengan prinsip bagi hasil itu sendiri, karena dalam prinsip bagi hasil tentunya shohibul maal bertanggung jawab atas dana yang diamanatkannya, artinya ia juga memiliki andil dalam pengelolaan dananya, bahkan jika terjadi kerugian dalam usaha maka shohibul mall ikut menanggung kerugiannya<a title="" style="mso-footnote-id: ftn8" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn8" name="_ftnref8">[8]</a>. Dalam kaidah fiqh disebutkan:<br /> الغرم بالغنم<a title="" style="mso-footnote-id: ftn9" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn9" name="_ftnref9">[9]</a><br />Sedangkan dalam mekanisme Revenue Sharing ini terkesan shohibul maal, dalam hal ini nasabah penabung lepas dari tanggung jawab dari pengelolaan dana, ia terbebas dari unsur ikut menanggung kerugian jika dalam usahanya itu terjadi kerugian, bahkan yang lebih jauh lagi shohibul maal selalu mendapatkan keuntungan baik itu usahanya untung ataupun rugi. Dari sini mekanisme ini tetap harus diwaspadai, karena jangan-jangan ini merupakan khila' (rekayasa) dari system bunga, karena sama-sama mendapatkan keuntungan dari apapun yang terjadi atas usaha yang dilakukan oleh pengelola, baik itu untung ataupun rugi.<br />Disisi lain mekanisme ini diterapkan dengan asumsi bahwa para nashabah belum terbiasa menerima kondisi bagi hasil dan berbagi resiko atas kerugian yang terjadi apabila dalam usahanya itu mengalami kerugian<a title="" style="mso-footnote-id: ftn10" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn10" name="_ftnref10">[10]</a>. Beban kepercayaan (trust) yang tanggung oleh bank syari'ah juga menjadi alasan mengapa mekanisme ini diberlakukan, dimana nasabah terbiasa dengan memperoleh hasil dari dana yang ditabungkan di bank-bank, alasan lain yang juga menjadi bahan pertimbangan adalah pelaksanaan mekanisme ini sebagai upaya dari pihak bank untuk meningkatkan nasabah penyimpan dana atau penabung, sebab nasabah ini akan keluar jika mereka tidak memperoleh apa-apa dari dalam penyimpanan dananya, pendekatan ini diterapkan semata-mata untuk meraih pasar<a title="" style="mso-footnote-id: ftn11" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn11" name="_ftnref11">[11]</a>.<br />Mekanisme ini juga mengandung kelemahan, karena apabila tingkat pendapatan bank sedemikian rendah, maka pendapatan bank yang didistribusikan tidak mampu untuk membiayai kebutuhan operasionalnya, sehingga merupakan kerugian bagi bank dan membebani para pemegang saham sebagai penanggung kerugian, sementara penyandang dana tidak akan pernah menaggung resiko kerugian akibat biaya operasional tersebut. Untuk itu pola ataupun mekanisme Revenue Sharing ini untuk waktu yang lama haruslah dipikirkan kembali untuk ditinggalkan, karena jika mekanisme ini tidak ditinggalkan sama saja tidak memberikan pendidikan kepada masyarakat tentang mekanisme bagi hasil yang sesungguhnya.<br />Dalam Revenue Sharing proses distribusi pendapatan ini dilakukan sebelum memperhitungkan biaya operasionalisasinya yang ditanggung oleh bank. Biasanya pendapatan yang didistribusikan hanyalah pendapatan atas investasi dana dan tidak termasuk fee atau jasa-jasa yang diberikan oleh bank.<br />Dalam mekanisme ini, berarti mengandung unsure peralihan mekanisme<a title="" style="mso-footnote-id: ftn12" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn12" name="_ftnref12">[12]</a> bagi hasil dari Profit and Lost Sharing menjadi Revenue Sharing, perubahan dari penanggunan resiko menjadi tidak menanggung resiko, walaupun didalam mekanisme ini tidak diketahui berapa besar jumlah keuntungan yang akan diperoleh, berbeda dengan bunga yang telah jelas berapa prosentase keuntungan yang akan diperoleh dari besarnya dana yang diinvestasikan, namun disini muncul pertanyaan apakah bentuk mekanisme Revenue Sharing merupakan khila (rekayasa) dari system bunga atau memang merupakan sebuah mekanisme baru yang sah-sah saja untuk diterapkan dalam proses bagi hasil dalam perbankan syari'ah. Untuk itu penyusun mencoba untuk melakukan penelitian mengenai hal ini dengan melihat pada aspek-aspek akadnya ditinjau dari hukum Islam.<br />Dalam penelitian ini, penyusun melakukan penelitian di Bank BNI Syari'ah Cabang Yogyakarta. Dimana Bank BNI Syari'ah Cabang Yogyakarta merupakan salah satu dari sekian banyak bank-bank berdasar prinsip syari'ah yang menerapkan mekanisme Revenue Sharing dalam penentuan hasil bagi para nasabah penabungnya. Di Bank BNI Syari'ah, mekanisme bagi hasil secara Revenue Sharing ini diberlakukan pada nasabah pertama atau nasabah penabung, yaitu dengan membagi seluruh pendapat bank sebelum di ambil biaya-biaya yang dikeluarkan oleh bank dalam usahanya. Hal ini diberlakukan dengan pertimbangan kepercayaan kepada nasabah dalam penerapan bagi hasil oleh bank.<br />Untuk mengarahkan arah dari penelitian ini, penyusun membatasai pada salah satu produk pembiayaan atau penyertaan yang disediakan, yaitu produk tabungan mudharabah.<br />B. Telaah Pustaka<br />Tidak sedikit buku, skripsi maupun hasil penelitian yang membahas dan memaparkan tentang perbankan syari'ah secara umum dan aspek bagi hasil pada khususnya. Namun tulisan ataupun penelitian yang terkait dengan pelaksanaan Revenue Sharing secara khusus di perbankan syari'ah belum penyusun temukan.<br />Pelaksanaan mekanisme Revenue Sharing ini dipandang menjadi suatu hal yang baru dalam penetapan hasil di perbankan syari'ah, dimana dengan menggunakan system ini bank syari'ah dapat terlepas dari sistem bunga dan nasabah tetap mendapat hasilnya. Namun kebanyakan dari para nasabah tidak mengetahui dengan diberlakukannya mekanisme ini, pengetahuan nasabah tentang hasil dari dana yang ditabungkan diperoleh dari keuntungan yang diperoleh oleh bank kemudian keuntungan tersebut dibagikan pada nasabah dan pihak bank itu sendiri.<br />Peralihan mekanisme bagi hasil<a title="" style="mso-footnote-id: ftn13" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn13" name="_ftnref13">[13]</a> antara nasbah dan pihak bank ini menjadi suatu pertanyaan yang menarik untuk diketahui boleh tidaknya mekanisme itu dilakukan ditinjau dari hukum Islam.<br />Untuk mendukung pemecahan masalah penelitian yang lebih mendalam, penyusun mencoba untuk melihat pada beberapa literature yang dianggap dapat mendukung dan memberi kemudahan serta terkait dengan permasalahan penelitian tersebut, sehingga dapat mempermudah pemecahan masalah yang akan diteliti.<br />As Syafi'I dalam pembagian hasil keuntungan mudlorobah menyatakan "bahwa pembagian keuntungan sebelum dikembalikannya modal itu sah walaupun setelah dihitung-hitung hasilnya mengalami kerugian"<a title="" style="mso-footnote-id: ftn14" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn14" name="_ftnref14">[14]</a>. Dalam pandangan As Syafi'I ini menerangkan tentang pembagian hasil dari transaksi mudlorobah dimana pembagian hasil ini dilakukan dengan tidak melakukan penghitungan secara rigit mengenai segala pengeluaran-pengeluaran yang digunakan dalam usaha, tetapi beliau tidak menjelaskan terjadi perubahan atau tidaknya akad bagi hasil dalam akad mudlorobah tersebut.<br />Muhammad dalam bukunya tentang Tekhnik Perhitungan bagi Hasil dan Profit Margin pada Bank Syari'ah<a title="" style="mso-footnote-id: ftn15" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn15" name="_ftnref15">[15]</a>, menjelaskan bagimana pola-pola penghitungan baik dalam pembiayaan maupun penghitungan pendapatan untuk bank maupun nasabah, secara teknis mekanisme penghitungan bagi hasil dalam produk-produk perbankan syari'ah telah dijelaskan didalamnya, namun bagaimana proses peralihan akad yang terjadi dalam berbagai mekanisme pembagaian bagi hasil termasuk peralihan akad dari Profit and Lost Sharing menjadi Revenue Sharing belum tersentuh didalamnya.<br /> Dalam bukunya yang lain Muhammad<a title="" style="mso-footnote-id: ftn16" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn16" name="_ftnref16">[16]</a>, mengatakan “bahwa pelaksanaan Revenue Sharing merupakan suatu mekanisme yang dilaksanakan dikalangan bank syari’ah dengan asumsi bahwa nasabah belum terbiasa menerima kondisi begi hasil dan berbagi resiko” namun dalam bukunya tersebut beliau tidak menyebutkan bagaimana proses pembagian hasil dengan menggunakan teknik Revenue Sharing tersebut.<br />Secara khusus skripsi yang membahas mengenai Revenue Sharing ditinjau dari segi hukum Islam belum penyusun temukan, namun untuk mendukung pemecahan masalah penelitian yang penyusun lakukan, penyusun mencoba untuk melihat pada penelitian-penelitian yang terkait dengan proses bagi hasil, diantaranya skripsi yang disusun oleh Yuyun Nurul Hakim yang ditulis pada tahun 2003 membahas tentang prospek tabungan mudharabah di kalangan masyarakat Yogyakarta; studi kasus pelaksanaan tabungan mudharabah di Bank BNI Syari’ah Cabang Yogyakarta, walaupun didalamnya telah dibahas mengenai Reveneu Distribution tetapi didalamnya tidak melihat dari segi hukum islamnya<a title="" style="mso-footnote-id: ftn17" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn17" name="_ftnref17">[17]</a>, skripsi yang disusun oleh Uswah Yeni Ismariatun yang ditulis pada tahun 2005 membahas tentang mekanisme penetapan bagi hasil tabungan di BMT Lohjinawi Bantul<a title="" style="mso-footnote-id: ftn18" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn18" name="_ftnref18">[18]</a>, skripsi yang ditulis oleh Reno Rohman ditulis pada tahun 2006 mengenai bagi hasil penangkapan ikan pukat cincin antara nelayan dan pemilik kapal menurut hukum Islam<a title="" style="mso-footnote-id: ftn19" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn19" name="_ftnref19">[19]</a>. Dalam kedua skripsi tersebut penyusun beleum melihat adanya peralihan akad yang dilakukan dalam proses bagi hasil. Skripsi yang ditulis Reno Rahman menjelaskan bagai mana proses pembagian hasil yang lebih mengerah pada Revenue Sharing tetapi didalamnya tidak membahas mengenai aspek peralihan akadnya.<br />Dengan melihat beberapa acuan tersebut penyusun merasa tergerak untuk melakukan penelitian bagaimana pelaksanaan Revenue Sharing di Bank Syari’ah ditinjau dari hukum Islam.<br />C. Kerangka Teoritik<br />Dalam penulisan skripsi ini penyusun mencoba untuk mendeskripsikan bagaimana pelaksanaan Revenue Sharing dengan berangkat dari definisi secara umum mengenai pengertian akad bagi hasil, syarat, rukun dan jenis-jenisnya. Setelah itu penyusun menganalisa dengan melihat pada teori-teori umum mengenai pelaksanaan praktik muamalah. Melalui sumber-sumber dari dalil-dalil nash al-Qur’an, as-Sunnah, maupun kaidah-kaidah fiqiyah yang ada relevansinya dengan objek pembahasan.<br />Dapat diketahui, bahwasanya dalam bertransaksi Allah mengharamkan adanya tambahan (riba) yang dapat merugiakan salah satu pihak yang bertransaksi, sebagaimana diterangkan dalam Al Qur’an :<br />" ..... واحلّ الله البيع وحرّم الرّبوا ....."<a title="" style="mso-footnote-id: ftn20" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn20" name="_ftnref20">[20]</a><br />Pelarangan ini tidak serta merta hanya berdampak pada kerugian yang menimpa salah satu pihak yang bertransaksi, tetapi lebih dari itu dampak yang ditimbulkan oleh pengambilan riba ini dapat berdampak pada aspek akhlak dan rohani serta berdampak pula pada aspek peradaban dan kemasayarakatan. Pertama, dampak terhadap aspek akhlak dan rohani, yaitu daapat kita ketahui betapa bahayanya riba terhadap akhlak dan rohani sekaligus, karena orang yang melakukan transaksi semacam ini selalu berkeinginan untuk mengumpulkan harta kekayaan dengan cara apa saja, sehingga ia menjadi budak harta dan dirinya dikuasai oleh sifat egoisme dan tamak terhadap harta dan ia akan lupa terhadap kewajiban sebagai seorang yang memiliki kelebihan harta, yaitu membayar zakat dan shodaqoh. Kedua dampak terhadap peradaban dan kemasyarakatan, dapat kita ketahui hampir tak ada orang yang berselisih yang menyatakan mengenai dampak yang dihasilkan dari riba, prilaku egois, individual, pemerasan, tidak saling bantu membantu akan mewarnai kehidupan dalam masayarakat yang cenderung akan menimbulkan perpecahan antar masyarakat sehingga akan jauh dari impian untuk hidup harmonis.<br />Manusia diwajibkan untuk selalu terus berusaha dalam melaksanakan tugasnya sebagai kholifah dibumi ini, tentunya usaha ini adalah dengan usaha yang halal dengan selalu bertawakal kepada Allah Swt. terhadap hasil yang telah diusahakannya. Dalam pelaksanaan usahanya ini harus tetap selalu beririnngan dengan sikap tawakal, sebagaimana disebutkan dalam Al Qur’an :<br />وما تدري نفس بأيّ أرض تموت انّ الله عليم خبير<a title="" style="mso-footnote-id: ftn21" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn21" name="_ftnref21">[21]</a><br />Dalam bermuamalah Islam juga memberikan kebebasan kepada setiap manusia untuk membuat aturan main sesuai dengan kreativitas, tingkat keilmuan situasi dan kondisinya. Diterangkan dalam kaidah fiqhiyah :<br />الأصل في الأشياء الاءباحة<a title="" style="mso-footnote-id: ftn22" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn22" name="_ftnref22">[22]</a><br />Prinsip mashlahat secara teoritis tidak diakui sebagai sumber hukum Islam, tetapi mashlahat biasanya digunakan sebagai alat tafsir dalam penerapan hukum Islam dalam menghadapi setiap perubahan-perubahan dan perkembangan zaman. Prinsip mashlahat dianggap sebagai prinsip adaptasibilitas<a title="" style="mso-footnote-id: ftn23" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn23" name="_ftnref23">[23]</a> terhadap perkembangan dan kebutuhan hukum terhadap suatu masalah tertentu guna mencari kebenaran hukum tanpa keluar dari norma-norma agama.<br />Dalam kaidah fiqhiyah disebutkan :<br />درء المفاسد اولى من جلب المصالح<a title="" style="mso-footnote-id: ftn24" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn24" name="_ftnref24">[24]</a><br />Apabila ada suatu perkara terlihat adanya kemashlahatan atau kemanfaatan, namun disitu juga terdapat kemadlorotan atau kerusakan jika itu dilaksanakan, maka meninggalkannya lebih baik untuk mencapai kemashlahatan yang lebih besar.<br />Ulama Malikiyah, mendasarkan pada istihsan dengan mengutamakan realisasi tujuan syar’i, yaitu mengutamakan tujuan untuk mewujudkan kemaslahatan-kemaslahatan atau menolak bahaya secara khusus sebab dalil umum mneghendaki dicegahnya bahaya itu. Karena bila tetap dipertahankan asal dalil umum maka akan mengakibatkan tidak tercapainya maslahat yang dikehendaki oleh dalil umum, sebab setiap dalil itu dimaksudkan untuk mewujudkan kemaslhatan dan menolak kerusakan.<a title="" style="mso-footnote-id: ftn25" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn25" name="_ftnref25">[25]</a>. hal ini banyak terjadi pada hokum asal daruriyat dengan hajiyat dan hajiyat dengan tahsiniyat kaidah hajiyat ini tidak dimaksudkan menentang dalil pokok (umum) melainkan bertujuan untuk memberikan kelapangan dan menolak kerusakan dalam menggulangi masalah-masalah darurat.<a title="" style="mso-footnote-id: ftn26" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn26" name="_ftnref26">[26]</a> Hal ini juga disandarkan pada Firman Allah Swt. dan hadits Nabi Muhammad Saw. yang menghendaki terwujudnya apa yang menjadi tujuan dari syara’:<br />..... يريد الله بكم اليسر ولايريد بكم العسر<a title="" style="mso-footnote-id: ftn27" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn27" name="_ftnref27">[27]</a> .....<br />مارآه المسلمون حسنا فهو عند الله حسن<a title="" style="mso-footnote-id: ftn28" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn28" name="_ftnref28">[28]</a><br />يسروا ولا تعسّروا<a title="" style="mso-footnote-id: ftn29" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn29" name="_ftnref29">[29]</a><br />Al- Syathibi juga mengatakan pemalingan hukum kepada istihsan dibolehkan demi kemashlahatan bersama, dengan tidak jauh keluar dari apa yang menjadi tujuan dari syara’<br />Ibnu al- Arabi memberikan pengertian mengenai istihsan, yaitu meninggalkan kehendak dalil dengan cara pengcualian atau rukhshat karena berbeda hukumnya dalam beberapa hal<a title="" style="mso-footnote-id: ftn30" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn30" name="_ftnref30">[30]</a>. Dari pengertian ini beliau membagi istihsan dalam empat bagian, yaitu: istihsan dengan u’rf, istihsan dengan maslahat, istihsan dengan ijmak dan istihsan dengan kaidah raf’ al-hajr wa al- masyaqqat<a title="" style="mso-footnote-id: ftn31" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn31" name="_ftnref31">[31]</a>.<br />Dalam pelaksanaan akad mudharabah penghitungan bagi hasil dilakukan dengan cara, yaitu dengan membagi keuntungan secara proporsional antara shahibul maal dengan mudharib sesuai dengan kesepakatan bersama setelah dikurangi biaya-biaya operasional dari pelaksanaan usaha yang diusahakannya.<br />Disamping beberapa teori-teori diatas penulis juga mengetengahkan beberapa hal yang terkait dengan masalah akad bagi hasil guna mengetahui kedudukan, dampak dari pelakasanaan Revenue Sharing sebagai akad pengganti akad bagi hasil secara Profit and Lost Sharing, dimana akad bagi hasil haruslah berpegang pada prinsip keadilan denagn tidak mengandung unsur ghoror (tipuan), ikrah (paksaan), gholat (kesalahan), tadlis (menyembunyikan cacat), al gholan (pengurangan), riba (tambahan) sehingga dapat merugikan salah satu pihaknya dan menimbulkan kebaikan pada semua pihak.<br />D. Metode Penelitian<br />Suatu karya atau hasil penelitian dapat dianggap sebagai karya ilmiah, agar penyusunan skripsi ini dapat terealisir dengan baik dan memenuhi bobot ilmiah, maka diperlukan metode sebagai alat untuk mencapai tujuan agar penelitian ini mempunyai relevansi pada tiap babnya, sehingga mudah untuk dimengerti dan dipahami.<br />Adapun metode yang digunakan, adalah sebagai berikut :<br />Jenis Penelitian<br />Jenis penelitian yang dilakukan ini termasuk penelitian lapangan (Field Research), yaitu penelitaian yang objeknya mengenai gejala-gejala yang terjadi pada pelaksanaan bagi hasil di Bank BNI Syari'ah Cabang Yogyakarta, dalam hal ini adalah peralihan akad bagi hasil dari Profit and Lost Sharing menjadi Revenue Sharing. Yang dilakukan dengan cara terjun langsung kelokasi penelitian untuk memperoleh data yang diperlukan.<br />Sifat Penelitian<br />Sifat penelitian ini termasuk penelitian Preskriptik, yakni penelitian yang bertujuan untuk menilai permasalahan objek penelitian yaitu tentang peralihan akad bagi hasil dari Profit and Lost Sharing menjadi Revenue Sharing di Bank BNI Cabang Yogyakarta. Yang dianalisis dengan teori-teori dan pendekatan yang relvan serta berpedoman pada hukum mu'amalah.<br />Pengumpulan Data<br />Dalam pengumpulan data, untuk memperoleh data yang valid penyusun menggunakan metode penelitian kualitatif dengan menggunakan beberapa teknik dalam pengumpulan datanya, adapun teknik tersebut adalah :<br />a. Observasi, yaitu melakukan pengamatan secara langsung di lokasi penelitian, dengan melihat sekaligus mencermati bagaimana pelaksanaan Revenue Sharing serta dampaknya pada nasabah akibat peralihan akad bagi hasil dari Profit and Lost Sharing menjadi Revenue Sharing.<br />b. Teknik Sampling, teknik ini digunakan untuk menjaring sebanyak mungkin informasi dari para nasabah<a title="" style="mso-footnote-id: ftn32" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn32" name="_ftnref32">[32]</a> untuk mengetahui seberapa besar dampak dari pelaksanaan Revenue Sharing di BNI Syari’ah Cab. Yogyakarta. Dalam teknik sampling ini menggunakan teknik non random, yaitu tidak menjadikan semua individu sebagai sample penelitian, tetapi beberapa nasabah yang dianggap mewakili nasabah yang lain.<br />c. Wawancara, wawancara ini dilakukan guna memperoleh data-data terkait pelaksanaan Revenue Sharing di BNI Syari’ah Cab. Yogyakarta dengan mengajukan pokok-pokok masalah yang telah disususn terlebih dahulu sehingga mempermudah dan memperlancar jalannya wawancara. Adapun yang penyusun wawancarai sebagai sample adalah :<br />1) Pegawai bank, guna mengetahui sejauhmana pelaksanaan Revenue Sharing di Bank Syari’ah.<br />2) DPS, menjadi perlu wawancara ini dilakukan, mengingat DPS ini sebagai pegawas dan sebagai unsure legitimate dari produk yang dikeluarkan oleh bank.<br />3) Nasabah, terhadap nasabah wawancara ini dilakukan untuk mengetahui dampak yang diterima oleh nasabah dalam pelaksanaan Revenue Sharing tersebut.<br />d. Dokumentasi, yaitu pengumpulan data yang diperoleh dari dokumen-dokumen, baik berupa literature, brosur, data transaksi website dan sumber-sumber pendukung lainnya.<br />Pendekatan Masalah<br />Pendekatan masalah yang digunakan penyusun dalam penelitian skripsi ini menggunakan pendekatan Normatif, yang bertolak ukur pada penggunaan hukum Islam untuk memeperoleh kesimpulan bahwa sesuatu itu sesuai atau tidak dengan ketentuan hukum Islam.<br />Analisis Data<br />Setelah data terkumpul, penyusun berusaha mengklasifikasi data-data yang telah terkumpul untuk dianalisis sehingga mendapat sebuah kesimpulan, analisis data ini dengan menggunakan metode analisis kualitatif deduktif dimulai dengan dalil-dalil umum kemudian dikemukakan kemungkinan yang bersifat khusus dari hasil riset. Cara ini digunakan penyusun guna mengetahui bagaimana hukum Islam memandang pelaksanaan Revenue Sharing di Bank Syari’ah.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn1" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref1" name="_ftn1">[1]</a> Muhammad, Lembaga-lembaga Keuangan Umat Kontemporer, (Yogyakarta : UII Press, 2000), hal. 52<br /><br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn2" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref2" name="_ftn2">[2]</a> UU No. 10. Tahun 1998, Tentang Perbankan , Cet III, (Jakarta : Sinar Grafika , 2003)<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn3" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref3" name="_ftn3">[3]</a> Muhammad, Lembaga-lembaga Keuangan Umat Kontemporer, (Yogyakarta : UII Press, 2000), hal. 53<br /><br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn4" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref4" name="_ftn4">[4]</a> Al Baqoroh (2) : 275<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn5" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref5" name="_ftn5">[5]</a> Asjmuni, A Rahman, Qoidah-qoidah Fiqh (Qowaidul Fiqhiyah),(Jakarta : Bulan Bintang, 1976), hal. 75<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn6" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref6" name="_ftn6">[6]</a> Rivai Wirasasmita, Maman Kusman Sulaeman, Ronald H Sitorus, Breeg Manurung, Kamus Lengkap Ekonomi, (Bandung : Pioner Jaya, 1999).<br /><br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn7" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref7" name="_ftn7">[7]</a> Ibid<br /> Dalam istilah ekonomi Revenue berarti pendapatan pemerintah yang berasal dari pajak, bea dan lainnya, sebagian ahli ekonomi mengatakan bahwa Revenue juga mencakup pendapatan-pendapatan pemerintah dari penjualan surat efek, tanah, harta kekayaan lain yang sejenis jadi sama dengan public revenue, dalam istilah lain Revenue diartikan sebagi pendapatan perusahaan baik swasta maupun perorangan.<br /><br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn8" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref8" name="_ftn8">[8]</a> Muhammad Syafi'I Antonio, Bank Syari'ah Wacana Ulama & Cendekiawan, (Jakarta: Tazkia Institute, 2000), hal. 179<br /><br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn9" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref9" name="_ftn9">[9]</a> Asjmuni, A Rahman, Qoidah-qoidah Fiqh (Qowaidul Fiqhiyah), (Jakarta : Bulan Bintang, 1976), hal. 90<br /><br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn10" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref10" name="_ftn10">[10]</a> Muhammad, Managemen Bank Syari'ah, (Yogyakarta : UUP AMP YKPN, 2000), hal. 223<br /><br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn11" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref11" name="_ftn11">[11]</a> Ibid, hal. 224<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn12" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref12" name="_ftn12">[12]</a> Peralihan mekanisme yang dimaksud adalah penetapan mekanisme pembagian hasil keuntungan dalam penentuan hasil, jika parusahaan (bank) secara nyata memperoleh keuntungan, namun dalam Revenue Sharing ini penetapan keuntungan tetap dilakukan dengan tanpa menghitung terlebih dahulu berapa besar keuntungan yang diperoleh setelah dikurangi biaya-biaya operasional<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn13" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref13" name="_ftn13">[13]</a> Peralihan akad bagi hasil dari Profit and Lost sharing menjadi Revenue Sharing<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn14" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref14" name="_ftn14">[14]</a> Lihat, Abdurrahman Al Jauzy, Madzahib al arba’ah, Jus III, (Libanon : Bairut, 2003), hal. 49<br /><br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn15" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref15" name="_ftn15">[15]</a> Muhammad, Tekhnik Penghitungan Bagi Hasil dan Profit Margin pada Bank Syari'ah, Cet III, (Yogyakarta : UII Press, 2006), hal. 18<br /><br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn16" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref16" name="_ftn16">[16]</a> Muhammad, Managemen Bank Syari’ah, (Yogyakarta : UUP AMP YKPN, 2003), Ha. 74 <br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn17" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref17" name="_ftn17">[17]</a> Yuyun Nurul Hakim, Prospek tabungan Mudharabah di Kalangan Masyarakat Yogyakarta, (Skripsi Jurusan Ekonomi Islam STAIN Surakarta SEM Institut Jakarta, 2003)<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn18" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref18" name="_ftn18"></a><br />[18] Uswah Yeni Ismariatun, Mekanisme Penetapan Bagi Hasil Tabungan di BMT Lohjinawi Bantul, (Skripsi Fakultas Syari’ah Jurusan Mu’amalat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2005) <br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn19" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref19" name="_ftn19">[19]</a> Reno Rohman, Bagi Hasil Penangkapan Ikan Pukat Cincin Antara Nelayan dan Pemilik Kapal, (Skripsi Fakultas Syari’ah Jurusan Mu’amalat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2006)<br /><br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn20" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref20" name="_ftn20">[20]</a> Al Baqoroh (2) : 275.<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn21" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref21" name="_ftn21">[21]</a> Lukman (31) : 34.<br /><br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn22" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref22" name="_ftn22">[22]</a> Asjmuni, A Rahman, Qoidah-qoidah Fiqh (Qowaidul Fiqhiyah), (Jakarta : Bulan Bintang, 1976), hal. 41<br /><br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn23" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref23" name="_ftn23">[23]</a> Yudian W. Asmin, Filsafat Hukum Islam dan Problematika Sosial, (Surabaya: Al Ikhlas, 1995), hal. 42<br /><br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn24" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref24" name="_ftn24">[24]</a> Asjmuni, A Rahman, Qoidah-qoidah Fiqh (Qowaidul Fiqhiyah), (Jakarta : Bulan Bintang, 1976), hal. 75<br /><br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn25" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref25" name="_ftn25">[25]</a> Al-Syatibi, al-Muwafaqat fi Ushu al-Ahkan, Juz IV, (Dar al Fikr), hal.207<br /><br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn26" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref26" name="_ftn26">[26]</a> Iskandar Usman, Istihsan dan Pembaharuan Hukum Islam. Cet. I (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1994), hal. 24<br /><br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn27" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref27" name="_ftn27">[27]</a> Al-Baqarah (2) : 185<br /> <br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn28" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref28" name="_ftn28">[28]</a> <br /><br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn29" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref29" name="_ftn29">[29]</a> <br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn30" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref30" name="_ftn30">[30]</a> Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fiqih,Cet. I, (Jakarta: PT Pustaka Firdaus, 1994), hal. 402<br /><br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn31" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref31" name="_ftn31">[31]</a> Iskandar Usman, Istihsan dan Pembaharuan Hukum Islam, (Jakarta : PT Raja Sindo, 1994), hal. 21<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn32" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref32" name="_ftn32">[32]</a> Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif edisiRevisi, Cet XXIII (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2007), hal. 223AGUS ARWANI, SE, M.Ag.http://www.blogger.com/profile/10365088094121590944noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-3357978361591417802.post-10104810818953234832008-11-07T18:30:00.000-08:002008-11-07T18:37:18.653-08:00Prinsip Transparansi MusyarakahPRINSIP TRANSPARANSI DALAM PEMBIAYAAN MUSYÂRAKAH<br /><br />A. Latar Belakang<br />Dalam perbankan syariah corporate governance<a title="" style="mso-footnote-id: ftn1" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn1" name="_ftnref1">[1]</a> sedikit berbeda dengan corporate governance dalam bank konvensional karena bank syariah mempunyai kewajiban untuk menaati seperangkat peraturan yang berbeda yaitu hukum syariah.<br />Corporate governance merupakan cara-cara manajemen perusahaan bertanggung jawab pada shareholder-nya. Pengambilan keputusan di perusahaan haruslah dapat dipertanggungjawabkan. Keputusan tersebut mampu memberikan nilai tambah bagi shareholder. Fokus utama di sini terkait dengan pengambilan keputusan perusahaan yang mengandung nilai-nilai Transparency, Responsibility, Accountability, Fairness, dan Independency.<a title="" style="mso-footnote-id: ftn2" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn2" name="_ftnref2">[2]</a><br />Transparansi sebagai salah satu prinsip Good Corporate Governance<a title="" style="mso-footnote-id: ftn3" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn3" name="_ftnref3">[3]</a> (selanjutnya disingkat menjadi GCG) sangat penting digunakan dalam suatu perusahaan. Hal ini terkait dengan adanya isu tentang kekhawatiran perusahaan yang terlalu terbuka dalam menyampaikan informasinya, maka ditakutkan segala strategi akan diketahui pesaing sehingga sangat membahayakan kelangsungan usahanya.<br />Dalam mewujudkan transparansi, sebuah perusahaan harus menyediakan informasi yang cukup, akurat, dan tepat waktu kepada berbagai pihak yang berkepentingan. Contohnya dalam laporan keuangan yang wajib diungkapkan secara objektif dan mudah dimengerti. Selain laporan keuangan disarankan perusahaan juga mengungkapkan informasi non-finansial yang diperlukan bagi semua pihak yang berkepentingan dengan perusahaan untuk mengambil berbagai keputusan.<a title="" style="mso-footnote-id: ftn4" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn4" name="_ftnref4">[4]</a> Para stakeholder<a title="" style="mso-footnote-id: ftn5" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn5" name="_ftnref5">[5]</a> dapat mengetahui risiko yang kemungkinan bisa terjadi dalam melakukan transaksi dengan perusahaan. Sehingga dapat membawa manfaat yang besar bagi semua pihak.<br />Munculnya lembaga keuangan yang berprinsip syariah menjadi salah satu alternatif bagi masyarakat untuk menjawab segala permasalahan yang dihadapi. Islam sebagai agama yang telah sempurna tentunya sudah memberikan rambu-rambu dalam melakukan transaksi, istilah al-tija>rah, al-bai‘, dan lain - lain yang disebutkan dalam al-Qur’an sebagai pertanda bahwa Islam memiliki perhatian yang serius dalam dunia usaha atau perdagangan. Dalam menjalankan usaha dagangnya tersebut tetap harus berada dalam rambu-rambu syariah. Secara umum, Islam menawarkan nilai-nilai dasar atau prinsip-prinsip umum dalam bisnis yang penerapannya disesuaikan dengan perkembangan zaman serta mempertimbangkan ruang dan waktu. Nilai-nilai tersebut adalah tauhid, khilafah, ibadah, tazkiyah dan ihsan. Dari nilai dasar inilah dapat diangkat ke prinsip umum tentang keadilan, kejujuran, keterbukaan, kebersamaan, kebebasan, tanggung jawab dan akuntabilitas. Rasulullah saw telah memberikan contoh yang dapat diteladani dalam berbisnis, misalnya: Transparansi adalah sesuatu yang dipercayakan kepada seseorang, baik harta, ilmu pengetahuan, dan hal-hal yang bersifat rahasia yang wajib dipelihara atau disampaikan kepada yang berhak menerima, harus disampaikan apa adanya tidak boleh dikurangi maupun ditambah. Orang yang jujur adalah orang yang mengatakan sebenarnya, walaupun terasa pahit untuk disampaikan.<a title="" style="mso-footnote-id: ftn6" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn6" name="_ftnref6">[6]</a><br />Sifat jujur atau dapat dipercaya merupakan sifat terpuji yang disenangi Allah, walaupun disadari sulit menemukan orang yang dapat dipercaya. Kejujuran adalah sesuatu yang mahal. Lawan dari kejujuran adalah penipuan.<a title="" style="mso-footnote-id: ftn7" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn7" name="_ftnref7">[7]</a> Dalam dunia bisnis pada umumnya kadang sulit sekali untuk mendapatkan kejujuran. Oleh karena itu kejujuran sangat penting dalam melakukan berbagai kegiatan dalam kehidupan untuk memperoleh hasil yang maksimal. Prinsip transparansi tidak hanya untuk melindungi pemegang saham minoritas akan tetapi juga bagaimana perusahaan dioperasikan dan bisnis dijalankan sehingga dapat berinteraksi dengan masyarakat luas.<br />Prinsip transparansi ini sangat dibutuhkan dan harus dilaksanakan oleh perbankan syariah dalam setiap operasionalnya agar tidak terjadi kesalahpahaman antara nasabah dengan pihak bank. Di Indonesia terdapat berbagai macam Lembaga Keuangan Syariah, salah satunya adalah Bank Rakyat Indonesia (BRI) Syariah Cabang Yogyakarta yang memiliki kegiatan bermacam-macam, salah satunya adalah pembiayaan musya>rakah.<a title="" style="mso-footnote-id: ftn8" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn8" name="_ftnref8">[8]</a> Dalam pembiayaan musya>rakah ini, keuntungan usaha yang diperoleh dibagi menurut kesepakatan dalam kontrak, apabila terjadi kerugian ditanggung bersama.<br />Penyaluran dana yang dilakukan dalam bentuk pembiayaan berdasarkan prinsip syariah maksudnya adalah penyediaan uang/tagihan atau yang dipersamakan dengan itu berdasarkan kesepakatan antara pihak bank dan nasabah yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan bagi hasil.<br />Musyârakah biasanya diaplikasikan untuk pembiayaan proyek dengan ketentuan nasabah dan bank sama-sama menyediakan dana untuk membiayai proyek tersebut. Setelah proyek tersebut selesai, maka nasabah akan mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati. Prinsip bagi hasil dalam Musyârakah ini berbeda dengan prinsip bunga tetap. bank akan menagih penerima pembiayaan (nasabah) satu jumlah bunga tetap berapapun keuntungan yang dihasilkan nasabah, bahkan sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi.<a title="" style="mso-footnote-id: ftn9" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn9" name="_ftnref9">[9]</a><br />Transparansi dalam perbankan dapat dilihat dari pembagian keuntungan yang diperoleh nasabah langsung dan dilaporkan kepada pihak bank. Laporan keuangan dapat dibuat secara berkala. Setiap penyaluran dana kepada nasabah ditindaklanjuti dengan pembinaan nasabah yang bersangkutan.<br />Adapun yang menjadi permasalahan adalah adanya ketidakjujuran dalam pembagian pendapatan antara pihak bank dan nasabah. Hal ini terjadi karena biasanya pihak bank telah percaya penuh untuk memberikan dananya kepada nasabah. Dana yang telah diberikan tersebut digunakan untuk modal usaha. Dalam melaksanakan kegiatan usaha, nasabah harus melaksanakan prinsip transparansi. Jika tidak menerapkan prinsip tersebut dalam pendapatan yang diterimanya, maka akan menyalahi amanah (kepercayaan) yang telah diberikan oleh pihak bank. Padahal amanah merupakan salah satu prinsip utama yang menjadi ciri khas seseorang yang menjadi pelaku ekonomi syariah.<a title="" style="mso-footnote-id: ftn10" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn10" name="_ftnref10">[10]</a> Kejujuran berkaitan dengan etika bisnis Islam yang menjadi bagian dari aktivitas manusia, landasannya merupakan hasil pemahaman dari Al-Qur’an dan pada hakikatnya usaha manusia untuk mencari keridloan Allah.<a title="" style="mso-footnote-id: ftn11" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn11" name="_ftnref11">[11]</a><br />Sikap keberanian dan konsistensi sangat diperlukan agar etika bisnis dapat berjalan dengan baik. Sikap keberanian yang sesungguhnya telah dipunyai oleh sifat dasar manusia yaitu kebebasan berkehendak dan pertanggungjawaban.<a title="" style="mso-footnote-id: ftn12" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn12" name="_ftnref12">[12]</a> Etika didefinisikan sebagai seperangkat prinsip moral yang membedakan yang baik dan yang buruk. Etika adalah bidang ilmu yang bersifat normatif karena berperan dalam menentukan apa yang harus dilakukan atau tidak oleh seseorang. <a title="" style="mso-footnote-id: ftn13" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn13" name="_ftnref13">[13]</a><br />a. Oleh karena itu, penyusun merasa tertarik untuk meneliti tentang pelaksanaan prinsip transparansi dalam pembiayaan Musyârakah di bank syariah. Pentingnya dalam meneliti transparansi karena ditemukan adanya indikasi ketidakjujuran dalam pembagian pendapatan antara nasabah dan bank yang tidak menerapkan prinsip transparansi dalam pendapatannya.<br /><br />B. Telaah Pustaka<br />Dalam telaah pustaka ini penyusun akan mendeskripsikan dan menelaah buku-buku yang terdapat relevansinya dengan objek pembahasan. Pembahasan tersebut tercantum dalam buku, makalah, skripsi, media massa maupun artikel di internet. Karya-karya tersebut lebih mengacu pada salah satu prinsip Good Corporate Governance (GCG) yaitu transparansi yang diterapkan dalam pelaksanaan pembiayaan musya>rakah.<br />Belum ada sebuah buku atau karya yang secara khusus mengupas tentang tinjauan hukum Islam terhadap prinsip transparansi dalam pembiayaan musya>rakah di Bank Syariah. Oleh karena itu, di dalam telaah pustaka ini penyusun coba untuk menyampaikan sesuatu yang baru.<br />Tim Pengembangan Perbankan Syariah Institut Bankir Indonesia menjelaskan tentang cara kerja bank syariah secara rinci, sehingga pembaca akan mampu memahami dengan baik pola kerja bank syariah. Adanya uraian pemahaman konsep produk dan kegiatan operasional bank Islam<a title="" style="mso-footnote-id: ftn14" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn14" name="_ftnref14">[14]</a> yang berbeda dengan buku-buku yang sejenis yang pernah terbit sebelumnya, yang ditulis oleh mereka yang berpengalaman dalam bidang operasional di bank syariah, sehingga dapat dijadikan sebagai pedoman bagi yang ingin melakukan kegiatan bank syariah.<br />Abdullah Saeed dalam karyanya Bank Islam dan Bunga Studi Krisis dan Interpretasi Kontemporer tentang Riba dan Bunga mengkaji bahwa penggunaan Profit and Loss Sharing pada bank-bank Islam yang mentransformasikannya ke dalam prinsip Mud{arabah dan Musya>rakah, yang ternyata dalam prakteknya mirip dengan jenis pembiayaan yang hasilnya ditentukan terlebih dahulu, mengenai garansi menurut mazhab hukum sunni dalam pembiayaan khususnya musya>rakah tidak dapat diberikan karena didasarkan pada unsur kepercayaan.<a title="" style="mso-footnote-id: ftn15" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn15" name="_ftnref15">[15]</a><br />Penelitian dari Atiek Rahmawati yang berjudul ”Perbandingan Kepuasan Nasabah Produk Pembiayaan Mura>bahah dan Musya>rakah. Pada penelitian ini membahas faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat kepuasan nasabah dalam produk pembiayaan serta produk mana yang lebih tinggi kepuasannya terhadap atribut BMT mengenai pelayanan, bagi hasil/keuntungan, dan produk.<a title="" style="mso-footnote-id: ftn16" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn16" name="_ftnref16">[16]</a><br />Aniatun Mudrikah membahas tentang akad pelaksanaan musya>rakah di BMT. Mengenai pelaksanaan akad pembiayaan antara BMT dengan nasabah. Tentang bagaimana dan apakah penerapan prinsip kemanfaatan pada pelaksanaan pembiayaan musya>rakah yang sesuai dengan ketentuan syariah.<a title="" style="mso-footnote-id: ftn17" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn17" name="_ftnref17">[17]</a> Skripsi ini hanya membahas tentang pelaksanaan pembiayaan musya>rakah tidak sedikitpun menyinggung tentang prinsip transparansi.<br />Nuril Mala dalam penelitian yang pernah ditemukan diantaranya mengenai pelaksanaan pembiayaan musya>rakah di BMT BIF Gedong Kuning yang meliputi akad, bagi hasil dan pertanggungjawaban kerugian serta tinjauan hukum Islam terhadap pembiayaan tersebut. <a title="" style="mso-footnote-id: ftn18" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn18" name="_ftnref18">[18]</a> Skripsi ini membahas secara detail mengenai akad dan pembagian keuntungan.<br />Hary Suwandi dalam skripsinya membahas tentang adanya prinsip–prinsip GCG yang salah satunya disebutkan prinsip transparansi (keterbukaan atau kejujuran) adanya hak–hak pemegang saham, yang harus diberi informasi dengan benar dan tepat pada waktunya mengenai perusahaan, dapat ikut dalam pengambilan keputusan mengenai perubahan–perubahan yang mendasar atas perusahaan, dan juga mendapatkan bagian dari keuntungan perusahaan.<a title="" style="mso-footnote-id: ftn19" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn19" name="_ftnref19">[19]</a> Skripsi ini lebih terfokus pada pelaksanaan prinsip–prinsip GCG secara umum dilihat dari kacamata hukum Islam.<br />Dari karya–karya di atas menunjukkan bahwa tinjauan hukum Islam terhadap pelaksanaan prinsip transparansi dalam pembiayaan musya>rakah di Bank Syariah, faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan prinsip transparansi tersebut belum ada yang membahasnya. Untuk itu penelitian yang dilakukan ini sangat difokuskan.<br /><br />C. Kerangka Teoretik<br />Berdasarkan etika bisnis yang baik dalam melakukan segala aktivitas, maka sebuah perusahaan akan mempunyai sumber daya manusia yang berkualitas, yang memiliki kesehatan moral dan mental, mempunyai semangat dalam meningkatkan kualitas amal (kerja) di berbagai aspek, memiliki motivasi mampu beradaptasi dan memiliki kreativitas tinggi, pantang menyerah, kemampuan berkomunikasi. Jika akal sudah dikendalikan oleh iman, maka dapat membuat seseorang dalam berbisnis tetap berpedoman pada standar etika yang diyakini.<br />Tujuan syariah harus dapat menentukan perilaku konsumen dalam Islam. Tujuan syariah Islam adalah tercapainya kesejahteraan umat manusia (masla>h}at al-‘ibad). Oleh karena itu, semua barang dan jasa yang memiliki masla>h{ah<a title="" style="mso-footnote-id: ftn20" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn20" name="_ftnref20">[20]</a> akan dikatakan sebagai kebutuhan manusia. Kemashlahatan dibagi dalam tiga kategori: d{aru>riyyat, h{a>jiyyat, tah{siniyyat.<a title="" style="mso-footnote-id: ftn21" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn21" name="_ftnref21">[21]</a> Apabila ketiga kategori tersebut terpenuhi, berarti telah ada bukti nyata bahwa kemaslahatan mereka adalah seorang ahli hukum yang muslim.<br />Menurut Ahmad Azhar Basyir, hukum muamalat memiliki beberapa prinsip umum yang dapat dirumuskan sebagai berikut:<a title="" style="mso-footnote-id: ftn22" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn22" name="_ftnref22">[22]</a><br />1. Pada dasarnya segala bentuk muamalat adalah mubah, kecuali yang ditentukan oleh Al-Qur’an dan sunnah Rasul.<br />2. Muamalat dilakukan atas dasar suka rela tanpa mengandung unsur paksaan. Terdapat sebuah ayat yang menjelaskan tentang prinsip kerelaan dan keridaan para pelaku pasar melakukan transaksi. Allah berfirman:<br />يأيها الذين أمنوا لا تأكلوا أموالكم بينكم بالباطل إلاّ أن تكون تجارة عن تراض منكم ولا تقتلوا أنفسكم إن الله كان بكم رحيما. <a title="" style="mso-footnote-id: ftn23" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn23" name="_ftnref23">[23]</a><br /><br />3. Muamalat dilakukan atas dasar pertimbangan mendatangkan manfaat dan menghilangkan madarat dalam kehidupan masyarakat. Hal ini memberikan akibat bagi semua bentuk muamalat yang merusak kehidupan masyarakat tidak dibenarkan.<br />4. Muamalat harus dilaksanakan dengan memelihara nilai keadilan menghindarkan unsur-unsur penganiayaan dan unsur pengambilan kesempatan dalam kesempitan.<br /><br />Prinsip ini merupakan hal yang menjadi ketentuan dalam berlangsungnya kegiatan muamalat, yang mendasarkan pada terlaksananya kemaslahatan umum dengan menghindarkan diri dari ke madarat.<br /><br /><br />Adanya Transparansi (kejujuran) ditujukan bukan hanya untuk orang lain tetapi juga untuk diri kita sendiri. Agar semua kegiatan yang dilakukan terhindar dari benturan kepentingan dari berbagai pihak.<br />يأيها الذين أمنوا اتقوا الله وكونوا مع الصادقين<a title="" style="mso-footnote-id: ftn24" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn24" name="_ftnref24">[24]</a><br /><br />Orang yang telah menjalankan salah satu prinsip (amanah) yang menjadi ciri khas seorang pelaku ekonomi adalah orang-orang yang beruntung.<br />والذين هم لأماناتهم وعهدهم راعون<a title="" style="mso-footnote-id: ftn25" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn25" name="_ftnref25">[25]</a><br /><br />Ayat ini menerangkan bahwasanya agar manusia menjaga amanah yang dibawanya dan memikul janji-janjinya.<br />Akhlak yang seharusnya menghiasi bisnis syariah dalam setiap gerak-geriknya adalah kejujuran.<a title="" style="mso-footnote-id: ftn26" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn26" name="_ftnref26">[26]</a> Sifat jujur kadang-kadang dianggap mudah untuk dilaksanakan bagi orang awam apabila belum dihadapkan dengan ujian yang berat. Islam menjelaskan bahwasanya kejujuran yang hakiki terletak pada kegiatan bermuamalah.<a title="" style="mso-footnote-id: ftn27" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn27" name="_ftnref27">[27]</a>demikian pentingnya kejujuran dalam berbisnis sehingga segala bentuk kecurangan dapat dihindari.<br />Islam adalah agama yang menganjurkan umatnya untuk melakukan kerjasama yang terorganisir dengan baik. Dalam konteks ini khususnya berdasarkan dengan prinsip syirkah dimana suatu kerjasama dua orang yang keduanya menyediakan modal atau keahlian yang dibutuhkan dalam berusaha.<a title="" style="mso-footnote-id: ftn28" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn28" name="_ftnref28">[28]</a> Keuntungan yang didapat dari usaha dibagi dua berdasarkan nisbah bagi hasil yang telah disepakati kemudian jika terjadi kerugian juga dipikul bersama.<br />... فهم شركآء فى الثلث...<a title="" style="mso-footnote-id: ftn29" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn29" name="_ftnref29">[29]</a><br /><br />وإن كثيرا من الخلطآء ليبغى بعضهم على بعض إلا الذين أمنوا وعملوا الصالحات.<a title="" style="mso-footnote-id: ftn30" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn30" name="_ftnref30">[30]</a><br /><br />D. Metode Penelitian<br />Penelitian ini dilakukan di Bank Syariah. Metode penelitian yang digunakan adalah:<br />1. Jenis Penelitian<br />Penelitian ini termasuk penelitian lapangan (field research) yaitu penelitian yang datanya diambil dari variable–variable yang ada di lapangan (kondisi setempat). Penyusun akan menggambarkan fenomena yang lebih jelas mengenai pelaksanaan prinsip yang diterapkan dalam pembiayaan Musyârakah dalam bank syariah ditinjau dari hukum Islam.<br />2. Sifat Penelitian<br />Penelitian ini termasuk penelitian preskiptik yaitu untuk menilai permasalahan yang menjadi obyek penelitian dalam pelaksanaan prinsip transparansi dalam pembiayaan khususnya Musyârakah kemudian menganalisisnya dengan pendekatan teori yang relevan sesuai hukum Islam.<br />3. Teknik Pengumpulan Data<br />a. Wawancara (Interview) adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan secara langsung maupun tidak langsung kepada responden berdasarkan pedoman yang telah disusun terlebih dahulu secara struktural. Wawancara ini diajukan pada pihak BRI Syari’ah Cabang Yogyakarta bagian Akuntan Lapangan yaitu Bp. Arief Wijaya dan bagian Pembiayaan yaitu Bp. Dian Samto Indrayana selaku pihak pertama dan nasabah BRI Syari’ah Cabang Yogyakarta yang berjumlah 10 orang selaku pihak kedua khususnya bagi yang mengambil pembiayaan musya>rakah.<br />b. Dokumentasi adalah mengumpulkan data yang didapatkan dari dokumen yang berupa formulir aplikasi, brosur, buku-buku yang terkait dengan penelitian ini, serta website BRI itu sendiri.<br />4. Pendekatan Penelitian<br />Pendekatan yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah pendekatan normatif adalah mendekati masalah dengan cara meneliti norma yang berlaku kemudian dilakukan analisis apakah masalah itu baik atau tidak berdasarkan norma yang berlaku dalam hukum Islam.<br /><br /><br />5. Analisis Data<br />Adapun analisis yang dipakai di sini adalah bersifat analisis kualitatif dengan metode berfikir deduktif, yaitu melakukan analisis dengan data yang bersifat umum mengenai akad dalam pembiayaan dan keterbukaannya dalam hukum Islam kemudian akan menghasilkan kesimpulan khusus tentang bentuk keterbukaan akad dalam pembiayaan musya>rakah dan pembagian keuntungan ditinjau dari hukum Islam.<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn1" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref1" name="_ftn1">[1]</a> Corporate Governance adalah sebagai sekumpulan hubungan antara pihak manajemen perusahaan, pemegang saham dan pihak lain yang mempunyai kepentingan dengan perusahaan. Lihat Hessel Nogi, Mengelola Kredit Berbasis Good Corporate Governance, (Yogyakatra: Balairung, 2003), hlm. 12.<br /><br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn2" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref2" name="_ftn2">[2]</a> Transparency (keterbukaan informasi), Responsibility (tanggung jawab), Accountability (kejelaan fungsi), Fairness (kesetaraan atau kewajaran), Independency (kemandirian). Lihat Mas Ahmad Daniri, Good Corporate Governance Konsep dan Penerapannya dalam Konteks Indonesia, (Jakarta: PT.Triexs Trimacindo, 2005), hlm. 9-12.<br /><br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn3" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref3" name="_ftn3">[3]</a> Good Corporate Governance didefinisikan sebagai suatu pola hubungan , sistem, dan proses yang digunakan oleh organ perusahaan guna memberikan nilai tambah kepada pemegang saham secara berkesinambungan dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan pemegang saham berlandaskan peraturan perundang–undangan dan norma yang berlaku. Ibid., hlm. 8.<br /><br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn4" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref4" name="_ftn4">[4]</a> Siswanto Sutojo dan E John Aldidge, Good Corporate Governance-Tata Kelola Perusahaan yang Sehat, cet. I (Jakarta: PT.Damar Mulia Pustaka, 2005), hlm. 27.<br /><br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn5" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref5" name="_ftn5">[5]</a> Stakeholder adalah kelompok atau individu yang dapat mempengaruhi aktivitas perusahaan. Ibid., hlm. 200.<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn6" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref6" name="_ftn6">[6]</a> Marpuji Ali, Etika Bisnis dalam Islam ,http://www.indomedia.com, akses tanggal 22 mei 2007.<br /><br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn7" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref7" name="_ftn7">[7]</a> Albert Hendra Wijaya, Kejujuran, <a href="http://www.siutao.com/">http://www.siutao.com</a>, akses tanggal 22 mei 2007<br /><br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn8" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref8" name="_ftn8">[8]</a> Musya>rakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi suatu dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. Lihat Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, cet I (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), hlm. 90.<br /><br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn9" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref9" name="_ftn9">[9]</a> Ibid., hlm. 94.<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn10" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref10" name="_ftn10"></a><br />[10] Sofiniyah Ghufron (penyunting), Briefcase Book Edukasi Profesional Syariah-Konsep dan Implementasi Bank Syariah, cet. I (Jakarta: Renaisans, 2005), hlm.13.<br /><br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn11" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref11" name="_ftn11">[11]</a> R.Lukman Fauroni, Etika Bisnis dalam Al-Qur’an, cet.I (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2006), hlm.173.<br /><br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn12" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref12" name="_ftn12">[12]</a> Muhammad, Etika Bisnis Islam, (Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2004), hlm. 61.<br /><br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn13" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref13" name="_ftn13">[13]</a> Ibid, hlm. 38.<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn14" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref14" name="_ftn14">[14]</a> Tim Pengembangan Perbankan Syariah Institute Bankir Indonesia, Konsep, Produk dan Implementasi operasional Bank Syariah, cet. II (Jakarta: Djambatan, 2003), hlm. 55.<br /><br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn15" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref15" name="_ftn15">[15]</a> Abdullah Saeed, bank Islam dan Bunga Studi Kritis dan Interpretasi Kontemporer tentang Riba dan Bunga, cet. II (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hlm 110.<br /><br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn16" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref16" name="_ftn16">[16]</a> Atiek Rahmawati, Perbandingan Tingkat kepuasan Nasabah Produk Pembiayaan Mud{arabah dan Musya>rakah (Studi Kasus di BMT Jagamukti Amratani Muntilan), Skripsi tidak diterbitkan, Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta (2005), hlm. 2.<br /><br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn17" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref17" name="_ftn17">[17]</a> Aniatun Mudrikah, Penerapan Prinsip Kemanfaatan pada Pelaksanaan Pembiayaan Musya>rakah di BMT Jogjatama Cabang Gowok Yogyakarta, skripsi tidak diterbitkan, Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta (2006), hlm. 5.<br /><br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn18" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref18" name="_ftn18">[18]</a> Nuril Mala, Tinjauan Hukum Islam terhadap Pembiayaan Musya>rakah di BMT BIF Gedong Kuning Yogyakarta, skripsi tidak diterbitkan, Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta (2002).<br /><br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn19" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref19" name="_ftn19">[19]</a> Hary Suwandi, Tinjauan Hukum Islam terhadap Good Cooperate Governance (GCG) dalam Bank Syariah (Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia (BRI) Syariah Cabang Yogyakarta),” skripsi tidak diterbitkan, Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (2007), hlm. 30.<br /><br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn20" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref20" name="_ftn20">[20]</a> Maslahah adalah pemilikan atau kekuatan barang / jasa yang mengandung elemen – elemem dasar dan tujuan kehidupan umat manusia di dunia ini. Lihat Muhammad, Etika Bisnis Islami (Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2004), hlm. 19.<br /><br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn21" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref21" name="_ftn21">[21]</a> Darûriyat ialah sesuatu yang wajib adanya menjadi pokok kebutuhan hidup untuk menegakkan kemaslahatan manusia. Hal – hal yang bersifat darury bagi manusia dalam pengertian ini berpangkal pada memelihara lima hal, yaitu: agama, jiwa, akal, kehormatan, dan harta. Hâjiyyat yaitu: suatu yang diperlukan oleh manusia dengan maksud untuk membuat ringan, lapang dan nyaman dalam menanggulangi kesulitan kehidupan. Tahsiniyyat yaitu, sesuatu yang diperlukan oleh normal atau tatanan hidup, serta berperilaku menuju jalan yang lurus. Lihat Muhammad, Etika Bisnis Islami (Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2004), hlm. 20<br /><br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn22" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref22" name="_ftn22">[22]</a> Ahmad Azhar Basyir, Asas–Asas Hukum Muamalat (Hukum Perdata Islam) (Yogyakarta: UII Press, 2000), hlm. 16.<br /><br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn23" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref23" name="_ftn23">[23]</a> An-Nisâ'(4): 29.<br /><br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn24" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref24" name="_ftn24">[24]</a> At-Taubah (9): 119.<br /><br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn25" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref25" name="_ftn25">[25]</a> Al-mu’minûn (23): 8.<br /><br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn26" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref26" name="_ftn26">[26]</a> Hermawan Kartajaya dan Muhammad Syakir Sula, Syariah Marketing,cet.I (Bandung: PT.Mizan Pustaka, 2006), hlm. 82.<br /><br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn27" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref27" name="_ftn27">[27]</a> Ibid, hlm 82.<br /><br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn28" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref28" name="_ftn28">[28]</a> Muhammad, Etika Bisnis Islam (Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2004), hlm. 78.<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn29" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref29" name="_ftn29"></a><br />[29] An-Nisâ'(4): 12.<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn30" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref30" name="_ftn30"></a><br />[30] Sâd (38): 24.AGUS ARWANI, SE, M.Ag.http://www.blogger.com/profile/10365088094121590944noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3357978361591417802.post-56444267169547581022008-11-07T18:20:00.000-08:002008-11-07T18:26:25.563-08:00MEMBUMIKAN ASURANSI SYARI'AH<p align="left">MEMBUMIKAN ASURANSI SYARI’AH</p><p align="left">OLEH : AGUS ARWANI, SE, M.Ag.</p><p align="left">STAIN PEKALONGAN</p><p align="left">MA KH. SYAFI'I BUARAN<br /><br /><br />1. Pendahuluan<br />Awalnya, wacana tentang asuransi syariah termasuk dalam hukum Islam kontemporer. Pada zaman awal Islam, yaitu pada zaman Nabi Muhammad Saw dan periode Islam berikutnya, belum di kenal institusi keuangan asuransi. Tidak ada nash al-Qur’an atau Hadits Nabi yang menjelaskan tentang teori dan praktek operasional asuransi yang difahami seperti saat ini. Secara historis pembahasan tentang asuransi baru muncul pada abad 18, yaitu pada masa hidupnya Ibnu Abidin (1784-1836), seorang ulama ahli fiqh dari kalangan Madzhab Hanafiah, yang memberi tanggapan praktek asuransi pada kitabnya Raddul Mukhtar, pada Bab ­al-musta’min (pihak yang meminta jaminan).<br />Sebagai bagian dari masalah fiqh kontemporer, wacana tentang asuransi syariah memungkinkan untuk dikaji secara ijtihadiy. Di kalangan ulama kontem-porer, di antaranya Mustafa Ahmad Zarqa, termasuk salah satu ulama yang bisa menerima praktek asuransi dengan catatan tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang ada dalam ajaran Islam. Dalam hal ini, asuransi dapat diterima dan dijalankan setelah melalui penyesuaian-penyesuaian melalui proses “islamisasi”. Praktek yang tidak sesuai dengan Islam dikeluarkan dalam operasional kegiatan asuransi, seperti praktek riba (bunga), maisir dan gharar.<br />Penerimaan praktek asuransi di kalangan ulama dapat melalui institusi ijma’ jama’i (kesepakatan bersama), seperti lembaga fatwa yang ada dalam Majelis Ulama Indonesia (MUI) atau lembaga bahtsul masa’il di NU dan Majelis Tarjih Muhammadiyah. Pada tahun 2001, MUI melalui Dewan Syariah Nasional (DSN), telah mengeluarkan fatwa tentang pedoman umum asuransi syariah sebagai panduan awal operasional industri asuransi syariah di Indonesia. Tujuan adanya fatwa ini sebagai panduan awal operasional asuransi syariah di Indonesia.<br />Pada tahap berikutnya, fatwa tentang asuransi syariah yang dikeluarkan oleh DSN-MUI dapat dijadikan bahan materi dalam proses positivisasi hukum ekonomi syariah yang sedang dikerjakan oleh Kelompok Kerja (Pokja) Mahkamah Agung RI.<br />Di sisi lain, perlu mendapat perhatian dalam masalah asuransi syariah adalah sistem operasional dan akad yang digunakan dalam kegiatan asuransi syariah. Pada masalah akad banyak ditemukan dalam operasional asuransi syariah yang tidak didasarkan pada satu akad saja, tetapi lebih banyak menggunakan gabungan dari beberapa akad. Contohnya, produk asuransi syariah yang memakai dua rekening, rekening saving dan rekening non saving (tabarru’), mendasarkan akadnya pada akad tabarru’ dan akad tijarah.<br />2. Memahami Definisi Asuransi Syariah<br />Kata asuransi berasal dari bahasa Inggris, insurance, yang dalam bahasa Indonesia telah menjadi bahasa populer dan diadopsi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dengan padanan kata “pertanggungan”. Echols dan Shadilly memaknai kata insurance dengan (a) asuransi, dan (b) jaminan. Dalam bahasa Belanda biasa disebut dengan istilah assurantie (asuransi) dan verzekering (pertanggungan).<br />Dalam bahasa Arab istilah asuransi biasa diungkapkan dengan kata at-tamin yang secara bahasa berarti tuma’ninatun nafsi wa zawalul khauf, tenangnya jiwa dan hilangnya rasanya takut. Maksudnya, orang yang ikut dalam kegiatan asuransi, jiwanya akan tenang dan tidak ada rasa takut ataupun was-was dalam menjalani kehidupan, karena ada pihak yang memberikan jaminan atau pertanggungan. Hal ini sama dengan seseorang yang sedang kuliah atau sekolah yang keperluan sehari-harinya ada yang menjamin dalam pelaksanaan kuliah dia akan merasa tenang dan tidak perlu kuatir. Berbeda dengan seseorang yang menjalani kuliah tanpa adanya jaminan dari orang tua atau orang lain, kuliah sambil kerja, orang tersebut menjalani kuliah tidak tenang dan ada perasaan kuatir, karena harus mencari biaya sendiri selama kuliah.<br />Mengenai definisi asuransi secara baku dapat dilacak dari peraturan (perundang-undangan) dan beberapa buku yang berkaitan dengan asuransi, seperti yang tertulis di bawah ini:<br />Muhammad Muslehuddin dalam bukunya Insurance and Islamic Law mengadopsi pengertian asuransi dari Encyclopaedia Britanica sebagai suatu persediaan yang disiapkan oleh sekelompok orang, yang dapat tertimpa kerugian, guna menghadapi kejadian yang tidak dapat diramalkan, sehingga bila kerugian tersebut menimpa salah seorang di antara mereka maka beban kerugian tersebut akan disebarkan ke seluruh kelompok.<br />Lebih jauh Muslehuddin menjelaskan pengertian asuransi dalam sudut pandang yang berbeda, serta mengalami kesimpangsiuran. Ada yang mendefinisikan asuransi sebagai perangkat untuk menghadapi kerugian, dan ada yang mengatakannya sebagai persiapan menghadapi risiko. Dilihat dari signifikansi kerugian, Adam Smith berpendapat bahwa asuransi dengan menyebarkan beban kerugian kepada orang banyak, membuat kerugian menjadi ringan dan mudah bagi seluruh masyarakat.<br />Dalam Ensiklopedi Hukum Islam disebutkan bahwa asuransi (Ar: at-ta’min) adalah “transaksi perjanjian antara dua pihak; pihak yang satu berkewajiban membayar iuran dan pihak yang lain berkewajiban memberikan jaminan sepenuhnya kepada pembayar iuran jika terjadi sesuatu yang menimpa pihak pertama sesuai dengan perjanjian yang dibuat.”<br />Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) pasal 246 dijelaskan bahwa yang dimaksud asuransi atau pertanggungan adalah “suatu perjanjian (timbal balik), dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya, karena suatu kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya, karena suatu peristiwa tak tentu (onzeker vooral).”<br />Asuransi menurut UU RI No. 2 th. 1992 tentang Usaha Perasuransian, yang dimaksud dengan asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.<br />Sedangkan pengertian asuransi syariah menurut fatwa DSN-MUI, yang lebih dikenal dengan ta’min, takaful, atau tadhamun adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah orang atau pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan atau tabarru memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad yang sesuai dengan syariah .<br />Dari definisi asuransi syariah di atas jelas bahwa pertama, asuransi syariah berbeda dengan asuransi konvensional. Pada asuransi syariah setiap peserta sejak awal bermaksud saling menolong dan melindungi satu dengan yang lain dengan menyisihkan dananya sebagai iuran kebajikan yang disebut tabarru’. Jadi sistem ini tidak menggunakan pengalihan risiko (transfer of risk) dimana tertanggung harus membayar premi, tetapi lebih merupakan pembagian risiko (sharing of risk) di mana para peserta saling menanggung. Kedua, akad yang digunakan dalam asuransi syariah harus selaras dengan hukum Islam (syari’ah), artinya akad yang dilakukan harus terhindar dari riba, gharar (ketidak jelasan dana), dan maisir (gambling), di samping itu investasi dana harus pada obyek yang halal-thoyibah.<br />3. Nilai Filosofis Asuransi Syariah<br />Allah menciptakan manusia di muka bumi sebagai khalifah (wakil Allah) yang bertugas untuk memakmurkan kehidupan di muka bumi. Firman Allah Swt. dalam QS. al-Baqarah [2]:30<br />وَإِذْقَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَئِكَةِ إِنِّى جَاعِلٌ فِي اْلأَرْضِ خَلِيْفَةً...[البقرة:30]<br />Arinya: “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan (khalifah) di muka bumi…” (QS. Al-Baqarah [2]: 30]<br />Sebagai makhluk yang lemah, manusia harus senantiasa sadar bahwa keberada-annya tidak akan mampu hidup sendiri tanpa bantuan orang lain atau sesamanya. Solusinya adalah firman Allah Swt. dalam QS. al-Maidah [5]: 2<br />وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَ تَعَاوَنُوْا عَلَى اْلإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ شَدِيْدُ الْعِقَاِب.[المائدة:2]<br />Artinya: “...Tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)kebaikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya”. (QS. al-Maidah [5]: 2)<br />Dengan ayat ini, manusia dituntun oleh Allah Swt. agar selalu berbuat tolong-menolong (ta’awun) antar sesamanya dalam kebaikan dan didasari atas nilai takwa kepada Allah Swt. Hal ini merupakan satu prinsip dasar yang harus dipegangi manusia dalam menjalani kehidupannya di atas permukaan bumi ini. Dengan saling melakukan tolong-menolong (ta’awun), manusia telah menjalankan satu fitrah dasar yang diberikan Allah Swt. kepadanya. Prinsip dasar inilah yang menjadi salah satu nilai filosofi dari berlakunya asuransi syariah.<br /> Di sisi lain manusia mempunyai sifat lemah dalam menghadapi kejadian yang akan datang. Sifat lemah tersebut berbentuk ketidak-tahuannya terhadap kejadian yang akan menimpa pada dirinya. Manusia tidak dapat memastikan bagaimana keadaannya pada waktu di kemudiaan hari (future time). Firman Allah Swt. telah ditegaskan dalam QS. al-Taghaabun [64]:11 dan QS. Luqman [31]:34:<br />مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيْبَةٍ إِلاَّ بِإِذْنِ اللهِ...[التغابن: 11]<br />Artinya: “Tidak ada sesuau musibahpun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah…” (QS. Al-Taghaabun [64]: 11)<br />إِنَّ اللهَ عِنْدَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ وَيُنَزِّلُ الْغَيْثَ وَيُعَلِّمُ مَا فِي اْلأَرْحاَمِ وَماَ تَدْرِى نَفْسٌ ماَذَا تَكْسِبُ غَداً وَماَ تَدْرِى نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوْتُ إِنَّ اللهَ عَلِيْمٌ خَبْيْرٌ.[لقمان: 34]<br />Artinya: “Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tidak seorangpun yang dapa mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok; dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana ia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS. Luqman [31]: 34)<br />Apakah hari esok dia (manusia) masih dalam keadaan sehat wal-afiat dan masih dapat melihat terbitnya matahari di sebelah timur atau apakah harta kekayaannya masih dalam keadaan aman dan tidak akan mengalami kehancuran atau terkena kebakaran?<br />Sebuah pertanyaan yang tidak akan dapat dipastikan jawabannya oleh manusia, karena kemampuan dasar yang dimiliki oleh manusia tidak dapat menjangkau hal-hal yang belum terjadi. Allah Swt. tidak memberikan kemampuan tersebut kepada manusia. Kemampuan yang diberikan kepada manusia hanya sebatas memprediksikan dan merencanakan (planning) sesuatu yang belum terjadi serta memproteksi segala sesuatu yang dirasa akan memberikan kerugian di masa mendatang.<br /> Suatu yang telah menjadi ketetapan-Nya adalah ajal (kematian) yang akan dialami oleh setiap manusia. Firman Allah Swt. QS. Ali Imran [3]: 145 dan 185:<br />وَماَ كاَنَ لِنَفْسٍ أَنْ تَمُوْتَ إِلاَّ بِإِذْنِ اللهِ كِتاَباً مُؤَجَّلاً...[أل عمران: 145]<br />Artinya: ”Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang tertentu waktunya.” (QS. Ali Imran [3]: 145)<br />كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ. [أل عمران: 185]<br />Artinya: “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati…” (QS. Ali Imran [3]: 185)<br /><br />Dalam hal ini manusia ditugaskan hanya mengatur bagaimana cara mengelolah kehidupannya agar mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat (sa’adah al-daraini), seperti firman Allah Swt. dalam QS. al-Baqarah [2]: 201. Adapun salah satu caranya adalah dengan menyiapkan bekal (proteksi) untuk kepentingan di masa datang agar segala sesuatu yang bernilai negatif, baik dalam bentuk musibah, kecelakaan, kebakaran ataupun kematian, dapat diminimalisir kerugiannya. Hal semacam ini telah dicontohkan oleh Nabi Yusuf secara jelas dalam menakwilkan mimpi Raja Mesir tentang tujuh ekor sapi betina yang gemuk dimakan oleh tujuh ekor sapi betina yang kurus. Firman Allah Swt. dalam QS. Yusuf [12]: 46-49<br />يُوْسُفُ أَيُّهاَ الصِّدِّيْقُ أَفْتِنَا فِي سَبْعِ بَقَرَاتٍ سِماَنٍ يَأْكُلُهُنَّ سَبْعٌ عِجَافٌ وَّسَبْعِ سُنْبُلاَتٍ خُضْرٍ وَّأُخَرَ يَبِساَتٍ لَّعَلِّي أَرْجِعُ إِلَى النَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَعْلَمُوْنَ. قَاَل تَزْرَعُوْنَ سَبْعَ سِنِيْنَ دَأَبًا فَمَا حَصَدْتُمْ فَذَرُوْهُ فِي سَبِيْلِهِ إِلاَّ قَلِيْلاً مَا تَأْكُلُوْنَ. ثُمَّ يَأْتِيْ مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ سَبْعٌ شِدَادٌ يَأْكُلْنَ مَا قَدَّمْتُمْ لَهُنَّ إِلاَّ قَلِيْلاً مِمَّا تُحْسِنُوْنَ. ثُمَّ يَأْتِي مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ عَاٌم فِيْهِ يُغَاثُ النَّاسُ وَفِيْهِ يَعْصِرُوْنَ. [يوسف: 46-49]<br />Arinya: “(Setelah pelayan iu berjumpa dengan Yusuf dia berseru): “Yusuf, hai orang yang amat dipercaya, terangkanlah kepada kami tentang tujuh ekor sapi betina yang gemuk-gemuk yang dimakan oleh tujuh ekor sapi betina yang kurus-kurus dan tujuh bulir (gandum) yang hijau dan (tujuh) lainnya yang kering agar aku kembali kepada orang-orang itu, agar mereka mengetahuinya”. Yusuf berkata: “Supaya kamu bertanam tujuh tahun (lamanya) sebagaimana biasa; maka apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan dibulirnya kecuali sedikit untuk kamu makan. Kemudian sesudah itu akan datang tujuh tahun yang amat sulit, yang menghabiskan apa yang kamu simpan untuk menghadapinya (tahun sulit), kecuali sedikit dari (bibit gandum) yang kamu simpan.Kemudian setelah itu akan datang tahun yang padanya manusia diberi hujan (dengan cukup) dan di masa itu mereka memeras anggur). (QS. Yusuf [12]: 46-49)<br />Ayat di atas memberikan pelajaran berharga bagi manusia pada saat ini yang secara ekonomi dituntun agar mengadakan persiapan secara matang untuk menghadapi masa-masa yang sulit jikalau menimpanya pada waktu yang akan datang. Praktek asuransi ataupun bisnis pertanggungan dewasa ini telah mengadopsi semangat yang timbul dari nilai-nilai yang telah berkembang sejak zaman dahulu dan ada bersamaan dengan kehadiran manusia. Paling tidak terekam melalui cerita Nabi Yusuf di atas dan penjelasan dalam al-Qur’an atau sunnah Nabi Muhammad Saw. <br />Jadi, prinsip dasar inilah yang menjadi tolok ukur dari nilai filosofi asuransi syariah yang berkembang pada saat ini. Yaitu dalam bentuk semangat tolong-menolong, bekerjasama dan proteksi terhadap peril (peristiwa yang membawa kerugian).<br />4. Pendapat Ulama tentang Asuransi<br />Para ulama awalnya berbeda pendapat dalam menentukan keabsahan praktek hukum asuransi. Secara garis besar, kontroversial terhadap masalah ini dapat dipilah menjadi dua kelompok, yaitu pertama ulama yang mengharamkan asuransi, dan kedua ulama yang membolehkan asuransi. Kedua kelompok ini mempunyai hujjah (dasar hukum) masing-masing dan memberikan alasan-alasan hukum sebagai penguat terhadap pendapat yang disampaikannya. Di antara pendapat para ulama dalam masalah asuransi ini ada yang mengharamkan asuransi dalam bentuk apapun dan ada yang membolehkan semua bentuk asuransi. Di samping itu ada yang berpendapat membolehkan asuransi yang bersifat sosial (ijtima’i) dan mengharam-kan asuransi yang bersifat komersial (tijary) serta ada pula yang meragukannya (subhat).<br />Alasan ulama yang mengharamkan praktek asuransi, adalah:<br />a. Asuransi mengandung unsur perjudian yang dilarang di dalam Islam.<br />b. Asuransi mengandung unsur ketidak-pastian.<br />c. Asuransi mengandung unsur riba yang dilarang dalam Islam<br />d. Asuransi termasuk jual-beli atau tukar menukar mata uang tidak secara tunai.<br />e. Asuransi obyek bisnisnya digantungkan pada hidup matinya seseorang, yang berarti mendahului takdir Allah Swt.<br />f. Asuransi mengandung unsur eksploitasi yang bersifat menekan.<br />Mahdi Hasan melarang praktek asuransi dikarenakan: (a) Asuransi tak lain adalah riba berdasarkan kenyataan bahwa tidak ada kesetaraan antara dua pihak yang terlibat, padahal kesetaraan demikian wajib ada-nya, (b) Asuransi juga adalah perjudian, karena ada penggantungan kepemilikan pada munculnya risiko, (c) Asuransi adalah pertolongan dalam dosa, karena perusahaan asuransi, meskipun milik negara, toh merupakan institusi yang mengadakan transaksi dengan riba, (d) Dalam asuransi jiwa juga ada unsur penyuapan (risywah), karena kompensasi di dalamnya adalah untuk sesuatu yang tidak dapat dinilai.<br />Argumentasi ulama dalam membolehkan asuransi adalah:<br />a. Tidak terdapat nash al-Qur’an atau Hadits yang melarang Asuransi<br />b. Dalam asuransi terdapat kesepakatan dan kerelaan antara kedua belah pihak<br />c. Asuransi menguntungkan kedua belah pihak<br />d. Asuransi mengandung kepentingan umum, sebab premi-premi yang terkumpul dapat diinvestasikan dalam kegiatan pembangunan.<br />e. Asuransi termasuk akad mudharabah antara pemegang polis dengan perusahaan asuransi, dan<br />f. Asuransi termasuk syirkah at-ta’awuniyah, usaha bersama yang didasarkan pada prinsip tolong menolong.<br />5. Akad Pada Asuransi Syariah<br />Akad pada operasional asuransi syariah dapat didasarkan pada akad tabarru’, yaitu akad yang didasarkan atas pemberian dan pertolongan dari satu pihak kepada pihak yang lain.<a title="" style="mso-footnote-id: ftn1" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn1" name="_ftnref1">[1]</a> Akad tabarru’ merupakan bagian dari tabaddul haq (pemindahan hak). Walaupun pada dasarnya akad tabarru’ hanya searah dan tidak disertai dengan imbalan, tetapi ada kesamaan prinsip dasar di dalamnya, yaitu adanya nilai pemberian yang didasarkan atas prinsip tolong-menolong dengan melibatkan perusahaan asuransi sebagai lembaga pengelolah dana.<br />Dengan akad tabarru’ berarti peserta asuransi telah melakukan persetujuan dan perjanjian dengan perusahaan asuransi (sebagai lembaga pengelolah) untuk menyerahkan pembayaran sejumlah dana (premi) ke perusahaan agar dikelolah dan dimanfaatkan untuk membantu peserta lain yang kebetulan mengalami kerugian. Akad tabarru’ ini mempunyai tujuan utama yaitu terwujudnya kondisi saling tolong-menolong antara peserta asuransi untuk saling menanggung (takaful) bersama. Zarqa tidak menyebutkan akad takaful dalam mengilustrasikan kondisi semacam ini, tetapi dengan memakai istilah akad tabarru’.<a title="" style="mso-footnote-id: ftn2" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn2" name="_ftnref2">[2]</a> Sebagai implikasinya, adalah peniadaan prinsip pertukaran (tabaddul) yang layak terjadi pada akad al-ba’i (jual-beli). Akad tabadduly adalah akad yang selama ini dipakai oleh perusahaan asuransi konvensional, yaitu memposisikan nasabah asuransi sebagai pembeli polis yang dikeluarkan oleh perusahaan asuransi, sedang pihak perusahaan adalah penjual polis yang harus dibayar melalui pembayaran premi. Akibat dari akad ini (tabaduly) adalah keharusan pemindahan hak.<a title="" style="mso-footnote-id: ftn3" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn3" name="_ftnref3">[3]</a><br />Akad lain yang dapat diterapkan dalam bisnis asuransi adalah akad mudharabah, yaitu satu bentuk akad yang didasarkan pada prinsip profit and loss sharing (berbagi atas untung dan rugi), di mana dana yang terkumpul dalam total rekening tabungan (saving) dapat di-investasi-kan oleh perusahaan asuransi yang risiko investasi ditanggung bersama antara perusahaan dan nasabah.<br />Secara ringkas, dapatlah dikatakan bahwa dalam praktek asuransi paling tidak ada dua akad yang membentuknya, yaitu; akad tabarru’ dan akad mudharabah. Akad tabarru’ terkumpul dalam rekening dana sosial yang tujuan utamanya digunakan untuk saling menanggung (takaful) peserta asuransi yang mengalami musibah kerugian. Sedang akad mudharabah terwujud tetkala dana yang terkumpul dalam perusahaan asuransi itu diinvestasikan dalam wujud usaha yang diproyeksikan menghasilkan keuntungan (profit). Karena landasan dasar yang awal dari akad mudharabah ini adalah prinsip profit and loss sharing, maka jika dalam investasinya mendapat keuntungan, maka keuntungan tersebut dibagi bersama sesuai dengan porsi (nisbah) yang disepakati. Sebaliknya jika dalam investasinya mengalami kerugian (loss atau negative return) maka kerugian tersebut juga dipikul bersama antara peserta asuransi dan perusahaan.<br /><br />6. Perbedaan Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensional<br />a. Akad<br />Dalam operasional asuransi, akad antara perusahaan dengan peserta harus jelas. Apakah akadnya jual beli (tadabuli) atau tolong menolong (takaful). Dalam asumsi biasa (konvensional) terjadi kerancuan/ketidakjelasan dalam masalah akad. Pada asuransi biasa akad yang melandasi adalah jual beli (aqd tadabuli). Oleh karena itu syarat-syarat dalam akad jual beli harus terpenuhi dan tidak boleh dilanggar ketentuan syariahnya.<br />Syarat dalam transaksi jual beli adalah adanya penjual, pembeli, terdapatnya harga, dan barang yang diperjualbelikan. Pada asuransi biasa, penjual, pembeli, barang atau yang akan diperoleh ada, yang dipersoalkan adalah berapa besar premi yang harus dibayar kepada perusahaan asuransi, padahal hanya Allah yang tahu tahun berapa kita meninggal. Jadi pertanggungan yang akan diperoleh sesuai dengan perjanjian, akan tetapi jumlah yang akan disetorkan tidak jelas tergantung usia kita, dan hanya Allah yang tahu kapan kita meninggal.<br />Dengan demikian akadnya jual beli maka dalam asuransi biasa terjadi cacat secara syariah karena tidak jelas (gharar). Yaitu berapa besar yang akan dibayarkan kepada pemegang polis (pada produk saving) atau berapa besar yang akan diterima pemegang polis (pada produk non saving).<br /><br />b. Gharar (ketidakjelasan)<br />Definisi gharar menurut madzhab Syafii adalah apa-apa yang akibatnya tersembunyi dalam pandangan kita dan akibat yang paling kita takuti. Ibnu Taimiyah bicara tentang gharar, yaitu al gharar yang tidak diketahui akibatnya. Sedangkan Ibnu Qoyim berkata al gharar adalah yang tidak bisa diukur penerimaannya baik barang itu ada atau tidak ada, seperti menjual hamba yang melarikan diri dan unta liar meskipun ada.<br />Pada asuransi konvensional, terjadi karena tidak ada kejelasan makud alaih (sesuatu yang diakadkan). Yaitu meliputi beberapa sesuatu akan diperoleh (ada atau tidak, besar atau kecil). Tidak diketahui berapa yang akan dibayarkan, tidak diketahui berapa lama kita harus membayar (karena hanya Allah yang tahu kapan kita meninggal). Karena tidak lengkapnya rukun dari akad maka terjadilah gharar. Oleh karena itu para ulama berpendapat bahwa akad jual beli atau akad pertukaran harta benda dalam hal ini adalah cacat secara hukum.<br />Takaful mengganti akad tadi dengan niat tabarru (aqd takafuli), yaitu suatu niat tolong menolong pada sesama peserta takaful apabila ada yang ditakdirkan mendapat musibah. Pertolongan tersebut tentunya tidak tertutup kemungkinan untuk kita atau keluarga apabila Allah mentakdirkan kita lebih dahulu mendapat musibah. Mekanisme ini oleh para ulama dianggap paling selamat, karena kita menghindari larangan Allah dalam praktik muamalah yang gharar. Seperti yang disebutkan dalam beberapa hadist.<br />Rasulullah pernah melarang jual beli gharar (HR Muslim). Dari Ali RA katanya Rasulullah pernah melarang jual beli orang terpaksa, jual beli gharar HR Abu Daud).<br />Konsekuensi dari akad dalam asuransi konvensional, dana peserta menjadi milik perusahaan asuransi. Sedangkan dalam asuransi takaful, dana yang terkumpul adalah milik peserta dan takaful tidak boleh mengklaim milik takaful.<br /><br />d. Tabarru<br />Tabarru berasal dari kata tabarraa yatabarra tabarrauan, yang artinya sumbangan atau derma. Orang yang menyumbang disebut mutabarri (dermawan). Niat tabarru merupakan alternatif uang yang sah dan diperkenankan. Tabarru bermaksud memberikan dana kebajikan secara ikhlas untuk tujuan saling membantu satu sama lain sesama peserta takaful, ketika diantaranya ada yang mendapat musibah. Oleh karena itu dana tabarru disimpan dalam rekening khusus. Apabila ada yang tertimpa musibah, dana klaim yang diberikan adalah dari rekening tabarru yang sudah diniatkan oleh sesama takaful untuk saling tolong menolong.<br />Menyisihkan harta untuk tujuan membantu orang yang terkena musibah sangat dianjurkan dalam agama Islam, dan akan mendapat balasan yang sangat besar dihadapan Allah, sebagaimana digambarkan dalam hadist Nabi SAW, barang siapa memenuhi hajat saudaranya maka Allah akan memenuhi hajatnya (HR Bukhari, Muslim dan Abu Daud).<br /><br />e. Maisir (judi, untung/untungan)<br />Dalam mekanisme asuransi konvensional, maisir (untung untungan), sebagai akibat dari status kepemilikan dana dan adanya gharar. Al gharar menurut bahasanya artinya penipuan., yang tidak ada unsur rela pada pelaksanaannya, sehingga termasuk memakan harta bathil. Pada bagian lain Zuhail berkata bahwa baial gharar adalah jual beli yang mengandung resiko bagi salah seorang yang mengadakan akad sehingga mengakibatkan hilangnya harta. Faktor inilah yang dalam asuransi konvensional disebut maisir (gambling).<br />Prof. Mustafa Ahmad Zarqa berkata bahwa dalam asuransi konvensional terdapat unsur gharar yang pada gilirannya menimbulkan qimar. Sedangkan al qimar sama dengan al maisir. Muhammad Fadli Yusuf menjelaskan unsur maisir dalam asuransi konvensional mengatakan adanya unsur maisir karena adanya unsur gharar, terutama dalam kasus asuransi jiwa. Apabila pemegang polis asuransi jiwa meninggal dunia, sebelum periode akhir polis asuransinya, namun telah membayar preminya sebagian maka tanggungannya akan menerima sejumlah uang tertentu.<br />Bagaimana cara memperoleh uang dan dari mana asalnya tidak diberitahukan kepada pemegang polis. Hal ini dipandang sebagai al maisir. Unsur ini pula yang terdapat dalam bisnis asuransi, dimana keuntungan yang diperoleh tergantung dengan pengalaman si penanggung, keuntungan dipandang sebagai hasil mengambil resiko, bahkan sebagai hasil kerjanya yang riil.<br />Lebih jauh Muhammad Fadli Yusuf mengatakan, tetapi apabila pemegang polis mengambil (ikut) asuransi tidak dapat disebut judi. Yang boleh disebutkan judi, jika perusahaan asuransi mengandalkan banyak sedikitnya klaim yang dibayar. Sebab keuntungan perusahaan asuransi sangat dipengaruhi oleh banyak sedikitnya klaim yang dibayarnya.<br /><br />f. Riba<br />Dalam hal riba, semua asuransi konvensional menginvestasikan dananya dengan bunga. Dengan demikian asuransi konvensional selalu melibatkan diri dalam riba. Demikian juga dengan perhitungan kepada peserta, dilakukan dengan menghitung keuntugan di depan. Takaful menyimpan dananya di bank yang berdasarkan syariat Islam dengan sistem mudharabah. Demikian pula investasinya, selain di bank-bank syariah juga pada bidang-bidang lain yang tidak bertentangan dengan syariah.<br />Allah dengan tegas melarang praktek riba, “Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu memakan riba yang memang riba itu bersifat berlipat ganda dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapatkan keberuntungan” (Ali Imron:130). Sedangkan hadist Nabi mengutuk orang-orang yang terlibat dalam transaksi riba “Rasulullah mengutuk pemakan riba, pemberi makan riba, penulisnya dan saksinya seraya bersabda kepada mereka semua sama” (HR Muslim).<br /><br />g. Dana Hangus<br />Hal lain yang sering dipermasalahkan oleh para ulama pada asuransi konvensional adalah adanya dana yang hangus, dimana peserta yang tidak dapat melanjutkan pembayaran premi dan ingin mendundurkan diri sebelum masa reversing period, maka dana peserta itu hangus. Demikian pula juga asuransi non saving (tidak mengandung unsur tabungan) atau asuransi kerugian jika habis masa kontrak dan tidak terjadi klaim, maka premi yang dibayarkan akan hangus yang sekaligus menjadi milik pihak asuransi.<br />Hal ini menurut para ulama sangat merugikan peserta terutama bagi mereka yang tidak mampu melanjutkan karena suatu hal. Di satu sisi tidak punya dana untuk melanjutkan, sedangkan jika tidak melanjutkan dana yang sudah masuk akan hangus. Pada kaitan ini peserta dalam posisi yang dizalimi, padahal dalam praktek muamalah dilarang saling menzalimi antara kedua belah pihak, laa dharaa wala dhirara (tidak ada yang merugikan dan dirugikan).<br />Tabel: Perbedaan Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensional<br /><br />No<br />Materi Pembeda<br />Asuransi Syariah<br />Asuransi Konvensional<br />1<br />Akad<br />Tolong-menolong<br />Jual-Beli (tabaduli)<br />2<br />Kepemilikan dana<br />Dana yang terkumpul dari nasabah (premi) merupakan milik peserta, perusahaan hanya sebagai pemegang amanah untuk mengelolahnya<br />Dana yang terkumpul dari nasabah (premi) menjadi milik perusahaan. Perusahaan bebas untuk menentukan investasinya<br />3<br />Investasi dana<br />Investasi dana berdasar syariah dengan sistem bagi hasil (mudharabah)<br />Investasi dana berdasarkan bunga (riba)<br />4<br />Pembayaran Klaim<br />Dari rekening tabaru’ (dana sosial) seluruh peserta.<br />Dari rekening dana perusahaan<br />5<br />Keuntungan<br />Dibagi antara perusahaan dengan peserta, sesuai prinsip bagi hasil<br />Seluruhnya menjadi milik perusahaan<br />6<br />Dewan Pengawas Syariah<br />Ada Dewan Pengawas Syariah. Mengawasi manajemen, produk dan investasi.<br />Tidak ada<br /><br />7. Masalah-Masalah Aktual dalam Praktek Asuransi Syariah<br /><br />a. Payung hukum yang belum kuat. Saat ini, eksistensi asuransi syariah di Indonesia masih didasrkan pada Surat Keputusan Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan Nomor: Kep. 4499/LK/2000 tentang jenis, penilaian dan pembatasan investasi perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi dengan sistem syariah. Oleh karena itu, perlu adanya terobosan kontrukstif dan bentuk pengutan secara yuridis eksistensi asuransi syariah baik berupa Undang-Undang (UU) atau Peraturan Pemerintah (PP).<br /><br />b. Perlu adanya kejelasan antara hak dan kewajiban antara pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan asuransi syariah. Dalam hal ini, hak dan kewajiban antara pihak tertanggung dan pihak penanggung perlu ditegaskan secara transparan. Karena saat ini, disinyalir adanya ketidak jelasan terhadap dana tabarru’ yang terhimpun dalam perusahaan asuransi syariah dan belum ada kontrol pengawasan terhadap kumpulan dana tabarru’ yang jumlahnya disinyalir akan terus bertambah.<br /><br />c. Pembenahan di tingkat Sumber Daya Insani (SDI) pada perusahaan asuransi syariah yang saat ini masih berorientasi paradigma konvensional. Oleh karena itu diperlukan adanya pemahaman secara mendasar oleh SDI yang bergerak pada industri asuransi syariah tentang ekonomi syariah.<br /><br />d. Perlu dukungan yang kuat (political will) dari pihak pemerintah, dalam hal ini Departemen Keuangan RI, untuk memberikan dukungan pengembangan industri asuransi syariah di Indinesia.<br />8. Solusi Melalui Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah<br />Kabar menggembirakan sekaligus tantangan bagi Peradilan Agama yang mulai tahun 2006 mendapat limpahan wewenang dalam menangani sengketa yang berkaitan dengan masalah ekonomi syariah. Berkenaan dengan wewenang tersebut diperlukan segera hukum ekonomi syariah positif, sebagai pedoman sekaligus panduan bagi para hakim di lingkungan Peradilan Agama untuk menyelesaikan sengketa di antara pelaku bisnis ekonomi syariah.<br />Oleh karena itu, maksud Mahkamah Agung untuk segera menyusun kompilasi hukum ekonomi syariah merupakan langkah nyata dan perlu mendapat dukungan dari berbagai pihak dalam ikut berperan serta mengawal berlangsungnya kegiatan industri keuangan syariah di Indonesia. Adapun bahan materi kompilasi hukum ekonomi syariah yang berkaitan dengan masalah asuransi dapat dirujukan dari:<br />a. Fatwa Dewan Syariah Nasional-MUI No. 21 tahun 2001 tentang pedoman umum asuransi syariah;<br />b. Surat Keputusan Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan Nomor: Kep. 4499/LK/2000 tentang jenis, penilaian dan pembatasan investasi perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi dengan sistem syariah;<br />c. Literatur tentang asuransi syariah;<br />Wallahu ‘alam bis showab<br /><br /><br />Daftar Pustaka<br /><br /><br />Abduh, Isa, at-Ta’min baina al-Hilli wa al-Tahrim, Maktabah al-Iqtishad al-Islamiy<br /><br />al-Fanjari, Muhammad Syauqi, al-Islam wa al-Ta’min, Akadz: Riyad Saudi Arabiah, 1984<br /><br />az-Zarqa, Mustafa Ahmad, al-Madkhal al-Fiqh al-‘Am, Juz I, Beirut: Dar al-Fikr, 1968<br /><br />Billah, Mohd. Ma’sum, Principles & Practices of Takaful and Insurance Compared, Kuala Lumpur: IIUM Press, 2001<br /><br />Dahlan, Abdul Aziz dkk (editor), Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, 1996<br /><br />Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI), Fatwa Dewan Syariah Nasional No: 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah, Jakarta; 2001<br /><br />Hassan, Husein Hamid, Hukm al-Syari’ah al-Islamiyyah fi Uqud al-Ta’min, Darul I’tisham: Arab Saudi, tth<br /><br />Hasan Ali, AM, Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam; Suatu Tinjauan Analisis Historis, Teoritis, Dan Praktis, Jakarta: Prenada Media, 2005, Cet 2<br /><br />Muslehuddin, Muhammad, Insurance and Islamic Law, Penerj: Burhan Wirasubrata, Menggugat Asuransi Modern: mengajukan suatu alternatif baru dalam perspektif hukum Islam, Jakarta: Lentera, 1999, Cet. ke- 1<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Lampiran: Fatwa DSN-MUI tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah<br /><br />DEWAN SYARI’AH NASIONAL<br />MAJELIS ULAMA INDONESIA<br />FATWA<br />DEWAN SYARI’AH NASIONAL<br />NO: 21/DSN-MUI/X/2001<br /><br />Tentang<br /><br />PEDOMAN UMUM ASURANSI SYARI’AH<br /><br />بِسْمِ اللْه الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ<br />Dewan Syari’ah Nasional setelah:<br />Menimbang :a. bahwa dalam menyongsong masa depan dan upaya mengantisipasi kemungkinan terjadinya risiko dalam kehidupan ekonomi yang akan dihadapi, perlu dipersiapkan sejumlah dana tertentu sejak dini.<br />b. bahwa salah satu upaya untuk memenuhi kebutuhan dana tersebut dapat dilakukan melalui asuransi.<br /> c. bahwa bagi mayoritas umat Islam Indonesia, asuransi merupakan persoalan baru yang masih banyak dipertanyakan; apakah status hukum maupun cara aktifitasnya sejalan dengan perinsip-perinsip syari’ah;<br /> d. bahwa oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhan dan menjawab pertanyaan masyarakat, Dewan Syari’ah Nasional memandang perlu menetapkan fatwa tentang asuransi yang berdasarkan prinsip-prinsip Syari’ah untuk dijadikan pedoman oleh pihak-pihak yang memerlukannya.<br />Mengingat : 1. Firman Allah tentang perintah mempersiapkan hari depan:<br />ياَأَيُّهَا الَّذِيْنَ أَمَنُوْا اتَّقُوا اللهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ, وَاتَّقُوا اللهَ,<br />إِنَّ اللهَ خَبِيْرٌ بِمَا تَعْمَلُوْنَ. [الحشر: 18] <br /> “Hai orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendak setiap diri memperhatikan apa yang telah dibuat untuk hari esok (masa depan ). Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS. Al-Hasyr [59]: 18).<br /><br />2. Firman Allah tentang perinsip-perinsip bermu’amalah, baik yang harus dilaksanakan maupun dihindarkan, antara lain:<br />ياَأَيُّهَا الَّذِيْنَ أَمَنُوْا أَوْفُوْا بِالْعُقُوْدِ أُحِلَّتْ لَكُمْ بَهِيْمَةَ الْأَنْعَامِ إِلَّا مَا يُتْلَى عَلَيْكُمْ غَيْرَ مُحِلِّى الصَّيْدِ وَأَنْتُمْ حُرُمْ, إِنَّ اللهَ يَحْكُمُ مَا يُرِيْدُ. [المائدة: 1]<br />“Hai orang-orang yang beriman tunaikanlah akad-akad itu. Dihalalkan bagimu binatangternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (Yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya.” (QS. Al-Maidah [5]: 1)<br /> <br />إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِِ<br /> أَنْ تَحْكُمُوْا بِالَعَدْلِ إِنَّ اللهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ, إِنَّ اللهَ كَانَ سَمِيْعاً يَصِيْراً. [النساء: 58]<br />“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia, hendak-lah dengan adil …” (QS. an-Nisa [4]:58)<br /><br />ياَأَيُّهَا الَّذِيْنَ أَمَنُوْا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلاَمُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلٍ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوْهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. [المائدة: 9]<br />“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keneruntungan”. (QS. al-Maidah [5]: 90)<br /><br />وَأَحَلَّ اللهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّباَ [البقرة : 278]<br />“Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”. (QS. al-Baqarah [2]: 275)<br /><br />ياَأَيُّهَا الَّذِيْنَ أَمَنُوْا اتَّقُوا اللهَ وَذَرُوْا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَوا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِيْنَ. [البقرة: 278]<br /><br />“Hai orang-orang yang beriman! Bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba jika kamu orang yang beriman.” (QS. Al-Baqarah [2]: 278)<br /><br />وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوْسُ أَمْوَالِكُمْ لاَ تَظْلِمُوْنَ وَلاَ تُظْلَمُوْنَ. [البقرة: 279]<br />“Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. (QS. Al-Baqarah [2]: 279)<br /><br />وَإِنْ كَانَ ذُوْ عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ إِلَى مَيْسَرَةٍ, وَأَنْ تَصَدَّقُوْا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ. [البقرة: 280]<br /><br />“Dan jika(orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh samapai berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui”. (QS. Al-Baqarah [2]: 280)<br /><br />ياَأَيُّهَا الَّذِيْنَ أَمَنُوْا لاَ تَأْكُلُوْا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالَبَاطِلِ إِلاَّ أَنْ تَكُوْنَ تِجَارَةً عَنء تَرَاضٍ مِنْكُمْ وَلاَ تَقْتُلُوْا أَنْفُسَكُمْ, إِنَّ اللهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيْماً. [النساء: 29]<br /><br />“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian memakan (mengambil) harta orang lain secara batil, kecuali berupa perdagangan yang dilandasi atas sukarela di antara kalian.” (QS. An-Nisa’ [4]: 29)<br /><br />3. Firman Allah tentang perintah untuk saling tolong-menolong dalam perbuatan positif, antara lain:<br />وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَ التَّقْوَى وَلاَ تَعَاوَنُوْا عَلَى اْلِإثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ شَدِيْدُ اْلعِقَابِ.[المائدة: 2]<br />“Tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebai-an dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya”. (QS. al-Maidah [5]: 2)<br />4. Hadits-Hadits Nabi tentang prinsip bermuamalah, antara lain:<br />مَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْياَ, فّرَّجَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ, وَاللهُ فِى عَوْنِ الْعَبْدِ مَا دَامَ الْعَبْدُ فِى عَوْنِ أَخِيْهِ [رواه مسلم]<br />“Barang siapa melepaskan dari seorang muslim suatu kesulitan di dunia, Allah akan melepaskan kesulitan darinya pada hari kiamat; dan Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama ia (suka) menolong saudaranya” (HR. Muslim dari Abu Hurairah)<br /><br />مَثَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ فِى تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مِثْلُ الْجَسَدِ إِذاَ اشْتَكَى مِنْهُ عَضْوٌ تَدَاعَى لَهُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَى. [رواه مسلم عن النعمان بن بشير]<br />“Perumpamaan orang beriman dalam kasih sating, saling mengasihi dan mencintai bagaikan tubuh (yang satu); Jikalau satu bagian menderita sakit maka bagian lain kan turut menderita” (HR. Muslim dari Nu’man bin Basyir)<br /><br />الْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضاً. [رواه مسلم عن أبي موسى]<br />"Seorang mu’min dengan mu’min yang lain ibarat sebuah bangunan, satu bagian mnguatkan bagian yang lain” (HR. Muslim dari Abu Musa al-Asy’ari)<br /><br />...وَالْمُسْلِمُوْنَ عَلَى شُرُوْطِهِمْ إِلاَّ شَرْطاً حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَاماً. [رواه الترمذى عن عمر بن عوف]<br />“Kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat yang mereka buat kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.” (HR. Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf)<br /><br />إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِيَّتِ وَإِنَّماَ لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى...[رواه البخارى مسلم عن عمر بن الخطاب]<br />“Setiap amalan itu hanyalah tergantung niatnya. Dan seseorang akan mendapat ganjaran sesuai dengan apa yang diniatkannnya.” (HR. Bukhari-Muslim dari Umar bin Khattab)<br /><br />نَهَى رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ [رواه مسلم والترمذى والنسائى وأبوداود وان ماجه عن أبى هريره]<br /><br />“Rasulullah Saw melarang jual beli yang mengandung gharar” (HR. Muslim, Tirmidzi, Nasa’I, Abu Daud, dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah)<br /><br />إِنَّ خَيْرَكُمْ أَحْسَنُكُمْ قَضَاءً. [رواه البخارى]<br /><br />“Orang yang terbaik di antara kamu adalah orang yang paling baik dalam pembayaran hutangnya.” (HR. Bukhari)<br />لاَ ضَرَرَ وَلاَضِرَارَ [رواه ابن ماجه عن عباده بن الصامت, وأحمد عن ابن عياش, ومالك عن يحيى]<br />“Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh pula membahayakan orang lain.” (HR. Ibnu Majah dari ‘Ubadah bin Shamit, riwayat Ahmad dari Ibnu ‘Abbas, dan Malik dari Yahya)<br /><br />7. Kaidah fiqh yang menjelaskan:<br /><br />الْأَصْلُ فِى الْمُعَامَلَاتِ الْإِبَاحَةُ إِلاَّ أَنْ يَدُلَّ دّلِيْلٌ عَلَى تَحْرِيْمِهَا<br /><br />“Pada dasarnya, semua bentuk mu’amalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”<br />الضَّرَرُ يُدْفَعُ بِقَدْرِ الْإِمْكَانِ.<br /><br />“Segala mudharat harus dihindarkan sedapat mungkin”<br />الضَّرَرُ يُزَالُ.<br /><br />“Segala mudharat (bahaya) harus dihilangkan”.<br /><br />Memperhatikan : 1. Hasil Lokakarya Asuransi Syari’ah DSN-MUI tanggal 13-14 Rabi’uts tsani 1422 H / 4-5 Juli 2001 M<br /> 2. Pendapat dan saran peserta Rapat Pleno Dewan Syari’ah Nasional pada Senin, tanggal 15 Muharram 1422 H/09 April 2001 M.<br /> 3. Pendapat dan saran peserta Rapat Pleno Dewan Syari’ah Nasional.<br /><br /><br /><br />MEMUTUSKAN<br />Menetapkan : FATWA TENTANG PEDOMAN UMUM ASURANSI SYARI’AH<br />Pertama : Ketentuan Umum<br />1. Asuransi Syari’ah (ta’min, takaful atau tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.<br />2. Akad yang sesuai dengan syariah yang dimaksud dengan point (1) adalah yang tidak mengandung gharar (penipuan), maysir (perjudian), riba, zhulm (penganiayaan), risywah (suap), barang haram dan maksiat.<br />3. Akad tijarah adalah semua bentuk akad yang dilakukan untuk tujuan komersial.<br />4. Akad tabarru’ adalah semua bentuk akad yang dilakukan dengan tujuan kebajikan dan tolong-menolong, bukan semata untuk tujuan komersial.<br />5. Premi adalah kewajiban peserta asuransi untuk memberikan sejumlah dana kepada perusahaan asuransi sesuai dengan kesepakatan dalam akad.<br />6. Klaim adalah hak peserta asuransi yang wajib diberikan oleh perusahaan asuransi sesuai dengan kesepakatan dalam akad.<br /><br />Kedua : Akad dalam Asuransi<br />1. Akad yang dilakukan antara peserta dengan perusahaan terdiri dari atas akad tijarah dan atau akad tabarru’.<br />2. Akad tijarah yang dimaksud dalam ayat (1) adalah mudharabah. Sedangkan akad tabarru’ adalah hibah.<br />3. Dalam akad, sekurang-kurangnya harus dibedakan:<br />a. hak & kewajiban peserta dan perusahaan;<br />b. cara dan waktu pembayaran premi;<br />c. jenis akad tijarah dan atau akad tabarru’ serta syarat-syarat yang disepakati, sesuai dengan jenis asuransi yang diakadkan.<br /><br />Ketiga : Kedudukan Para Pihak dalam Akad Tijarah&Tabaru’<br />1. Dalam akad tijarah (mudharabah), perusahaan bertindak sebagai mudharib (pengelola) dan peserta bertindak sebagai shahibul mal (pemegang polis).<br />2. Dalam akad tabarru’ (hibah), peserta memberikan hibah yang akan digunakan untuk menolong peserta lain yang terkena musibah. Sedangkan perusahaan bertindak sebagai pengelola dana.<br /><br />Keempat : Ketentuan dalam Akad Tijarah & Tabarru’<br />1. Jenis akad tijarah dapat diubah menjadi akad tabarru’ bila pihak yang tertahan haknya, dengan suka rela melepaskan haknya sehingga menggugurkan kewajib-an pihak yang belum menunaikan kewajibannya.<br />2. Jenis akad tabarru’ tidak dapat diubah menjadi jenis akad tijarah.<br /><br />Kelima : Jenis Asuransi dan Akadnya<br />1. Dipandang dari segi jenis asuransi itu terdiri atas asuransi kerugian dan asuransi jiwa.<br />2. Sedangkan akad bagi kedua jenis asuransi tersebut adalah mudharabah dan hibah.<br /><br />Keenam : Premi<br />1. Pembayaran premi didasarkan atas jenis akad tijarah dan jenis akad tabarru’<br />2. Untuk menentukan besarnya premi perusahaan asuransi syariah dapat menggunakan rujukan, misalnya tabel mortalita untuk asuransi jiwa dan tabel morbidita untuk asuransi kesehatan, dengan syarat tidak memasukkan unsur riba dalam penghitungannya.<br />3. Premi yang berasal dari jenis akad mudharabah dapat diinvestasikan dan hasil investasinya dibagi-hasilkan kepada peserta.<br />4. Premi yang berasal dari jenis akad tabarru’ dapat diinvestasikan<br /><br />Ketujuh : Klaim<br />1. Klaim dibayarkan berdasarkan akad yang disepakati pada awal perjanjian<br />2. Klaim dapat berbeda dalam jumlah, sesuai dengan premi yang dibayarkan<br />3. Klaim ataas akad tijarah sepenuhnya merupakan hak peserta, dan merupakan kewajiban perusahaan untuk memenuhinya<br />4. Klaim atas akad tabarru’ , merupakan hak peserta dan merupakan kewajiban perusahaan, sebatas yang disepakati dalam akad.<br /><br />Kedelapan : Investasi<br />1. Perusahaan selaku pemegang amanah wajib melakukan investasi dari dana yang terkumpul<br />2. Investasi wajib dilakukan sesuai dengan syariah<br /><br />Kesembilan : Reasuransi<br />Asuransi syariah hanya dapat melakukan reasuransi kepada perusahaan reasuransi yang berlandaskan prinsip syariah<br />Kesepuluh : Pengelolaan<br />1. Pengelolaan asuransi syariah hanya boleh dilakukan oleh suatu lembaga yang berfungsi sebagai pemegang amanah.<br />2. Perusahaan asuransi syariah memperoleh bagi hasil dari pengelolaan dana yang terkumpul atas dasar akad tijarah (mudharabah)<br />3. Perusahaan asuransi syariah memperoleh ujrah (fee) dari pengelolaan dana akad tabarru’ (hibah)<br /><br />Kesebelas : Ketentuan Tambahan<br />1. Implementasi dari fatwa ini harus selalu dikonsultasikan dan diawasi oleh DPS.<br />2. Jika salah satu pihak tidaj menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.<br />3. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.<br /><br />Ditetapkan di : Jakarta<br />Pada Tanggal : 17 Oktober 2001<br /><br />DEWAN SYARIAH NASIONAL<br />MAJELIS ULAMA INDONESIA<br /><br /><br /> Ketua, Sekretaris,<br /><br /><br />KH M.A. Sahal Mahfudh Prof. Dr. H. M. Din Syamsuddin<br /><br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn1" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref1" name="_ftn1">[1]</a> Mustafa Ahmad Zarqa, al-Madkhal al-Fiqh al-‘Am, Juz I, (Beirut: Dar al-Fikr, 1968), h. 291<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn2" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref2" name="_ftn2">[2]</a> Ibid.<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn3" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref3" name="_ftn3">[3]</a> Pemindahan hak ini berupa perpindahan kepemilikan harta (dana) yang disetor melalui pembayaran premi; yang awalnya masih menjadi milik peserta ansuransi tetapi setelah dibayarkan ke perusahaan asuransi, dana tersebut menjadi milik perusahaan, bukan lagi menjadi milik peserta. </p>AGUS ARWANI, SE, M.Ag.http://www.blogger.com/profile/10365088094121590944noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3357978361591417802.post-83859835522477707882008-11-07T18:13:00.000-08:002008-11-07T18:17:33.066-08:00AQIB<div align="center"><span style="font-family:lucida grande;"><strong>SEBUAH KENANGAN YANG TAK TERLUPAKAN UNTUK </strong></span></div><div align="center"><span style="font-family:lucida grande;"><strong>ANAKKU TERSAYANG AQIB</strong></span></div><div align="center">DILA, FIDA, AQIB & ISI</div><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiMJXDObkGWEEh2aPmIaXOEhIp8wvgtTMii1Mbo8HM4WkECaGoPLQgbhVa_CLETWw0Mv52tMNqURUKcR2eBZhagezTvmMv9WXgyjJUsGETsvZ7QM4t2irETZ_nIX3ZF58mEK2uOn-dV1as/s1600-h/dila,fida,aqib,isi.JPG"><img id="BLOGGER_PHOTO_ID_5266104711524143394" style="DISPLAY: block; MARGIN: 0px auto 10px; WIDTH: 320px; CURSOR: hand; HEIGHT: 240px; TEXT-ALIGN: center" alt="" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiMJXDObkGWEEh2aPmIaXOEhIp8wvgtTMii1Mbo8HM4WkECaGoPLQgbhVa_CLETWw0Mv52tMNqURUKcR2eBZhagezTvmMv9WXgyjJUsGETsvZ7QM4t2irETZ_nIX3ZF58mEK2uOn-dV1as/s320/dila,fida,aqib,isi.JPG" border="0" /></a><br /><div></div>AGUS ARWANI, SE, M.Ag.http://www.blogger.com/profile/10365088094121590944noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3357978361591417802.post-27670261017055079992008-11-04T18:15:00.001-08:002008-11-04T18:19:25.349-08:00Foto-Foto<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjqiXFQRapS98zflt-e92g-mPXTrtdzccgroKk05DVMuRt-h9DNqBSIlvHCyZ-zx_xukVOezXpNiBfcAkA_BdG8sbtty3WZj-vBpvzLT_1jgbRrhgV5dd5jb_hteABQz3SySRruZL3ryEU/s1600-h/Aqib.JPG"><img id="BLOGGER_PHOTO_ID_5264991876360656482" style="FLOAT: left; MARGIN: 0px 10px 10px 0px; WIDTH: 320px; CURSOR: hand; HEIGHT: 240px" alt="" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjqiXFQRapS98zflt-e92g-mPXTrtdzccgroKk05DVMuRt-h9DNqBSIlvHCyZ-zx_xukVOezXpNiBfcAkA_BdG8sbtty3WZj-vBpvzLT_1jgbRrhgV5dd5jb_hteABQz3SySRruZL3ryEU/s320/Aqib.JPG" border="0" /></a><br /><div></div>AGUS ARWANI, SE, M.Ag.http://www.blogger.com/profile/10365088094121590944noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3357978361591417802.post-40707959288155138382008-11-04T18:09:00.000-08:002008-11-04T18:12:59.039-08:00PromoAnda Pingin Membelajari Matematika Bisnis Silahkan<br />Beli Buku kami yang berjudul : MATEMATIKA BISNIS (Terapan Ekonomi Konvensional & Islam) Penulis : Agus Arwani, SE, M.Ag.<br /><br />Anda Pingin Belajar Komputer silahkan beli buku:<br />INFORMATIKA KOMPUTER<br />Penulis : Abdul Haq, M. Kom & Agus Arwani, SE, M.Ag.<br /><br />Tersedia : di PIP STAIN PekalonganAGUS ARWANI, SE, M.Ag.http://www.blogger.com/profile/10365088094121590944noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3357978361591417802.post-38063448925776094842008-11-04T18:05:00.000-08:002008-11-04T18:07:31.176-08:00Pasar Modal SyariahPASAR MODAL SEBAGAI INSTRUMEN<br />LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH<br />Oleh : Agus Arwani, SE, M.Ag.<br />STAIN Pekalongan<br />MA KH. Syafi’i Buaran<br /><br />Pendahuluan<br /><br />Adalah benar adanya bahwa perkembangan ekonomi suatu negara tidak lepas dari perkembangan pasar modal. Perkembangan pasar modal di negara-negara maju, termasuk di negara-negara muslim sekalipun, kiranya menuntut untuk dicermati lebih lanjut. Hal ini menjadi keharusan, selain terkait dengan semakin membesarnya peran pasar modal di dalam memobilisasi dana ke sektor riil, juga disebabkan adanya tuntutan bahwa sekuritas yang diperdagangkan harus selaras dengan syariat Islam. Sependapat dengan hipotesis Fauzi (lihat dalam Achsien, hal. xv, 2003), bahwa masyarakat yang semakin terdidik akan semakin tidak suka menanamkan dana mereka di bank komersial, karena bank komersial memberikan return yang relatif kecil, meskipun risikonya juga relatif kecil. Tapi, justru di sinilah masalahnya. Masyarakat yang semakin paham akan pasar keuangan, semakin mengerti akan penilaian dan pengendalian risiko investasi, akan semakin berani memasuki area yang lebih berisiko.<br />Dalam konteks investasi syariah di pasar modal, pemahaman akan pengendalian risiko dan return saja tidak cukup, hal lain yang tak kalah penting untuk dipahami adalah pengenalan akan sekuritas-sekuritas mana yang selaras dengan syariah Islam. Dari banyak jenis sekuritas yang ada, beberapa di antaranya telah telah memperoleh pengakuan dari Dewan Syariah Nasional (DSN) atas kesyariahannya.<br />Yang dikehendaki dari pengenalan prinsip-prinsip keuangan Islami tersebut, terutama tentang bentuk-bentuk kontraknya, adalah baik investor maupun para akademisi nantinya dapat kritis menilai setiap sekuritas yang tersedia, serta tetap konsisten menggunakan sekuritas-sekuritas yang selaras dengan prinsip-prinsip syariah. Dengan demikian, mereka tidak akan menjadi naif, menolak seluruh sekuritas yang ada dengan anggapan sama sekali bertentangan dengan syariah Islam. Tidak lantas pula menerima begitu saja modifikasi-modifikasi yang dilakukan tanpa telaah yang dalam secara substansif (Achsien, hal.59, 2003).<br /><br />Bursa adalah pasar yang di dalamnya berjalan usaha jual beli saham. Berkaitan dengan hasil bumi, juga melibatkan para broker yang menjadi perantara antara penjual dengan pembeli.<br />Sebab disebut Bursa. Ada yang mengatakan, bahwa disebut sebagai bursa karena dinisbatkan kepada sebuah hotel di Belgia dimana kalangan konglomerat dan para broker berkumpul untuk melakukan operasi kerja mereka. Atau dinisbatkan kepada sorang lelaki Belgia bernama Deer Bursiah, yang memiliki sebuah istana tempat berkumpulnya kaum konglomerat dan para broker untuk tujuan yang sama.<br /><br />Target bursa adalah menciptakan pasar simultan dan kontinyu dimana penawaran dan permintaan serta orang-orang yang hen-dak melakukan perjanjian jual beli dipertemukan. Tentunya semua itu dapat menggiring kepada berbagai keuntungan yang sebagian diantaranya akan penulis paparkan sebentar lagi.<br /><br />Namun di sisi lain juga mengandung banyak sekali unsur penzhaliman dan kriminalitas, seperti perjudian, perekrutan uang dengan cara haram, monopoli jual beli, memakan uang orang dengan batil, mempermainkan/berspekulasi dengan orang dan masyarakat. Karena disebabkan oleh bursa itu, banyak kekayaan dan potensi ekonomi yang hancur terpuruk dalam pelimbahan dalam waktu pendek, persis seperti kehancuran akibat gempa bumi atau bencana alam lainnya!<br />Saham Syariah<br />Saham dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan atau pemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas. Wujud saham adalah selembar kertas yang menerangkan bahwa pemilik kertas tersebut adalah pemilik perusahaan yang menerbitkan surat berharga.<br />Untuk investor muslim, Achsien (hal. 60, 2003) berujar, inestasi pada saham (equity investment) memang sudah semestinya menjadi preferensi untuk menggantikan investasi pada interest yielding bonds atau sertifikat deposito, walaupun jika kemudian dinyatakan dalam fikih klasik dikatakan bahwa ekuitas dalam hal ini saham tidak bisa dipersamakan dengan instrumen keuangan Islam seperti kontrak mudharabah atau musyarakah. Saham dapat diperdagangkan kapan saja di pasar sekunder tanpa memerlukan persetujuan dari perusahaan yang mengeluarkan saham. Sementara mudharabah dan musyarakah ditetapkan berdasarkan persetujuan rab al mal (investor) dan perusahaan sebagai mudharib untuk suatu periode tertentu.<br />Karena batasan periode kontrak yang mengikat tersebut, yang menjadikan mudharabah dan musyarakah seringkali dianggap tidak likuid. Sementara saham, memungkinkan untuk dijual kapan saja, sehingga sudah pasti lebih likuid dan lebih atraktif, meskipun kemudian terjadi modifikasi untuk membuat kontrak keuangan Islam mejadi likuid.<br />Adapun pendapatnya Wahbah al Zuhaili dalam al Fiqh al Islami wa adillatuhu juz 3/1841 dinyatakan bahwa:<br />“bermuamalah dengan (melakukan kegiatan transaksi atas) saham hukumnya oleh, karena pemilik saham adalah mitra dalam perseroan sesuai dengan saham yang dimilikinya.”<br />Pendapat para ulama yang memperbolehkan jual beli saham serta pengalihan kepemilikan porsi suatu surat berharga berdasar pada ketentuan bahwa selama semua itu disepakati dan diizinkan oleh pemilik porsi lain dari suatu surat berharga (bi idzni syarikihi). Keputusan Muktamar ke-7 Majma’ Fiqh Islami tahun 1992 di Jeddah pun menyatakan bahwa boleh menjual atau menjaminkan saham dengan tetap memperhatikan peraturan yang berlaku pada perseroan.<br />Tidak semua saham yang terdaftar di pasar modal memenuhi prinsip-prinsip syariah. Untuk itulah Bursa Efek Jakarta(BEJ) bekerjasama dengan Danareksa Investment Management, mengembangkan suatu indeks untuk melisting saham-saham mana saja yang layak dianggap memenuhi prinsip-prinsip syariah. Indeks ini disebut juga dengan Jakarta Islamic Indeks (JII). Saham-saham yang masuk dalam Indeks ini adalah saham yang kegiatan emitenya tidak bertentangan dengan syariah, misalnya:<br />- usaha perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan terlarang<br />- usaha lembaga keuangan konvensional (ribawi) termasuk perbankan dan asuransi konvensional<br />- usaha yang memproduksi, mendistribusi serta memperdagangkan makanan dana minuman yang tergolong haram<br />- usaha yang memproduksi, mendistribusi dan atau menyediakan barang-barang ataupun jasa yang merusak moral dan bersifat mudharat.<br />Obligasi Syariah<br />Obligasi syariah di dunia internasional dikenal dengan sukuk. Sukuk berasal dari bahasa Arab “sak” (tunggal) dan “sukuk” (jamak) yang memiliki arti mirip dengan sertifikat atau note. Dalam pemahaman praktisnya, sukuk merupakan bukti (claim) kepemilikan. Sebuah sukuk mewakili kepentingan, baik penuh maupun proporsional dalam sebuah atau sekumpulan aset (lihat, Hakim, 2005).<br />Berbeda dengan konsep obligasi konvensional selama ini, yakni obligasi yang bersifat hutang dengan kewajiban membayar berdasarkan bunga, obligasi syariah adalah suatu surat berharga berjangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan Emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan Emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syraiah berupa bagi hasil/margin/fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo (lihat Fatwa DSN, 2004).<br />Kendatipun, jika ditinjau dari aspek akad, obligasi dapat dimodifikasi ke pelbagai jenis, seperti obligasi salam, istisna, murabahah, musyarakah, mudharabah ataupun Ijarah, namun yang lebih populer dalam perkembangan obligasi syariah di Indonesia hingga saat ini adalah obligasi mudharabah dan ijarah.<br />Obligasi syariah di Indonesia mulai diterbitkan pada paruh akhir tahun 2002, yakni dengan disahkannya Obligasi Indosat obligasi yang diterbitkan ini berdasarkan prinsip mudharabah. Obligasi mudharabah mulai diterbitkan setelah fatwa tentang obligasi syariah (Fatwa DSN-MUI No. 32/DSN-MUI/ /2002) dan obligasi syariah mudharabah (Fatwa DSN-MUI No. 33/DSN-MUI/ /2002). Sedangkan obligasi syariah ijarah pertama kali diterbitkan pada tahun 2004 setelah dikeluarkannya fatwa tentang obligasi syariah ijarah (Fatwa DSN-MUI No. 41/DSN-MUI/ /2003).<br />Penerapan mudharabah dalam obligasi cukup sederhana. Emiten bertindak selaku mudharib, pegelola dana dan investor bertindak selaku shahibul mal, lias pemilik modal. Keuntungan yang diperoleh investor merupakan bagian proporsional keuntungan dari pengelolaan dana oleh investor. Menyikapi adanya indikasi bahwa terdapat kontradiksi antara mudharabah dan obligasi dalam definisi, serta masih adanya anggapan bahwa obligasi syariah mudharabah sejatinya tetaplah sebagai surat hutang, lebih lanjut, Hakim mengatakan bahwa transaksi mudharabah dalam konteks obligasi syariah mudaharabah ini adalah transaksi investment, bukan hutang piutang. Karena investment meruapakan milik pemilik modal, maka ia dapat menjualnya kepada pihak lain. Prinsip inilah yang mendasari dibolehkan adanya secondary market bagi obligasi mudharabah.<br /><br /> Macam-macam Transaksi Bursa Efek<br /> Pertama: Dari Sisi Waktunya<br />1. Transaksi instant. Yakni transaksi dimana dua pihak pelaku transaksi melakukan serah terima jual beli secara langsung atau paling lambat 2 kali 24 jam.<br />2. Transaksi berjangka. Yakni transaksi yang diputuskan setelah beberapa waktu kemudian yang ditentukan dan disepakati saat transaksi. Terkadang harus diklarifikasi lagi pada hari-hari yang telah ditetapkan oleh komite bursa dan ditentukan serah terimanya di muka.<br /><br />Baik transaksi instant maupun transaksi berjangka terka-dang menggunakan kertas-kertas berharga, terkadang mengguna-kan barang-barang dagangan.<br /><br />Yang dimaksud dengan transaksi instant adalah serah terima barang sungguhan, bukan sekedar transaksi semu, atau bukan sekedar jual beli tanpa ada barang, atau bisa diartikan ada serah terima riil.<br /><br />Sementara transaksi berjangka tujuannya pada umumnya adalah hanya semacam investasi terhadap berbagai jenis harga tanpa keinginan untuk melakukan jual beli secara riil, dimana jual beli ini pada umumnya hanya transaksi pada naik turun harga-harga itu saja.<br /><br />Bahkan di antara transaksi berjangka ada yang bersifat per-manen bagi kedua pihak pelaku. Ada juga yang memberikan be-berapa bentuk hak pilih sesuai dengan bentuk transaksi. Transaksi yang memberikan hak pilih ini memiliki perbedaan dari transaksi lain, bahwa orang yang mendapatkan hak pilih harus membayar biaya kompensasi bila ia menggunakan hak pilih tersebut.<br />Mengaplikasikan sistem investasi dalam dunia bursa mem-berikan pengertian lain bagi sistem investasi itu tidak sebagai-mana yang dikenal dalam ruang lingkup pembahasan fiqih Islam.<br /><br />Kerjasama investasi dalam fiqih Islam yaitu: menyerahkan modal kepada orang yang mau berniaga dengan menerima seba-gian keuntungannya. Transaksi ini merealisasikan kesempurnaan hubungan saling melengkapi antara pemilik modal yang tidak memiliki keahlian berusaha dengan orang yang memiliki keahlian berusaha tetapi tidak memiliki modal.<br /><br />Kerjasama investasi dalam dunia bursa adalah dengan me-ngandalkan cara jual beli atas dasar prediksi/ramalan, yakni pre-diksi aktivitas harga pasar untuk mendapatkan harga yang lebih.<br /><br /> Kedua: Dari Sisi Objek<br /><br />Dari sisi objeknya transaksi bursa efek ini terbagi menjadi dua:<br />1. Transaksi yang menggunakan barang-barang komoditi (Bursa komoditi).<br />2. Transaksi yang menggunakan kertas-kertas berharga (Bursa efek).<br /><br />Dalam bursa komoditi yang umumnya berasal dari hasil alam, barang-barang tersebut tidak hadir. Barter itu dilakukan dengan menggunakan barang contoh atau berdasarkan nama dari satu jenis komoditi yang disepakati dengan penyerahan tertunda.<br /><br />Bursa efek sendiri objeknya adalah saham dan giro. Keba-nyakan transaksi bursa itu menggunakan kertas-kertas saham tersebut.<br /><br />Giro yang dimaksud di sini adalah cek yang berisi perjanjian dari pihak yang mengeluarkannya, yakni pihak bank atau perusa-haan untuk orang yang membawanya agar ditukar dengan sejumlah uang yang ditentukan pada tanggal yang ditentukan pula dengan jaminan bunga tetap, namun tidak ada hubungannya sama sekali dengan pergulatan harga pasar.<br /><br />Sementara saham adalah jumlah satuan dari modal koperatif yang sama jumlahnya bisa diputar dengan berbagai cara berda-gang, dan harganya bisa berubah-rubah sewaktu-waktu tergan-tung keuntungan dan kerugian atau kinerja perusahaan tersebut.<br /><br /> Berbagai Dampak Positif Bursa Saham<br /><br />Berbagai sisi positif dari bursa tersebut tergambar pada hal-hal berikut:<br />1. Bursa saham ini membuka pasar tetap yang mempermudah para pembeli dan penjual untuk saling bertemu lalu melakukan transaksi instant maupun transaksi berjangka terhadap kertas-kertas saham, giro maupun barang-barang komoditi.<br />2. Mempermudah pendanaan pabrik-pabrik dan, perda-gangan dan proyek pemerintah melalui penjualan saham dan kertas-kertas giro komersial.<br />3. Bursa ini juga mempermudah penjualan saham dan giro pinjaman kepada orang lain dan menggunakan nilainya. Karena para perusahaan yang mengeluarkan saham-saham itu tidak me-matok harga murni untuk para pemiliknya.<br />4. Mempermudah mengetahui timbangan harga-harga saham dan giro piutang serta barang-barang komoditi, yakni per-gulatan semua hal tersebut dalam dunia bisnis melalui aktivitas penawaran dan permintaan.<br /> <br /> Beberapa Dampak Negatif Bursa Saham<br /><br />Adapun dampak-dampak negatif dari adanya bursa saham ini tergambar pada hal-hal berikut:<br />1. Transaksi berjangka dalam pasar saham ini sebagian besarnya bukanlah jual beli sesungguhnya. Karena tidak ada unsur serah terima dalam pasar saham ini antara kedua pihak yang bertransaksi, padahal syarat jual beli adalah adanya serah terima dalam barang yang disyaratkan ada serah terima barang dagangan dan pembayarannya atau salah satu dari keduanya.<br /><br />2. Kebanyakan penjualan dalam pasar ini adalah penjualan sesuatu yang tidak dimiliki, baik itu berupa mata uang, saham, giro piutang, atau barang komoditi komersial dengan harapan akan dibeli di pasar sesunguhnya dan diserahterimakan pada saatnya nanti, tanpa mengambil uang pembayaran terlebih dahulu pada waktu transaksi sebagaimana syaratnya jual beli As-Salm.<br /><br />3. Pembeli dalam pasar ini kebanyakan membeli menjual kembali barang yang dibelinya sebelum dia terima. Orang kedua itu juga menjualnya kembali sebelum dia terima. Demikianlah jual beli ini terjadi secara berulang-ulang terhadap satu objek jualan sebelum diterima, hingga transaksi itu berakhir pada pembeli terakhir yang bisa jadi sebenarnya ingin membeli barang itu langsung dari penjual pertama yang menjual barang yang belum dia miliki, atau paling tidak menetapkan harga sesuai pada hari pelaksanaan transaksi, yakni hari penutupan harga. Peran penjual dan pembeli selain yang pertama dan terakhir hanya mencari keuntungan lebih bila mendapatkan keuntungan saja, dan melepasnya bila sudah tidak menguntungkan pada waktu tersebut persis seperti yang dilakukan para pejudi.<br /><br />4. Yang dilakukan oleh para pemodal besar dengan memonopoli saham dan sejenisnya serta barang-barang komoditi komersial lain di pasaran agar bisa menekan pihak penjual yang menjual barang-barang yang tidak mereka miliki dengan harapan akan membelinya pada saat transaksi dengan harga lebih murah, atau langsung melakukan serahterima sehingga menyebabkan para penjual lain merasa kesulitan.<br /><br />5. Sesungguhnya bahaya pasar modal semacam ini berpang-kal dari dijadikannya pasar ini sebagai pemberi pengaruh pasar dalam skala besar. Karena harga-harga dalam pasar ini tidak sepe-nuhnya bersandar pada mekanisme pasar semata secara praktis dari pihak orang-orang yang butuh jual beli. Namun justru terpe-ngaruh oleh banyak hal, sebagian diantaranya dilakukan oleh para pemerhati pasar, sebagian lagi berasal dari adanya monopoli barang dagangan dan kertas saham, atau dengan menyebarkan berita bohong dan sejenisnya. Di sinilah tersembunyi bahaya besar menurut tinjauan syariat. Karena cara demikian menyebabkan ketidakstabilan harga secara tidak alami, sehingga berpengaruh buruk sekali pada perekonomian yang ada.<br /><br />Sebagai contoh saja bukan untuk menyebutkan secara keseluruhan: sebagian besar investor sengaja melempar sejumlah kertas saham dan giro, sehingga harganya menjadi jatuh karena terlalu banyak penawaran. Pada akhirnya para pemilik saham kecil-kecilan bergegas menjualnya kembali dengan harga murah sekali, karena khawatir harga saham-saham itu semakin jatuh se-hingga mereka semakin rugi. Dengan adanya penawaran mereka itu, mulailah harga saham itu terus menurun, sehingga para investor besar itu berkesempatan membelinya kembali dengan harga lebih murah dengan harapan akan bisa meninggikan harga-nya dengan banyaknya permintaan. Pada akhirnya para investor besarlah yang beruntung sementara kerugian besar-besaran harus ditanggung investor kecil-kecilan, sebagai akibat dari perbuatan investor besar yang berpura-pura melempar kertas-kertas saham itu sebagai ikutan. Hal itupun terjadi di pasar komoditi komersial.<br /><br />Oleh sebab itu pasar saham ini telah menimbulkan pro dan kontra di kalangan para ekonom. Faktor penyebabnya adalah bahwa pasar ini pada suatu saat dalam dunia ekonomi menyebab-kan hilangnya modal besar-besaran dalam waktu yang singkat sekali. Di sisi lain pasar ini bisa menyebabkan munculnya para OKB (orang kaya baru) tanpa banyak mengeluarkan keringat. Bahkan pada saat terjadi krisis ekonomi berat di dunia, banyak pakar ekonomi yang menuntut agar pasar bursa itu dibubarkan. Karena pasar bursa itu bisa menyebabkan hilangnya banyak modal, menggulingkan roda perekonomian hingga jatuh ke jurang dalam waktu yang sangat cepat, seperti yang terjadi akibat ben-cana alam dan gempat bumi.<br /> <br /> Hukum-hukum Syariat Tentang Transaksi Bursa Saham<br /><br />Telah dijelaskan sebelumnya bahwa transaksi bursa itu di antaranya ada yang bersifat instant, pasti dan permanen, dan ada juga yang berjangka dengan syarat uang di muka. Di lihat dari objeknya terkadang berupa jual beli barang komoditi biasa, dan terkadang berupa jual beli kertas saham dan giro.<br /><br />Karena transaksinya bermacam-macam dengan dasar seperti ini, sehingga tidak mungkin ditetapkan hukum syariatnya dalam skala umum, harus dirinci terlebih dahulu baru masing-masing jenis transaksi ditentukan hukumnya secara terpisah.<br /><br />Lembaga Pengkajian fiqih yang mengikut Rabithah al-alam al-Islami telah merinci dan menetapkan hukum masing-masing transaksi itu pada pertemuan ketujuh mereka yang diadakan pada tahun 1404 H di Makkah al-Mukarramah. Sehubungan dengan persoalan ini, majelis telah memberikan keputusan sebagai berikut:<br /> Pertama: Pasar bursa saham itu target utamanya adalah menciptakan pasar tetap dan simultan dimana mekanisme pasar yang terjadi serta para pedagang dan pembeli dapat saling bertemu melakukan transaksi jual beli. Ini satu hal yang baik dan berman-faat, dapat mencegah para pengusaha yang mengambil kesempatan orang-orang yang lengah atau lugu yang ingin melakukan jual beli tetapi tidak mengetahui harga sesungguhnya, bahkan tidak mengetahui siapa yang mau membeli atau menjual sesuatu kepa-da mereka.<br /><br />Akan tetapi kemaslahatan yang jelas ini dalam dunia bursa saham tersebut terselimuti oleh berbagai macam transaksi yang amat berbahaya menurut syariat, seperti perjudian, memanfa-atkan ketidaktahuan orang, memakan uang orang dengan cara haram. Oleh sebab itu tidak mungkin ditetapkan hukum umum untuk bursa saham dalam skala besarnya. Namun yang harus di-jelaskan adalah segala jenis transaksi jual beli yang terdapat di dalamnya satu persatu secara terpisah.<br /><br /> Kedua: Bahwa transaksi instant terhadap barang yang ada dalam kepemilikan penjual untuk diserahterimakan bila syaratkan harus ada serah terima langsung pada saat transaksi menurut syariat, adalah transaksi yang dibolehkan. Selama transaksi itu bukan terhadap barang haram menurut syariat pula. Namun kalau barangnya tidak dalam kepemilikan penjual, harus dipe-nuhi syarat-syarat jual beli as-Salm. Setelah itu baru pembeli boleh menjual barang tersebut meskipun belum diterimanya.<br /><br /> Ketiga: Sesungguhnya transaksi instant terhadap saham-saham perusahaan dan badan usaha kalau saham-saham itu me-mang berada dalam kepemilikan penjual boleh-boleh saja menu-rut syariat, selama perusahaan atau badan usaha tersebut dasar usahanya tidak haram, seperti bank riba, perusahaan minuman keras dan sejenisnya. Bila demikian, transaksi jual beli saham tersebut menjadi haram.<br /><br /> Keempat: Bahwa transaksi instant maupun berjangka terhadap kuitansi piutang dengan sistem bunga yang berbagai macam bentuknya tidaklah dibolehkan menurut syariat, karena semua itu adalah aktivitas jual beli yang didasari oleh riba yang diharamkan.<br /><br /> Kelima: Bahwa transaksi berjangka dengan segala ben-tuknya terhadap barang gelap, yakni saham-saham dan barang-barang yang tidak berada dalam kepemilikan penjual dengan cara yang berlaku dalam pasar bursa tidaklah dibolehkan menurut syariat, karena termasuk menjual barang yang tidak dimiliki, dengan dasar bahwa ia baru akan membelinya dan menyerah-kannya kemudian hari pada saat transaksi. Cara ini dilarang oleh syariat berdasarkan hadits shahih dari Rasulullah a bahwa beliau bersabda, "Janganlah engkau menjual sesuatu yang tidak engkau miliki." Demikian juga diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Daud dengan sanad yang shahih dari Zaid bin Tsabit y, bahwa Nabi a melarang menjual barang dimana barang itu dibeli, sehingga para saudagar itu mengangkutnya ke tempat-tempat mereka.<br /> Keenam: Transaksi berjangka dalam pasar bursa bukanlah jual beli as-Salm yang dibolehkan dalam syariat Islam, karena keduanya berbeda dalam dua hal:<br />a) Dalam bursa saham harga barang tidak dibayar langsung saat transaksi. Namun ditangguhkan pembayarannya sampai pe-nutupan pasar bursa. Sementara dalam jual beli as-Salm harga barang harus dibayar terlebih dahulu dalam transaksi.<br />b) Dalam pasar bursa barang transaksi dijual beberapa kali penjualan saat dalam kepemilikan penjual pertama. Tujuannya tidak lain hanyalah tetap memegang barang itu atau menjualnya dengan harga maksimal kepada para pembeli dan pedagang lain bukan secara sungguhan, secara spekulatif melihat untung rugi-nya. Persis seperti perjudian. Padahal dalam jual beli as-Salm tidak boleh menjual barang sebelum diterima.<br /><br />Berdasarkan penjelasan sebelumnya, Lembaga Pengkajian Fiqih Islam berpandangan bahwa para pemerintah di berbagai negeri Islam berkewajiban untuk tidak membiarkan bursa-bursa tersebut melakukan aktivitas mereka sesuka hati dengan membuat berbagai transaksi dan jual beli di Negara-negara mereka, baiknya hukumnya mubah maupun haram. Mereka hendaknya juga tidak memberi peluang orang-orang yang mempermainkan harga se-hingga menggiring kepada bencana finansial dan merusak pere-konomian secara umum, dan pada akhirnya menimbulkan mala-petaka kepada kebanyakan orang. Karena kebaikan yang sesung-guhnya adalah dengan berpegang pada ajaran syariat Islam pada segala sesuatu. Allah berfirman:<br /> Artinya,"Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalanKu yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu menceraiberaikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa." (Al-An'am: 153).<br /><br />Allah q adalah Juru Penolong yang memberikan taufik, yang memberi petunjuk menuju jalan yang lurus. Semoga sha-lawat dan salam terlimpahkan kepada Nabi Muhammad.<br /><br /> Kartu Kridit<br /> Definisi Kartu Kredit<br /><br /> Definisinya secara bahasa:<br />Kata bithaqah (kartu) secara bahasa digunakan untuk po-tongan kertas kecil atau dari bahan lain, diatasnya ditulis penjelasan yang berkaitan dengan potongan kertas itu. sementara kata i’timan secara bahasa artinya adalah kondisi aman dan saling percaya. Dalam kebiasaan dalam dunia usaha artinya semacam pinjaman, yakni yang berasal dari kepercayaan terhadap pemin-jam dan sikap amanahnya serta kejujurannya. Oleh sebab itu ia memberikan dana itu dalam bentuk pinjaman untuk dibayar seca-ra tertunda.<br /><br /> Definisi Kartu Kredit Secara Terminologis:<br />Kartu kredit yaitu: kartu yang dikeluarkan oleh pihak bank dan sejenisnya yang dapat digunakan oleh pembawanya untuk membeli segala keperluan dan barang-barang serta pelayanan tertentu secara hutang.<br /><br />Kalau kita terjemahkan kata ‘kredit giro’ ini secara langsung artinya adalah kartu pinjaman. Atau kartu yang memberikan kesempatan kepada pembawanya untuk mendapatkan pinjaman.<br /><br /> Macam-Macam Kartu Kredit<br /><br />Kartu kredit adalah bagian dari beberapa bentuk kartu kerja sama finansial. Kartu kredit ini terbagi menjadi dua:<br /><br /> 1. Kartu Kredit Pinjaman yang Tidak Dapat Diperbaharui (Charge Card)<br />Di antara keistimewaan paling menonjol dari kartu ini ada-lah diharuskannya menutup total dana yang ditarik secara leng-kap dalam waktu tertentu yang diperkenankan, atau sebagian dari dana tersebut. Biasanya waktu yang diperkenankan tidak lebih dari tiga puluh hari, namun terkadang bisa mencapai dua bulan. Kalau pihak pembawa kartu terlambat membayarnya dalam waktu yang telah ditentukan, ia akan dikenai denda keterlam-batan. Dan kalau ia menolak membayar, keanggotaannya dicabut, kartunya ditarik kembali dan persoalannya diangkat ke penga-dilan.<br /><br /> 2. Kartu Kredit Pinjaman yang Bisa Diperbaharui (Revolving Credit Card)<br />Jenis kartu ini termasuk yang paling popular di berbagai negara maju. Pemilik kartu ini diberikan pilihan cara menutupi semua tagihannya secara lengkap dalam jangka waktu yang ditole-ransi atau sebagian dari jumlah tagihannya dan sisanya diberikan dengan cara ditunda, dan dapat diikutkan pada tagihan berikut-nya. Bila ia menunda pembayaran, ia akan dikenakan dua macam bunga: Pertama bunga keterlambatan, kedua bunga dari sisa dana yang belum ditutupi. Kalau ia berhasil menutupi dana tersebut dalam waktu yang ditentukan, ia hanya terkena satu macam bu-nga saja, yaitu bunga penundaan pembayaran. Dana yang ditarik tidak akan terbatas bila pemiliknya terus saja melunasi tagihan beserta bunga kartu kreditnya secara simultan. <br /> <br /> Kartu Debit (Non Kredit / Debit Card)<br /><br />Yakni kartu-kartu yang terfokus pada pemberian pinjaman kepada para pembawanya. Di antara jenis terpenting dari kartu-kartu ini adalah sebagai berikut:<br /> 1. Kartu Debit Langsung.<br />Yakni kartu yang dikeluarkan oleh pihak bank bersama organisasi internasional yang mengurusi soal kartu kredit ini, bentuknya adalah kartu yang langsung mendebit rekening untuk mentransfer jumlah dana yang ditarik dari rekening pemiliknya kepada pedagang secara langsung. Adanya kartu ini syaratnya bahwa si pemilik harus terlebih dahulu mempunyai kartu reke-ning atau ATM dari pihak bank bersangkutan. Kalau kartunya sedang On Line Debit, transfer akan berjalan sempurna pada hari tersebut. Namun kartu kredit tersebut sedang Off Line Debit proses transfer tersebut bisa membutuhkan waktu beberapa hari. Kartu ini tidak memberikan pinjaman kepada pemiliknya dan tidak memberikan peluang kepadanya untuk melakukan transaksi pem-belian melebihi jumlah dana yang dia miliki dalam rekeningnya.<br /><br />Bank yang mengeluarkan kartu ini tidak membayar jumlah dana yang dikeluarkan dari kasnya kepada para pedagang untuk kemudian menagihnya dari pemilik kartu. Namun kartu ini hanya berfungsi mendebit rekening pemilik kartu untuk ditransfer ke rekening pedagang bersangkutan. Fungsinya mirip dengan cek. Kartu Debit semacam ini banyak digunakan di negara-negara maju yang memang berkeinginan menerapkan budaya konsumtif dan mendorong masyarakat agar menabungkan uangnya di bank-bank yang ada.<br /><br /> 2. Kartu Anjungan Tunai Mandiri (ATM)<br />Yakni kartu yang diberikan pihak bank kepada para nasa-bahnya secara cuma-cuma dengan sekedar membuka rekening di bank bersangkutan, agar pihak nasabah bisa dengan leluasa meng-ambil uangnya melalui rekening yang dimilikinya kapan saja dia menghendaki melalui mesin ATM dan dapat juga digunakan untuk beberapa lokasi penjualan tertentu. Sehingga ia berpeluang mena-rik uang kontan dan mentransfer dana antar ATM berbeda, atau untuk sekedar mengetahui jumlah saldo dan untuk membayar barang-barang yang dibelinya (di lokasi penjualan tertentu), dst. Kartu ini secara otomatis terperbaharui selama rekening pemilik-nya masih terbuka di bank bersangkutan.<br /><br /> Pendudukan Masalah Secara Fiqih Seputar Kartu Kredit .<br /><br />Sudah jelas bahwa hukum terhadap sesuatu itu didasarkan atas hasil dari persepsi tentang sesuatu tersebut. Sedetail apa pe-ngetahuan kita terhadap berbagai hal yang berkaitan dengan kartu-kartu kredit tersebut, akan menentukan kedetailan kita dalam mendudukkan masalah terhadap berbagai transaksi yang dikenal dalam fiqih Islam dan penjelasan tentang hukum-hukumnya, halal atau haram, serta menetapkan berbagai alternatif pengganti yang disyariatkan bila hasil penelitian menegaskan keharamannya.<br /><br />Kartu kredit ini membentuk tiga hal terkait yang akan kita ulas secara berurut sebagai berikut:<br /><br /> Pertama: Kaitan Antara Kartu Tersebut Dengan Pihak Bank yang Mengeluarkannya Dalam 'Transaksi Pengeluaran Kartu'.<br />Banyak sudah kajian fiqih seputar hubungan ini. Banyak sudah pendapat yang lahir seputar persoalan itu dalam berbagai Lembaga Pengkajian Fiqih tentang keberadaan kartu ini sebagai pinjaman dari pihak bank yang mengeluarkannya, atau sebagai jaminan untuk melaksanakan berbagai komitmen terhadap pihak lain, atau menjadi penjamin untuk berhubungan dengan pihak lain.<br /><br />Kemungkinan gabungan antara jaminan, penjamin dan pinjaman itulah yang paling dekat dengan teori untuk mengulas transaksi ini. Karena itulah yang menjadi tujuan sesungguhnya dari keberadaan kartu itu. Karena sebelum digunakan, kartu itu adalah jaminan, dan janji pinjaman serta penjamin. Namun setelah digunakan dalam arti sesungguhnya dan pihak bank telah menutupi biaya yang dikeluarkan untuk mewakili pihak nasabah, janji tersebut telah menjadi kenyataan sehingga menjadi pinjaman dan penjamin dalam arti sesungguhnya.<br /><br /> Kedua: Hubungan Antara Kartu Ini Dengan Bank yang Mengeluarkan Kartu dan Pihak Pedagang.<br />Juga sudah banyak ulasan fiqih seputar hubungan ini antara keberadaannya yang mirip dengan pengurangan nilai tukar dengan keberadaannya sebagai jaminan, yakni bahwa pihak yang menge-luarkan kartu telah menjamin pihak pedagang bahwa ia akan membayarkan harga barang jualannya dengan perantaraan kartu tersebut, dan juga keberadaannya sebagai penjamin dengan upah, atau sebagai perantara. Bahkan ada sebagian pihak yang menge-luarkan kartu itu dalam hubungannya dengan jual beli. Jadi yang dijadikan sebagai pihak yang mengeluarkan kartu adalah pembeli yang sesungguhnya dari barang-barang tersebut, kemudian baru dikembalikan kepada nasabah untuk dijual. Jual beli ini mirip dengan jual beli dengan sistem fixed price terhadap orang yang meminta dibelikan barang.<br /><br />Kemungkinan pendudukan masalah paling menonjol terha-dap dasar jaminan dan penjaminan ini adalah pendudukan masalah yang membuka peluang disyariatkannya transaksi atau pende-betan yang dilakukan pihak bank dalam kasus ini. Karena upah yang dilarang dalam sistem jaminan adalah yang berasal dari pihak yang mendapatkan jaminan untuk yang menjamin. Sementara di sini upah itu berasal dari pihak yang mendapatkan pengaruh dari jaminan, yakni pihak pedagang kepada pihak yang membe-rikan jaminan. Adapun upah dalam sistem jual beli dengan pen-jaminan, dibolehkan dalam kondisi apapun.<br /><br /> Ketiga: Hubungan Antara Pemilik Kartu dengan Pedagang<br />Sudah berkali-kali juga dikeluarkan kajian fiqih berkaitan dengan hubungan ini, antara keberadaannya sebagai sistem hiwalah , dimana pihak pemegang kartu mengalihkan hutangnya pada pedagang kepada pihak yang mengeluarkan kartu, dimana Hilawah semacam itu dapat direalisasikan dengan menandata-ngani rekening pembelian, antara keberadaan kartu itu yang demikian dengan keberadaannya sebagai mediator jual beli atau sewa menyewa. Sehingga transaksinya dibagi dua, antara posisi jual beli atau sewa menyewa, dengan objek transaksi pembuatan kartu. Kemudian tanggung jawab pembayaran dilimpahkan kepada pihak yang mengeluarkan kartu yang telah menjamin untuk me-nutupi biaya yang ditarik berupa pembelian atau penyewaan.<br /><br /> Penjelasan Global Tentang Hakikat Kartu Kredit<br /><br />Mungkin pendudukan masalah secara global yang paling mendekati hakikat dari kartu-kartu kredit tersebut adalah bahwa kartu tersebut secara umum tersusun dari beberapa transaksi.<br /><br /> Pertama, transaksi yang mengaitkan antara pihak yang menge-luarkan kartu dengan pihak pemegangnya. Transaksi ini terdiri dari tiga unsur: jaminan, penjaminan dan peminjaman. Pihak yang mengeluarkan kartu telah memberikan jaminan untuk peme-gang kartu tersebut di hadapan pedagang, meminjamkan kepada-nya dana yang dia tarik melalui kartu tersebut, lalu pemegang kartu telah menjadikan pihak bank sebagai penjaminnya untuk melunasi pembayaran tersebut kepada si pedagang.<br /><br /> Kedua, transaksi antara yang mengeluarkan kartu dengan pihak pedagang. Transaksi ini terdiri dari dua unsur saja: Jaminan dan penjaminan. Pihak yang mengeluarkan kartu telah memberikan jaminan kepada pedagang untuk membayarkan semua haknya melalui kartu tersebut, yang kemudian pihak bank akan menagih pembayaran itu dari pemegang kartu nantinya dan memasukkannya ke dalam rekeningnya setelah terlebih dahulu memotongnya dengan biaya administrasi yang disepakati.<br /><br /> Ketiga, Transaksi antara pemegang kartu dengan pedagang yang hukumnya disesuaikan dengan jual beli atau penyewaan yang dilakukan sesuai dengan karakter transaksi di samping sistem hiwalah, yakni pemegang kartu itu melimpahkan pembayarannya terhadap barang jualan pedagang kepada pihak yang menge-luarkan kartu tersebut.<br /><br /> Hukum-hukum Syariat Tentang Kartu Kredit<br /><br />Kartu-kartu kredit ini mencuatkan beberapa kemusykilan menurut ajaran syariat yang akan penulis paparkan sebagai berikut sebagian di antaranya:<br /> Pertama: Persyaratan Berbau Riba<br />Transaksi untuk mengeluarkan kartu-kartu tersebut pada umumnya mengandung beberapa komitmen berbau riba yang intinya mengharuskan pemegang kartu untuk membayar bunga-bunga riba atau denda-denda finansial bila terlambat menutupi hutangnya. Apa pengaruh komitmen-komitmen tersebut terhadap sah tidaknya transaksi pembuatan kartu-kartu kredit ini?<br /><br />Ulama Fiqih kontemporer ketika membahas persoalan ini pandangan mereka terbagi menjadi dua kubu:<br /> Pertama: Kubu yang membolehkan. <br />Mereka menganggap bahwa transaksi itu sah, namun komitmennya batal. Yakni apabila pihak nasabah yakin bahwa ia akan mampu menjaga diri untuk tidak terjerumus ke dalam konsekuensi menanggung akibat ko-mitmen tersebut. Karena syarat rusak ini pada dasarnya menurut kaca mata syariat sudah batal dengan sendirinya. Syarat ini munkar dan justru harus dilakukan kebalikannya. Dasar mereka yang membolehkan adalah sebagai berikut:<br />1. Sabda Nabi a kepada Aisyah i ketika Aisyah hendak membeli Barirah namun majikannya tidak mau melepaskannya kecuali dengan syarat, hak wala' budak itu tetap milik mereka. Itu jelas syarat yang bertentangan dengan ajaran syariat, karena loya-litas atau perwalian menurut syariat diberikan kepada orang yang membebaskannya. Nabi a bersabda kepada Aisyah i, "Belilah budak itu, dan tetapkan syarat bagi mereka, karena perwalian itu hanya diberikan kepada yang memerdekakan. Karena perwalian itu adalah hak orang yang membebaskannya,"<br /><br />Makna hadits: Janganlah pedulikan, karena persyaratan me-reka itu bertentangan dengan yang haq, ini bukan untuk pembo-lehan namun yang dimaksudkan adalah penghinaan dan tidak ambil peduli dengan syarat itu serta keberadaan syarat itu sama dengan tidak ada.<br /><br />Dari sini dapat dipahami bahwa jika seseorang memaksakan suatu syarat yang bertentangan dengan syariat mengenai akad-akad yang diperlukan secara luas dan ia enggan untuk menetapkan akad tersebut kecuali berdasarkan syarat yang rusak ini, maka akad-akad ini tidak boleh dihentikan karena pemaksaan itu. Tidak boleh difatwakan mengenai ketidaklegalannya, tetapi tetap harus dilaksanakan. Dan harus diupayakan untuk membatalkan syarat yang rusak ini, baik lewat penguasa maupun dengan cara berusaha menjaga diri agar tidak terperangkap syarat tersebut bila pada satu masa tidak ada penguasa yang menegakkan syariat Allah.<br />2. Karena sudah terlalu banyak yang melakukannya di ber-bagai negeri dengan adanya transaksi pemakaian listrik, telepon dan lain sebagainya, yang kesemuanya menggunakan komitmen-komitmen yang sama, yaitu apabila pihak pelanggan terlambat membayar berarti harus dikenai denda tertentu. Namun ternyata tidak seorangpun ulama yang mengharamkan berlangganan fasi-litas-fasilitas tersebut, padahal syarat-syarat tersebut ada di dalamnya.<br /><br />3. Pinjaman tidak begitu saja batal karena batalnya persya-ratan. Bahkan peminjaman itu tetap sah meskipun syaratnya batal, berdasarkan sabda Nabi a:<br /> "Kenapa masih ada orang yang menetapkan syarat yang tidak berasal dari Kitabullah? Barangsiapa yang menetapkan syarat yang bukan berasal dari Kitabullah maka persyaratannya batal, meski jumlahnya seratus syarat."<br /><br /> Kubu kedua, yakni yang melarangnya. Mereka menganggap transaksi tersebut batal. Demikian pendapat tegas dari kalangan Malikiyah dan Syafi'iyah.<br /><br />Mereka membantah dalil yang digunakan oleh kubu per-tama, yakni tentang hadits Barirah, bahwa qiyas itu adalah qiyas dengan alasan berbeda. Karena dalam kasus Barirah syarat terse-but mampu dibatalkan oleh Aisyah i karena dianggap berten-tangan dengan ajaran syariat. Karena kejadian itu terjadi ketika syariat Islam betul-betul masih menjadi panutan, Negara Islam masih menjadi pemelihara ajaran Islam dan masih memimpin dunia. Bagaimana mungkin bisa dibandingkan dengan syarat berbau riba dalam pengambilan kartu kredit yakni syarat yang bersandar pada referensi sekulerisme yang didasari atas pemisahan agama dengan negara, lalu mengingkari referensi Islam yang suci yang melibatkan agama dalam kehidupan manusia?<br /><br />Mereka juga membantah qiyas dengan transaksi pemakai-an listrik dan telepon, karena fasilitas ini amatlah dibutuhkan dan kemaslahatan kehidupan umat manusia amat tergantung kepa-danya.<br /><br />Sementara kartu kredit memiliki bobot vitalitas yang lebih rendah dari itu. Orang bisa saja hidup secara wajar atau cukup wajar tanpa menggunakan kartu-kartu itu. Namun ia tidak akan bisa hidup wajar tanpa menggunakan fasilitas listrik dan telepon misalnya.<br /><br />Yang benar menurut kami bahwa hukumnya adalah boleh-boleh saja bagi orang yang berberatsangka bahwa ia akan mampu menunaikan hutangnya pada waktu yang diperkenankan, sehingga dengan demikian ia tidak akan terkena konsekuensi persyaratan itu, tentunya dengan mengupayakan segala cara yang bisa dilaku-kan untuk tujuan tersebut. Wallahu A'lam.<br /><br /> Kedua: Prosentase yang dipotong oleh pihak yang menge-luarkan kartu dari bayaran untuk pedagang<br />Sudah dimaklumi, bahwa melalui kartu-kartu itu pihak yang mengeluarkan tidak membayar jumlah bayaran yang ditetapkan dalam rekening pembayaran. Namun pihak yang mengeluarkan kartu akan memotong prosentase yang disepakati bersama dalam transaksi yang tegas antara pihak itu dengan pihak pedagang. Apa pendudukan masalah secara syar'i yang paling tepat ber-kaitan dengan hal tersebut?<br /><br />Ahli fiqih kontemporer berbeda pendapat dalam mengulas tentang jenis kartu tersebut:<br /><br />Sebagian ada yang mendudukkan prosentase itu sebagai biaya administrasi, upah dari pengambilan pembayaran dari nasabah. Sementara mengambil upah dari usaha pengambilan hutang atau menyampaikan barang yang dihutangkan adalah boleh-boleh saja.<br /><br />Sebagian ada yang mendudukkanya sebagai upah dari jasa yang diberikan oleh pihak bank kepada pihak pedagang, seperti pesan-pesan, iklan, dan bantuan penyaluran barang atau yang sejenisnya. Bisa juga didudukkan sebagai upah perantara. Karena pihak bank sudah membantu mencarikan pelanggan untuk pihak pedagang, sehingga layak mendapatkan upah karenanya.<br /><br />Sebagian menganggapnya sebagai kompensasi perdamaian bersama pihak yang memberi hutang dengan jumlah yang lebih sedikit dari yang harus dibayar, karena hubungan antara pihak yang mengeluarkan kartu dengan pihak pemegang kartu di bawah sistem jaminan. Cara demikian dinyatakan boleh oleh kalangan Hanafiyah.<br /><br />Sebagian ada juga yang berpandangan bahwa pengambilan prosentase itu tidak mengandung syubhat sebagai riba secara mendasar. Karena kita dihadapkan dengan persoalan rabat/ discount, bukan tambahan harga. Sehingga tidak ada hal yang menyeretnya kepada bentuk riba.<br /><br />Apapun pendudukan masalah yang dipilih di sini, peng-kajian fiqih kontemporer tetap berkesimpulan bahwa pengambilan prosentase keuntungan di sini tetap dibolehkan, dengan catatan harus dibatasi sehingga layak disebut sebagai upah jasa yang di-berikan kepada pihak pedagang dan tergambar langsung dalam rekening pembeliannya, dan juga agar dapat menarik para pelang-gan untuk membeli barang kepada pedagang tersebut, memper-mudah proses jual beli mereka, lalu pihak bank yang mengeluar-kan kartu itu dan pihak bank lain yang hanya melakukan transaksi dagang bisa membagi rata upah dari pelayanan tersebut, karena mereka secara bersamaan melakukan jasa tersebut untuk kepentingan pedagang.<br /><br />Lembaga Syariat Perusahaan Perbankan ar-Rajihi membo-lehkan uang administrasi ini dalam fatwanya nomor 47. lembaga ini menetapkan bahwa tidak ada larangan mengambil prosentase dari harga yang dibeli oleh pemegang kartu, selama prosentase itu dipotong dari upah jasa atau dari harga barang. Sistem pemo-tongan ini diambil dari pihak penjual untuk kepentingan bank yang mengeluarkan kartu dengan perusahaan visa internasional.<br /><br />Lembaga syariat juga mengeluarkan fatwa yang membo-lehkan pengambilan prosentase keuntungan tersebut, fatwa itu ditujukan kepada Dewan Keuangan Kuwait dan Bank Islam Yor-dania, dimana uang administrasi yang diambil pihak bank dari pedagang yang menggunakan fasilitas kartu itu dihitung sebagai upah penjaminan karena menjadi penjamin dan mediator antara pedagang dengan pemegang kartu kredit, dan juga karena mediasi itu pihak bank menjadi sebab terjadinya banyak hal, se-perti lakunya barang-barang yang dijualnya, rasa aman yang dirasakan para pelanggan, mendapatkan kesempatan memperoleh piutang dengan selamat. Sebagaimana jaminan itu terkadang juga tidak berpengaruh apa-apa. Karena uang administrasi itu tidak menambah jumlah harga dan juga tidak memperhatikan jumlah harga yang dijaminnya.<br /><br /> Ketiga: Denda Keterlambatan dan Bunga Riba<br />Pihak yang mengeluarkan kartu ini menetapkan beberapa bentuk denda finansial karena keterlambatan penutupan hutang, karena penundaan atau karena tersendatnya pembayaran dana yang ditarik dari melalui kartu. Denda semacam itu termasuk riba yang jelas yang tidak pantas diperdebatkan lagi. Itu termasuk riba nasi’ah yang keharamannya langsung ditentukan melalui turun-nya ayat al-Qur'an. Bahkan para pelakunya diancam perang oleh Allah dan RasulNya!!.<br /><br /> Bagaimana Mengatasi Problematika Keterlambatan Pem-bayaran Hutang?<br />Telah dijelaskan sebelumnya bahwa bunga dan denda keterlambatan membayar hutang adalah jelas-jelas riba jahiliyah yang diharamkan. Tidak ada alasan bagi bank-bank Islam untuk menerapkannya sama sekali. Maka bagaimana persoalan keter-lambatan pembayaran hutang itu bisa diatasi dalam bingkai ajaran Islam?<br /><br />Ada sebagian alternatif untuk bunga-bunga riba dan denda-denda keterlambatan itu yang akan kami sebutkan sebagian di antaranya:<br /><br />Memberikan kelonggaran kepada pihak yang berhutang, kalau ia adalah orang miskin yang kesulitan mengembalikan hutangnya. Membatalkan keanggotaannya, menarik kartu kredit-nya kemudian mengadukan persoalannya ke pengadilan, lalu melimpahkan kepadanya semua biaya kemelut tersebut. Bisa juga dengan menyebarkan nama pelanggan bersangkutan dalam daftar hitam (black list), diumumkan kepada seluruh bank agar tidak menerimanya sebagai anggota dan juga agar menjadi pelajaran bagi orang-orang yang berperilaku sepertinya.<br /><br /> Bolehkah Membeli Emas Atau Perak dengan Kartu Kredit Tersebut?<br /><br />Emas dan perak hanya bisa dibeli dengan kontan, yakni dari tangan ke tangan. Penyerahan barang dan pembayaran secara langsung merupakan syarat sahnya jenis jual beli kedua barang ini, sebagaimana sabda Nabi a:<br /> "Emas ditukar dengan emas, perak ditukar dengan perak, harus sama beratnya dan harus diserahterimakan secara langsung. Kalau berlainan jenis, silakan kalian jual sesuka kalian, namun harus secara kontan juga."<br /><br />Lalu bolehkah membeli emas atau perak dengan kartu kredit?<br />Telah dijelaskan sebelumnya bahwa serahterima langsung adalah penyerahan barang dari tangan ke tangan. Dan dalam sya-riat sendiri sifatnya mutlak, pembatasannya dikembalikan kepada kebiasaan yang ada. Lembaga Pengkajian Fiqih Islam telah me-ngeluarkan fatwa dibolehkannya membeli emas atau perak dengan menggunakan cek dengan syarat bahwa serahterimanya diselesaikan saat transaksi. Penyerahan cek itu disetarakan dengan penyerahan uang secara langsung ketika diserahkan kepada pihak bank yang bekerja sama dengan pedagang. Kalau pihak pedagang telah memegang cek tersebut, berarti serah terima barang dan pembayaran yang disyaratkan dalam jual beli kedua barang itu.<br /><br />Dengan demikian kartu kredit yang bisa juga dijadikan pem-bayaran langsung sehingga bisa digunakan untuk membeli emas atau perak. Sementara alat tukar yang tidak bisa dijadikan pem-bayaran langsung, tidak bisa digunakan untuk membeli kedua barang itu.<br /><br /> Penukaran Uang dengan Kartu Kredit<br /><br />Asal kartu kredit berfungsi sebagai kartu internasional, dan pemegangnya bisa menggunakannya di Negara manapun. Kalau ia menarik dananya dengan menggunakan mata uang asing yang berbeda nilainya dengan mata uang yang dijadikan alat transaksi dalam kalkulasi nanti, maka pihak yang mengeluarkan kartu akan menutupi biaya pengeluaran dengan mata uang asing itu, kemu-dian memperhitungkannya atas nasabahnya itu dengan mata uang lokal dengan menggunakan harga penukaran yang disepakati bersama. Namun bolehkah membayar hutang dengan menggunakan mata uang yang berbeda dengan mata uang yang dijadikan hutang?<br /><br />Tidak diragukan lagi bahwa serahterima langsung meru-pakan syarat sahnya penukaran uang, berdasarkan sabda Nabi a:<br /> "Kalau berlainan jenis, silakan kalian jual sesuka kalian, namun harus secara kontan juga."<br /><br />Penukaran uang di atas tanggungan (hutang) adalah boleh asal harganya dengan harga saat itu, bila kedua orang penukar berada di lokasi berbeda, dan tidak ada hutang piutang di antara mereka berdua. Yakni disyaratkan agar salah seorang di antara mereka tidak memiliki tanggungan terhadap yang lain.<br /><br />Penukaran dengan cara ini terkadang dilakukan antara uang yang berada dalam kepemilikan namun tidak ada dalam lokasi transaksi, dengan uang yang ada di lokasi transaksi, atau bisa juga antara dua jenis mata uang yang sama-sama dalam kepemilikan dan tidak ada dalam lokasi transaksi. Kasus ini disebut penggun-tingan atau penukaran hutang . Pengguntingan ini hanya bisa dila-kukan pada sebagian kecil penukaran saja, sementara sisanya ditutupi mata uang lain, sehingga ketika berpisah sudah tidak ada hitung-hitungan lagi.<br /><br />Dasarnya adalah hadits Ibnu Umar p yang menceritakan, "Kami pernah menjual unta di Naqie'. Kami menjualnya dengan uang emas, lalu mendapatkan bayaran dengan uang perak. Atau menjualnya dengan uang perak, dan mendapatkan bayaran dengan uang emas. Aku menanyakan hal itu kepada Rasulullah a, beliau menjawab, "Boleh saja, asal dijual dengan harga hari itu juga, apabila kalian keluar dari transaksi tanpa ada apa-apa di antara kalian. "<br /><br />Dengan demikian boleh saja melakukan tansaksi dengan perbedaan mata uang ini, dengan catatan bahwa kalkulasinya dilakukan berdasarkan harga penukaran hari standar atau hari pengguntingan. Yakni hari pendebetan rekening yang dimiliki oleh pemegang kartu.<br /><br /> Uang Administrasi Penarikan Uang Tunai<br /><br />Di antara jenis kartu kredit ada yang bisa digunakan untuk menarik uang tunai dari rekening bank bersangkutan. Biasanya pihak bank akan mengambil uang administrasi dari pengambilan uang tunai itu. Sejauh mana uang administrasi itu dibolehkan?<br /><br />Para ulama fiqih kontemporer berbeda pendapat tentang hukum uang-uang administrasi semacam itu, berdasarkan perbe-daan jenis penarikan itu, apakan sekedar penarikan uang tunai dari rekening pemegang kartu saja, atau ada unsur pinjaman?<br /><br />Di antara ulama ada yang berpandangan bahwa hukum uang-uang administrasi itu boleh, karena tidak lebih dari sekedar upah, imbalan dari pentransferan uang nasabah dari rekeningnya menuju berbagai lokasi dimana uang itu digunakan, yang tentu saja membutuhkan biaya operasional. Jadi kedudukannya adalah sebagai upah transfer uang dari satu negeri ke negeri lain. Hanya saja sistem transfer tersebut terbalik. Karena pihak bank yang mewakili pihak yang mengeluarkan kartu kredit itu terlebih dahulu membayarkan uang, kemudian baru memintanya dari pihak yang memegang kartu untuk merealisasikan syarat pembayaran langsung dalam penukaran mata uang ini. Jarak yang ada antara penye-rahan uang kontan dengan penutupan hutang tidaklah menjadi tujuan dalam proses ini, juga bukan termasuk penentunya. Inilah pendapat yang akhirnya dipilih oleh Lembaga Keuangan Kuwait dan Bank Islam Yordania.<br /><br />Ada juga yang berpendapat bahwa uang administrasi dalam kasus ini haram hukumnya. Karena proses penarikannya bersifat hutang atau peminjaman dari pihak pemegang kartu, atau dari pihak bank yang mewakilinya. Maka uang yang diambil sebagai imbalannya termasuk riba yang diharamkan. Inilah pendapat yang diambil oleh bank ar-Rajihi.<br /><br />Menurut kami yang paling benar adalah harus dibedakan antara dua kondisi berbeda:<br /> Pertama: Kalau penukaran itu melalui penarikan dana langsung dari rekening nasabah, lalu diambil uang administrasi-nya, cara demikian disyariatkan. Demikian juga apabila pihak bank yang mengeluarkan kartu memiliki uang di bank yang mewakili sehingga bisa menutupi biaya dana yang ditarik ter-sebut.<br /> Kedua: Ketika bentuknya adalah pinjaman. Maka imbalan yang diambil ketika itu adalah riba yang diharamkan. Demikian juga apabila rekeningnya adalah rekening bebas, atau dana yang ada tidak cukup untuk menutupi biaya yang ditarik, wallahu a'lam.<br /><br />Tidak diragukan lagi bahwa keharaman dalam kasus ini berkaitan dengan hubungan antara pihak bank yang menge-luarkan kartu dengan bank yang mewakilinya. Adapun nasabah sendiri, kerjanya hanya menarik dana yang dititipkan pada pihak yang mengeluarkan kartu. Uang administrasi yang dia keluarkan adalah upah dari kesulitan yang dihadapi pihak yang menge-luarkan kartu, dengan upaya dan segala tanggungjawab berikut biaya yang juga harus dikeluarkan untuk tujuan itu. Pihak nasa-bah tidak memiliki kaitan dengan urusan antara pihak bank yang mengeluarkan kartu dengan bank yang mewakilinya.<br /><br /> HAK CIPTA KARYA TULIS<br /> Pengertian<br />Maksudnya adalah sejumlah keistimewaan yang dimiliki oleh seorang penulis/pengarang yang bisa dihargai dengan uang, terkadang disebut: hak-hak abstrak, kepemilikan seni atau sastra, atau hak-hak intelektualitas.<br /><br />Hak finansial yang dimiliki seorang penulis adalah harga ko-mersial dari tulisan atau karangannya. Harga tersebut dibatasi oleh mutu dan keuntungan komersial yang bisa direalisasikan dengan menerbitkan hasil tulisan tersebut dan mengkomersial-kannya.<br /><br />Fenomena hak cipta ini tidak pernah muncul di tengah masyarakat Islam pada masa-masa dahulu, meskipun berbagai jenis tulisan demikian berkembang luas dan merambati segala bidang. Karena para penulis biasanya hanya mengharapkan paha-la dari Allah saja dari apa yang mereka tulis. Tujuannya mereka adalah menyebarkan manfaat tulisan mereka di setiap tempat, dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah. Kalaupun terka-dang mereka mendapatkan kedudukan atau mendapatkan seba-gian hadiah, semua itu mereka peroleh secara kebetulan saja, tanpa dirindukan oleh diri mereka dan tanpa diharapkan oleh jiwa mereka.<br /><br />Sejarah Islam dahulu dan juga pada masa-masa perkem-bangan dunia tulis menulis dalam berbagai disiplin ilmu sudah mengenal sebuah aturan untuk mengabadikan nama-nama penu-lisnya dan menuliskannya di kulit buku. Mungkin pusat penga-badian nama-nama penulis terbesar pada masa itu adalah Darul Ilmi di Baghdad yang reputasinya sudah tersiar dimana-mana, sehingga banyak orang yang datang mengunjunginya untuk lebih mengenal isi perpustakaan tersebut.<br /><br />Para ulama kontemporer juga telah membolehkan meng-ganti rugi hak cipta, karena penulis memiliki hak tertentu. Kaidah-kaidah ajaran syariat juga memberi konsekuensi pemeliharaan hak-hak para pemilik hasil cipta. Dengan demikian, kepemilikan itupun bisa berpindah kepada orang lain dengan mediator yang berfungsi memindahkan kepemilikan, seperti jual beli, warisan dan sejenisnya.<br /> <br /> Menjual Hak Cipta<br />Kalangan ulama kontemporer bersepakat bahwa hak-hak cipta itu menurut syariat terpelihara. Para pemiliknya bebas mem-perlakukan hak cipta itu sekehendak mereka. Tak seorangpun yang berhak melanggarnya, namun dengan syarat, jangan sampai dalam karya-karya tulis itu ada yang melanggar syariat Islam yang lurus. Itulah yang menjadi keputusan akhir dari Lembaga Pengkajian Fiqih Islam yang lahir dari Organisasi Muktamar Islam pada pertemuan ke lima di Kuwait tahun 1409 H, bertepatan dengan tahun 1988 M.<br /><br />Seorang penulis berhak memberikan atau tidak memberikan hak cetak. Dia juga yang berhak membatasi jumlah oplah yang akan dicetak. Penerbit yang mencetak dan memasarkan buku ter-sebut hanya berfungsi sebagai wakil dari penulis untuk meme-nuhi hak-haknya dari pihak yang berhak mengambil keuntungan.<br /> <br /> Dalil-dalil Syariat yang Menunjukkan Sahnya Menjual Hak-hak Cipta<br /> Pertama: Dalil mencari kemaslahatan. Pendapat yang me-nyatakan bahwa hak cipta penulisan itu bernilai dan layak dipa-sarkan dapat melanggengkan kemaslahatan umum. Dalam arti, dalam diharapkan keberlanjutan pengkajian ilmiah dan mendo-rong para ulama dan ahli ijtihad untuk melanjutkan penelitian mereka, sementara tulisan dan hak cipta mereka tetap terpelihara dari permainan orang yang tidak bertanggungjawab. Syariat Islam diturunkan untuk merealisasikan kemaslahatan dan menghindari kerusakan. Dimana ada kemaslahatan, di situ ada ajaran Islam.<br /><br /> Kedua: Dalil kebiasaan. Terjadinya persoalan ini dan kesepa-katan kaum muslimin melakukannya merupakan dalil bahwa mereka sudah mengetahui dibolehkannya urusan itu. Jelas bahwa kebiasaan itu memiliki pengaruh pada hukum syariat, kalau tidak bertentangan dengan nash. Karya ilmiah itu memiliki nilai jual secara terpisah, tidak berkaitan dengan intelektualitas penulisnya. Itu merupakan hak yang permanen, bukan sekedar hak semata. Berarti hak itupun bisa berpindah dan bisa dijualbelikan, bila di-rusak atau dihilangkan, harus dipertanggungjawabkan dan di beri ganti rugi.<br /><br /> Ketiga: Pendapat yang dinukil dari sebagian ahli hadits yang membolehkan mengambil upah dalam menyampaikan atau mengajarkan hadits. Para ulama ahli hadits biasanya membolehkan siapa saja yang mereka kehendaki untuk meriwayatkan hadits-hadits mereka, dan melarang sebagian lain yang tidak mereka kehendaki, bila orang-orang tersebut dianggap tidak memiliki kompetensi di bidang periwayatan. Dari sebagian ulama ahli hadits juga diriwayatkan dibolehkannya mengambil upah dalam menga-jarkan hadits, diqiyaskan dengan dibolehkannya mengambil upah dalam mengajarkan al-Qur'an.<br /><br />Ibnu Shalah menyatakan, "Barangsiapa mengambil upah dari mengajarkan hadits, riwayatnya menjadi tidak bisa diterima menurut sebagian imam ahli hadits." Sementara Abu Nuaim al-Fadhal bin Dzukain dan Ali bin Abdul Aziz al-Makki dan para ulama lainnya masih membolehkan mengambil upah dari me-nyampaikan hadits, karena serupa dengan mengambil upah dari mengajarkan al-Qur'an dan sejenisnya. Hanya saja dalam kebia-saan ahli hadits hal itu dianggap merusak citra. Bahkan pelakunya bisa dicurigai, kecuali bila ada alasan tertentu yang mengiringinya sehingga bisa dimaklumi. Seperti yang disebutkan bahwa Abul Husain bin an-Naqur melakukan perbuatan itu karena Abu Ishaq memberikan fatwa dibolehkannya mengambil upah dari meng-ajarkan hadits."<br /><br />Kalau kebiasaan para ulama pada masa itu menganggap mengambil upah dari mengajarkan hadits itu termasuk perusak citra, sekarang kebiasaan sudah berubah karena perbedaan zaman dan tempat. Sehingga hukum yang didasari kebiasaan tersebut juga bisa berubah.<br /><br /> Keempat: Qiyas seorang produsen atau pembuat barang bisa menikmati hasil karyanya, memiliki kebebasan dan kesem-patan untuk orang lain memanfaatkannya atau melarangnya. Maka demikian juga seorang penulis, karena ia telah menyatukan antara membuat dengan memproduksi satu karya ilmiah, telah berkonsentrasi dan mengerahkan waktu serta tenagannya untuk tujuan itu.<br /><br /> Kelima: Kaidah Saddudz Dzara-i' (Menutup Jalan Menuju Haram). Karena pendapat yang menyatakan dibolehkannya menjual hak cipta penulisan mengandung upaya memberikan dorongan bagi para pemikir dan para ulama untuk semakin produktif dan semakin giat melakukan penelitian ilmiah. Bahkan juga bisa memompa semangat mereka untuk menciptakan hal-hal baru dan melakukan reformasi. Apalagi mereka atau sebagian besar mereka hanya memiliki bidang ilmiah itu sebagai sumber penghasilan mereka. Menggugurkan nilai jual dari karya tulis itu sendiri bisa menyebabkan mereka meninggalkan pekerjaan tersebut dan ber-alih ke pekerjaan lain untuk menjadi sumber penghidupan mere-ka. Hal itu tentu saja menyebabkan umat kehilangan kesempatan mendapatkan hasil dari karya mereka, bahkan menyebabkan matinya gairah untuk menulis pada banyak kalangan peneliti ilmiah. Jelas yang timbul adalah kerusakan yang besar.<br /><br /> Keenam: Dasar ditetapkannya nilai jual adalah adanya mutu yang dibolehkan syariat. Mutu dari karya ilmiah bagi umat masa kini dan masa mendatang amat jelas sekali. Kalau para ulama telah mengakui nilai jual dari berbagai fasilitas yang lahir dari sebagian jenis hewan, seperti ulat misalnya, atau kicauan burung, suara beo misalnya, manfaat atau fasilitas yang berasal dari karya tulis tentu lebih layak lagi memiliki nilai jual. Manfaat yang seharusnya dinikmati oleh pemiliknya. Manfaat itu lebih layak diperhatikan, karena lebih besar hasilnya dan lebih banyak faedahnya.<br /><br /> Berpindahnya Hak Cipta Melalui Pewarisan<br />Kalau nilai jual sebuah karya tulis telah diakui dan boleh dialihkan melalui jual beli misalnya, maka hak itu juga bisa dipindahkan melalui pewarisan. Hak royalti seorang penulis dari hasil karya tulisnya bisa diwariskan. Karena hak cipta karya tulis itu adalah hak permanen pada objeknya, yakni buku sebagai hasil cetak karyanya. Itu termasuk hak yang bisa berpindah melalui pewarisan.<br /><br />Sebagian ulama berpendapat bahwa waktu terlama para ahli waris dapat mengambil hak cipta pemikiran itu adalah enam puluh tahun dari mulai wafatnya penulis yang mewariskannya. Itu diqiyaskan dengan lamanya hak pengambilan manfaat yang dikenal dalam ilmu fiqih, yakni pemanfaatan hakr. Yakni menum-pang tinggal di tanah waqaf untuk bercocok tanam atau untuk membangun rumah dengan cara penyewaan jangka panjang. Mungkin dasar qiyas ini adalah karena karya pemikiran ini juga disebut ibtikar, karena bersandar pada warisan para ulama as-Salaf yang merupakan hak umum bagi umat ini, bisa disejajarkan de-ngan waqaf dalam skala umum. Sehingga hasil pemikiran itu juga merupakan hak umum, salah satu dari unsur pusaka umat sepan-jang waktu.<br /><br /> Beberapa Bentuk Aplikasi Pemanfaatan Hak Cipta Karya Tulis<br />Tidak ada batasan dalam cara memanfaatkan hak cipta yang bisa dilakukan seorang penulis. Namun seluruh cara yang bisa digunakan dapat dibulatkan ke dalam tiga bentuk aplikasi:<br /><br />Mengalah dengan mengambil hak secara penuh dengan hanya mengambil sejumlah uang tertentu mengikuti kebiasaan dengan sistem prosentase dari keuntungan atau dari harga jual buku.<br /><br />Penulis sendiri yang mengambil hak karyanya secara penuh dengan mencetak dan menerbitkannya ke tengah masyarakat.<br />Mengambil prosentase tertentu dari harga penjualan naskah asli buku-bukunya.<br /><br /> Bagaimana Membatasi Jumlah Pengambilan Keuntungan dari Penjualan Hak Cipta Karya Tulis?<br />Hak cipta karya tulis adalah hak yang memiliki karakter yang khas. Masyarakat Islam telah memiliki kebiasaan memberi batasan jumlah keuntungan yang diambil oleh pihak pencetak dan penerbit sesuai dengan jumlah oplah yang disetujui dalam perjanjiannya. Kepemilikan dari keuntungan itu menjadi hak, bukan sekedar amanah belaka. Tidak ada dalil dalam ajaran syariat yang melarang menjadikan cara ini sebagai sarana mem-peroleh keuntungan. Setiap yang dianggap jual beli oleh masyara-kat, maka ia adalah jual beli. Setiap jual beli yang hanya dilakukan dengan satu cara, maka tidak ada larangan untuk melakukan jual beli itu dengan cara tersebut.<br /><br />Berdasarkan hal itu, seorang pembeli buku hanyalah memi-liki lembaran-lembaran dalam naskah yang dia beli. Haknya hanya terbatas pada itu saja. Ia boleh menjualnya dan memper-lakukan buku itu sekehendak hatinya.<br /><br /><br />Penulis tidak berhak memberikan hak penerbitan bukunya itu selama masa perjanjian yang disepakati dengan pihak penerbit, kecuali bila penerbit itu mengizinkannya.<br /><br />KESIMPULAN<br /> Transaksi-transaksi Kontemporer<br /> Bursa<br />Bursa adalah sebuah pasar yang terorganisir. Di pasar itu dilakukan praktek jual beli kertas saham dan hasil bumi. Pasar ini juga melibatkan kalangan broker yang menjadi perantara antara penjual dan pembeli.<br /><br />Transaksi dalam bursa ditinjau dari waktunya terbagi menjadi dua: transaksi instant dan transaksi berjangka. Ditinjau dari sisi objek terbagi menjadi transaksi terhadap barang komoditi (bursa komoditi) dan terhadap kertas-kertas saham serta surat berharga lainnya (bursa efek).<br /><br /> Hukum-hukum Syariat Tentang Transaksi Bursa<br />-Transaksi instant terhadap objek saham bila saham itu me-rupakan milik penjual maka transaksi itu sah, selama yang menjadi objeknya bukan barang haram.<br />-Transaksi instant maupun berjangka terhadap giro piutang dengan berbagai jenisnya tidak boleh, karena itu termasuk jenis riba.<br />- Transaksi berjangka dengan berbagai jenisnya terhadap objek terbuka seperti yang dalam bursa tidak boleh, karena ter-masuk di dalamnya orang yang menjual apa yang tidak dimilikinya. Juga tidak bisa disejajarkan dengan jual beli as-Salm, karena tidak ada pembayaran uang di muka.<br /><br /> Kartu Kredit<br />Yakni kartu yang dikeluarkan oleh pihak bank dan sejenisnya sehingga memungkinkan pihak pemegangnya untuk memperoleh kebutuhannya berupa barang-barang, pelayanan dan lain seba-gainya secara hutang.<br /><br />Kartu kredit ini ada dua macam: Kartu kredit pinjaman yang tidak bisa diperbaharui dan yang tidak bisa diperbaharui. Apabila pihak nasabah terlambat membayar hutangnya pada kartu kredit jenis yang tak bisa diperbaharui, keanggotaannya dicabut, kartu-nya ditarik dan persoalannya diangkat ke pengadilan. Namun kalau terlambat pembayarannya dengan kartu yang dapat diper-baharui, ia diberikan dua denda: Karena keterlambatan dan kare-na penagguhan. Namun penggunaan kartu dapat dilanjutkan.<br /><br /> Pendudukan Masalah Kartu Kredit<br />Kartu kredit ini membentuk tiga macam hubungan:<br />- Hubungan antara pihak yang mengeluarkan kartu dengan pemegangnya. Yang paling dekat bila hubungan ini didudukkan sebagai hubungan jaminan, peminjaman dan penjaminan.<br />- Hubungan antara pihak yang mengeluarkan kartu dengan pedagang. Yang paling jelas, kedudukan hubungan ini adalah atas dasar penjaminan dan jaminan.<br />- Hubungan antara pemegang kartu dengan pedagang, kedudukannya ditentukan oleh jual beli atau penyewaan sesuai dengan karakter yang disepakati antara mereka berdua, selain juga ada sistem hiwalah (pengalihan pembayaran).<br /><br /> Hukum Syariat Tentang Kartu Kredit<br />Para ulama berbeda pendapat tentang hukum syariat kartu-kartu kredit tersebut berdasarkan perbedaan pendapat mereka terhadap pengaruh dari syarat riba atau syarat rusak terhadap sahnya suatu transaksi. Karena umumnya transaksi pengeluaran kartu ini mengandung komitmen-komitmen berbau riba yang mengharuskan pelanggan membayar bunga riba atau denda fi-nansial akibat keterlambatan menutupi pembayaran hutangnya.<br /><br />Sebagian ulama berpandangan bahwa kartu tersebut dibo-lehkan namun syarat-syarat tersebut dianggap tidak sah, yakni bagi orang yang meyakini bahwa ia tidak akan terjerumus dalam jebakan syarat tersebut. Karena syarat-syarat tersebut dalam sya-riat sudah terbatalkan dengan sendirinya.<br /><br />Ada juga ulama yang tidak membolehkan kartu tersebut karena adanya syarat-syarat tersebut.<br /><br />Adapun prosentase keuntungan yang diambil oleh pihak yang mengeluarkan kartu dari pihak pedagang, itu bisa diduduk-kan sebagai uang administrasi (uang jasa) sebagai imbalan dari diberikannya pembayaran pihak pelanggan kepadanya. Beberapa lembaga syariat masa kini telah mengeluarkan fatwa yang mem-bolehkannya.<br /><br />Dibolehkan membeli emas atau perak dengan kartu kredit karena serah terima barang dan pembayaran dapat direalisasikan dalam kasus ini.<br /><br />Dana yang ditarik melalui kartu kredit ini juga bisa dihitung dengan mata uang lain asal kalkulasinya diselesaikan berdasarkan standar harga penukaran hari penutupan, yakni hari ditutupnya rekening yang dibawa oleh pemegang kartu kredit.<br /> <br /> Hak Cipta Karya Tulis<br />Artinya adalah sejumlah keistimewaan yang diciptakan oleh penulis yang dapat diberikan nilai jual. Para ulama kontemporer telah bersepakat bahwa hak cipta karya tulis itu dipelihara menurut syariat. Para pemiliknya berhak mempergunakannya. Tak seorangpun yang berhak melanggar hak cipta itu. Kecuali kalau dalam buku-buku itu mengandung unsur atau hal yang bertentangan dengan ajaran syariat yang lurus.<br /><br />Hak-hak cipta karya tulis itu juga bisa berpindah melalui pewarisan. Sebagian ulama berpandangan bahwa waktu terlama para ahli waris dapat menggunakan hak itu adalah enam puluh tahun dari tanggal wafatnya sang penulis yang memberikan warisan, diqiyaskan dengan batas terlama dari penggunaan man-faat yang dikenal dalam fiqih Islam.<br /><br /><br />zxcAGUS ARWANI, SE, M.Ag.http://www.blogger.com/profile/10365088094121590944noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3357978361591417802.post-86642536173133151162008-11-04T17:58:00.000-08:002008-11-04T18:02:24.004-08:00Bagi HasilBAGI HASIL DALAM BANK ISLAM<br />Oleh : Agus Arwani, SE, M.Ag.<br />STAIN Pekalongan<br />MA KH. Syafi'i<br /><br /><br />PENDAHULUAN<br />Perbankan syari’ah di Indonesia telah mengalami perkembangan dengan pesat, masyarakat mulai mengenal dengan apa yang di sebut Bank Syari’ah. Dengan di awali berdirinya pada tahun 1992 oleh bank yang di beri nama dengan Bank Mu’amalat Indonesia (BMI), sebagai pelopor berdirinya perbankan yang berlandaskan sistem syari’ah, kini bank syari’ah yang tadinya diragukan akan sistem operasionalnya, telah menunjukkan angka kemajuan yang sangat mempesonakan.<br />Bank syaria’h mulai digagas di Indonesia pada awal periode 1980-an, di awali dengan pengujian pada skala bank yang relatif lebih kecil, yaitu didirikannya Baitut Tamwil-Salman, Bandung. Dan di Jakarta didirikan dalam bentuk koperasi, yakni Koperasi Ridho Gusti.<a title="" style="mso-footnote-id: ftn1" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn1" name="_ftnref1">[1]</a>Berangkat dari sini, Majlis Ulama’ Indonesia (MUI) berinisiatif untuk memprakarsai terbentuknya bank syari’ah, yang dihasilkan dari rekomendasi Lokakarya Bunga Bank dan Perbankan di Cisarua, dan di bahas lebih lanjut dengan serta membentuk tim kelompok kerja pada Musyawarah Nasional IV MUI yang berlangsung di Hotel Syahid Jakarta pada tanggal 22-25 Agustus 1990.<a title="" style="mso-footnote-id: ftn2" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn2" name="_ftnref2">[2]</a><br />Awal berdirinya bank Islam, banyak pengamat perbankan yang meragukan akan eksistensi bank Islam nantinya. Di tengah-tengah bank konvensional, yang berbasis dengan sistem bunga, yang sedang menanjak dan menjadi pilar ekonomi Indonesia, bank Islam mencoba memberikan jawaban atas keraguan yang banyak timbul. Jawaban itu mulai menemukan titik jelas pada tahun 1997, di mana Indonesia mengalami krisis ekonomi yang cukup memprihatinkan, yang dimulai dengan krisis moneter yang berakibat sangat signifikan atas terpuruknya pertumbuhan ekonomi Indonesia.<br />Pertumbuhan ekonomi yang mencapai rata-rata 7% per tahun itu tiba-tiba anjlok secara spektakuler menjadi minus 15% di tahun 1998, atau terjun sebesar 22%. Inflasi yang terjadi sebesar 78%, jumlah PHK meningkat, penurunan daya beli dan kebangkrutan sebagian besar konglomerat dan dunia usaha telah mewarnai krisis tersebut.<a title="" style="mso-footnote-id: ftn3" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn3" name="_ftnref3">[3]</a>Indonesia telah berada pada ambang kehancuran ekonomi, hampir semua sektor ekonomi mengalami pertumbuhan negatif. Sektor konstruksi merupakan sektor yang mengalami pertumbuhan negatif paling besar, yaitu minus 40% karena di akibatkan tingkat bunga yang sangat tinggi, penurunan daya beli, dan beban hutang yang sangat besar. Sektor perdagangan dan jasa mengalami kontraksi minus 21%, sektor industri manufaktur menurun sebesar 19%. Semua berakibat dari implikasi krisis moneter yang mengguncang Indonesia.<a title="" style="mso-footnote-id: ftn4" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn4" name="_ftnref4">[4]</a><br />Kondisi terparah ditunjukkan oleh sektor perbankan, yang merupakan penyumbang dari krisis moneter di Indonesia. Banyak bank-bank konvensional yang tidak mampu membayar tingkat suku bunga, hal ini berakibat atas terjadinya kredit macet. Dan non-performing loan perbankan Indonesia telah mencapai 70%.<a title="" style="mso-footnote-id: ftn5" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn5" name="_ftnref5">[5]</a> Akibat dari hal tersebut, dari bulan juli 1997 sampai dengan 13 Maret 1999, pemerintah telah menutup sebanyak 55 bank, di samping mengambil alih 11 bank (BTO) dan 9 bank lainnya di bantu untuk melakukan rekapitalisasi. Sedangkan bank BUMN dan BPD harus ikut direkapitalisasi.<br />Dari 240 bank yang ada sebelum krisis moneter, hanya tinggal 73 bank swasta yang dapat bertahan tanpa bantuan pemerintah dan dinyatakan sehat, sisanya pemerintah dengan terpaksa harus melikuidasinya.<a title="" style="mso-footnote-id: ftn6" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn6" name="_ftnref6">[6]</a><br />Salah satu dari 73 bank tersebut, terdapat Bank Mu’amalat Indonesia yang mampu bertahan dari terpaan krisis ekonomi, yang nyata memiliki sistem tersendiri dari bank-bank lain, yaitu dengan memberlakukan sistem operasional bank dengan sistem bagi hasil. Sistem bagi hasil yang diterapkan dalam perbankan syari’ah sangat berbeda dengan sistem bunga, di mana dengan sistem bunga dapat ditentukan keuntungannya diawal, yaitu dengan menghitung jumlah beban bunga dari dana yang di simpan atau dipinjamkan. Sedang pada sistem bagi hasil ketentuan keuntungan akan ditentukan berdasarkan besar kecilnya keuntungan dari hasil usaha, atas modal yang telah diberikan hak pengelolaan kepada nasabah mitra bank sayari’ah.<br />Untuk mengetahui lebih lanjut tentang sistem bagi hasil pada perbankan syari’ah, penulis akan mencoba menguraikan bagaimana sistem tersebut diberlakukan.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />PEMBAHASAN<br /><br />A. Pengertian<br />Sistem bagi hasil merupakan sistem di mana dilakukannya perjanjian atau ikatan bersama di dalam melakukan kegiatan usaha. Di dalam usaha tersebut diperjanjikan adanya pembagian hasil atas keuntungan yang akan di dapat antara kedua belah pihak atau lebih. Bagi hasil dalam sistem perbankan syari’ah merupakan ciri khusus yang ditawarkan kapada masyarakat, dan di dalam aturan syari’ah yang berkaitan dengan pembagian hasil usaha harus ditentukan terlebih dahulu pada awal terjadinya kontrak (akad). Besarnya penentuan porsi bagi hasil antara kedua belah pihak ditentukan sesuai kesepakatan bersama, dan harus terjadi dengan adanya kerelaan (An-Tarodhin) di masing-masing pihak tanpa adanya unsur paksaan.<br />Mekanisme perhitungan bagi hasil yang diterapkan di dalam perbankan syari’ah terdiri dari dua sistem, yaitu:<br />a. Profit Sharing<br />b. Revenue Sharing<br /><br />1. Pengertian Profit Sharing<br />Profit sharing menurut etimologi Indonesia adalah bagi keuntungan. Dalam kamus ekonomi diartikan pembagian laba.<a title="" style="mso-footnote-id: ftn7" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn7" name="_ftnref7">[7]</a> Profit secara istilah adalah perbedaan yang timbul ketika total pendapatan (total revenue) suatu perusahaan lebih besar dari biaya total (total cost).<a title="" style="mso-footnote-id: ftn8" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn8" name="_ftnref8">[8]</a><br />Di dalam istilah lain profit sharing adalah perhitungan bagi hasil didasarkan kepada hasil bersih dari total pendapatan setelah dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut.<a title="" style="mso-footnote-id: ftn9" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn9" name="_ftnref9">[9]</a> Pada perbankan syariah istilah yang sering dipakai adalah profit and loss sharing, di mana hal ini dapat diartikan sebagai pembagian antara untung dan rugi dari pendapatan yang diterima atas hasil usaha yang telah dilakukan. <br />Sistem profit and loss sharing dalam pelaksanaannya merupakan bentuk dari perjanjian kerjasama antara pemodal (Investor) dan pengelola modal (enterpreneur) dalam menjalankan kegiatan usaha ekonomi, dimana di antara keduanya akan terikat kontrak bahwa di dalam usaha tersebut jika mendapat keuntungan akan dibagi kedua pihak sesuai nisbah kesepakatan di awal perjanjian, dan begitu pula bila usaha mengalami kerugian akan ditanggung bersama<a title="" style="mso-footnote-id: ftn10" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn10" name="_ftnref10">[10]</a> sesuai porsi masing-masing.<br />Kerugian bagi pemodal tidak mendapatkan kembali modal investasinya secara utuh ataupun keseluruhan, dan bagi pengelola modal tidak mendapatkan upah/hasil dari jerih payahnya atas kerja yang telah dilakukannya. <br />Keuntungan yang didapat dari hasil usaha tersebut akan dilakukan pembagian setelah dilakukan perhitungan terlebih dahulu atas biaya-biaya yang telah dikeluarkan selama proses usaha. Keuntungan usaha dalam dunia bisnis bisa negatif, artinya usaha merugi, positif berarti ada angka lebih sisa dari pendapatan dikurangi biaya-biaya, dan nol artinya antara pendapatan dan biaya menjadi balance.<a title="" style="mso-footnote-id: ftn11" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn11" name="_ftnref11">[11]</a> Keuntungan yang dibagikan adalah keuntungan bersih (net profit) yang merupakan lebihan dari selisih atas pengurangan total cost terhadap total revenue. <br /><br />2. Pengertian Revenue Sharing<br />Revenue Sharing berasal dari bahasa Inggris yang terdiri dari dua kata yaitu, revenue yang berarti; hasil, penghasilan, pendapatan. Sharing adalah bentuk kata kerja dari share yang berarti bagi atau bagian.<a title="" style="mso-footnote-id: ftn12" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn12" name="_ftnref12">[12]</a> Revenue sharing berarti pembagian hasil, penghasilan atau pendapatan.<br />Revenue (pendapatan) dalam kamus ekonomi adalah hasil uang yang diterima oleh suatu perusahaan dari penjualan barang-barang (goods) dan jasa-jasa (services) yang dihasilkannya dari pendapatan penjualan (sales revenue).<a title="" style="mso-footnote-id: ftn13" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn13" name="_ftnref13">[13]</a><br />Dalam arti lain revenue merupakan besaran yang mengacu pada perkalian antara jumlah out put yang dihasilkan dari kagiatan produksi dikalikan dengan harga barang atau jasa dari suatu produksi tersebut.<a title="" style="mso-footnote-id: ftn14" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn14" name="_ftnref14">[14]</a><br />Di dalam revenue terdapat unsur-unsur yang terdiri dari total biaya (total cost) dan laba (profit). Laba bersih (net profit) merupakan laba kotor (gross profit) dikurangi biaya distribusi penjualan, administrasi dan keuangan.<a title="" style="mso-footnote-id: ftn15" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn15" name="_ftnref15">[15]</a><br />Berdasarkan devinisi di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa arti revenue pada prinsip ekonomi dapat diartikan sebagai total penerimaan dari hasil usaha dalam kegiatan produksi, yang merupakan jumlah dari total pengeluaran atas barang ataupun jasa dikalikan dengan harga barang tersebut. Unsur yang terdapat di dalam revenue meliputi total harga pokok penjualan ditambah dengan total selisih dari hasil pendapatan penjualan tersebut. Tentunya di dalamnya meliputi modal (capital) ditambah dengan keuntungannya (profit).<br />Berbeda dengan revenue di dalam arti perbankan. Yang dimaksud dengan revenue bagi bank adalah jumlah dari penghasilan bunga bank yang diterima dari penyaluran dananya atau jasa atas pinjaman maupun titipan yang diberikan oleh bank.<a title="" style="mso-footnote-id: ftn16" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn16" name="_ftnref16">[16]</a><br />Revenue pada perbankan Syari'ah adalah hasil yang diterima oleh bank dari penyaluran dana (investasi) ke dalam bentuk aktiva produktif, yaitu penempatan dana bank pada pihak lain. Hal ini merupakan selisih atau angka lebih dari aktiva produktif dengan hasil penerimaan bank.<a title="" style="mso-footnote-id: ftn17" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn17" name="_ftnref17">[17]</a><br />Perbankan Syari'ah memperkenalkan sistem pada masyarakat dengan istilah Revenue Sharing, yaitu sistem bagi hasil yang dihitung dari total pendapatan pengelolaan dana tanpa dikurangi dengan biaya pengelolaan dana.<a title="" style="mso-footnote-id: ftn18" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn18" name="_ftnref18">[18]</a><br />Lebih jelasnya Revenue sharing dalam arti perbankan adalah perhitungan bagi hasil didasarkan kepada total seluruh pendapatan yang diterima sebelum dikurangi dengan biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut.<a title="" style="mso-footnote-id: ftn19" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn19" name="_ftnref19">[19]</a> Sistem revenue sharing berlaku pada pendapatan bank yang akan dibagikan dihitung berdasarkan pendapatan kotor (gross sales), yang digunakan dalam menghitung bagi hasil untuk produk pendanaan bank.<a title="" style="mso-footnote-id: ftn20" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn20" name="_ftnref20">[20]</a><br /><br />B. Jenis-jenis Akad Bagi Hasil<br />Bentuk-bentuk kontrak kerjasama bagi hasil dalam perbankan syariah secara umum dapat dilakukan dalam empat akad, yaitu Musyarakah, Mudharabah, Muzara’ah dan Musaqah. Namun, pada penerapannya prinsip yang digunakan pada sistem bagi hasil, pada umumnya bank syariah menggunakan kontrak kerjasama pada akad Musyarakah dan Mudharabah.<br />a. Musyarakah (Joint Venture Profit & Loss Sharing)<br />Adalah mencampurkan salah satu dari macam harta dengan harta lainnya sehingga tidak dapat dibedakan di antara keduanya.<a title="" style="mso-footnote-id: ftn21" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn21" name="_ftnref21">[21]</a> Dalam pengertian lain musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (atau amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.<a title="" style="mso-footnote-id: ftn22" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn22" name="_ftnref22">[22]</a><br />Penerapan yang dilakukan Bank Syariah, musyarakah adalah suatu kerjasama antara bank dan nasabah dan bank setuju untuk membiayai usaha atau proyek secara bersama-sama dengan nasabah sebagai inisiator proyek dengan suatu jumlah berdasarkan prosentase tertentu dari jumlah total biaya proyek dengan dasar pembagian keuntungan dari hasil yang diperoleh dari usaha atau proyek tersebut berdasarkan prosentase bagi-hasil yang telah ditetapkan terlebih dahulu.<a title="" style="mso-footnote-id: ftn23" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn23" name="_ftnref23">[23]</a><br />b. Mudharabah (Trustee Profit Sharing)<br />Adalah suatu pernyataan yang mengandung pengertian bahwa seseorang memberi modal niaga kepada orang lain agar modal itu diniagakan dengan perjanjian keuntungannya dibagi antara dua belah pihak sesuai perjanjian, sedang kerugian ditanggung oleh pemilik modal.<a title="" style="mso-footnote-id: ftn24" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn24" name="_ftnref24">[24]</a><br />Kontrak mudharabah dalam pelaksanaannya pada Bank Syariah nasabah bertindak sebagai mudharib yang mendapat pembiayaan usaha atas modal kontrak mudharabah. Mudharib menerima dukungan dana dari bank, yang dengan dana tersebut mudharib dapat mulai menjalankan usaha dengan membelanjakan dalam bentuk barang dagangan untuk dijual kepada pembeli, dengan tujuan agar memperoleh keuntungan (profit).<a title="" style="mso-footnote-id: ftn25" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn25" name="_ftnref25">[25]</a><br />Adapun bentuk-bentuk mudharabah yang dilakukan dalam perbankan syariah dari penghimpunan dan penyaluran dana adalah:<br />1. Tabungan Mudharabah. Yaitu, simpanan pihak ketiga yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat atau beberapa kali sesuai perjanjian.<a title="" style="mso-footnote-id: ftn26" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn26" name="_ftnref26">[26]</a><br />2. Deposito Mudharabah. Yaitu, merupakan investasi melalui simpanan pihak ketiga (perseorangan atau badan hukum) yang penarikannya hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu (jatuh tempo), dengan mendapat imbalan bagi hasil.<a title="" style="mso-footnote-id: ftn27" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn27" name="_ftnref27">[27]</a><br />3. Investai Mudharabah Antar Bank (IMA). Yaitu, sarana kegiatan investasi jangka pendek dalam rupiah antar peserta pasar uang antar Bank Syariah berdasarkan prinsip mudharabah di mana keuntungan akan dibagikan kepada kedua belah pihak (pembeli dan penjual sertifikat IMA) berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya.<a title="" style="mso-footnote-id: ftn28" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn28" name="_ftnref28">[28]</a><br /><br />C. Mekanisme Perhitungan Bagi Hasil<br />Belum adanya standar pola operasi yang dikeluarkan oleh otoritas moneter menjadikan bank-bank syariah yang pada saat ini sudah beroperasi melakukan adopsi atau menyusun pola operasi secara sendiri-sendiri. Ketidakseragaman pola operasi yang diterapkan yang pada akhirnya akan mempersulit otoritas moneter, pemilik dana serta bank yang bersangkutan melakukan kontrol serta mengukur tingkat kepatuhan dan keberhasilan dari usaha bank-bank tersebut. Berikut contoh cara menghitung bagi hasil pada bank syari’ah :<br />1. Menghitung saldo rata-rata dari sumber dana bank yang berdasar data dari hasil perhitungan di atas.<br />§ Giro Wadiah : Rp. 60.000<br />§ Tabungan Mudharabah : Rp. 150.000<br />§ Deposito Mudharabah 1 bulan : Rp. 50.000<br />§ Deposito Mudharabah 3 bulan : Rp. 40.000<br />§ Deposito Mudharabah 6 bulan : Rp. 175.000<br />§ Deposito Mudharabah 12 bulan : Rp. 75.000<br /> Total Sumber Dana : Rp. 550.000<br />2. Menghitung rata-rata pelemparan dana yang dilakukan oleh bank dalam sebulan, kemudian menghitung jumlah total pelemparan dana baik dalam bentuk pembiayaan bagi hasil, jual beli maupun SBPU.<br />Jumlah posisi rata-rata pelemparan dana dari hasil perhitungan diatas adalah :<br />§ Pembiayaan : Rp. 480.000<br />§ SBPU : Rp. 100.000<br />3. Menghitung jumlah pendapatan yang akan dibagikan kepada nasabah, dengan menghitung jumlah dari :<br />§ Pendapatan Pembiayaan : Rp. 8.000<br />§ Pendapatan SBPU : Rp. 2.000<br />Dalam menghitung jumlah pendapatan yang akan dibagikan kepada nasabah dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :<br />a. Membandingkan antara Total Aktiva Produktif dengan Total Dana Pihak III, dalam hal ini Total Aktiva Produktif > Total Dana Pihak III. Total dana Pihak III Rp. 550.000 semua digunakan sebagai sumber dana aktiva produktif. Dengan rincian Rp. 480.000 dialokasikan kedalam pembiayaan dan Rp. 70.000 kedalam SBPU<br />b. Menghitung porsi pendapatan yang dibagikan dari masing-masing jenis aktiva produktif berdasarkan alokasi sumber dana diatas.<br />Pembiayaan : (480.000/480.000) x 8.000 = 8.000<br />SBPU : (70.000/100.000) x 2.000 = 1.400 +<br />Jumlah total pendapatan di bagikan 9.400<br />4. Perhitungan bagi hasil nasabah<br />a. Menghitung jumlah pendapatan dibagikan untuk masing-masing dana<br />§ Tabungan : (150.000/550.000) x 9.400 = 2.564<br />§ Deposito 1 bulan : (50.000/550.000) x 9.400 = 855<br />§ Deposito 3 bulan : (40.000/550.000) x 9.400 = 684<br />§ Deposito 6 bulan : (175.000/550.000) x 9.400 = 2.991<br />§ Deposito 12 bulan : (75.000/550.000) x 9.400 = 1.282<br /><br />b. Menghitung pendapatan bagi hasil yang akan dibayarkan kepada masing-masing jenis dana sesuai dengan kesepakatan nisbah<br />§ Tabungan : 45/100 x 2.564 = 1.154<br />§ Deposito 1 bulan : 65/100 x 855 = 556<br />§ Deposito 3 bulan : 66/100 x 684 = 451<br />§ Deposito 6 bulan : 66/100 x 2.991 = 1.974<br />§ Deposito 12 bulan : 67/100 x 1.282 = 859<br />c. Menghitung ekuivalen rate untuk masing-masing jenis sumber dana untuk jangka waktu 31 hari<br />§ Tabungan : (1.154/150.000) x 365/31 x 100% = 9.06%<br />§ Deposito 1 bulan : (556/50.000) x 365/31 x 100% = 13.09%<br />§ Deposito 3 bulan : (451/40.000) x 365/31 x 100% = 13.28%<br />§ Deposito 6 bulan : (1.974/175.000) x 365/31 x 100% = 13.28%<br />§ Deposito 12 bulan : (859/75.000) x 36/31 x 100% = 13.49% <br />Pada umumnya bank-bank syariah di Indonesia dalam perhitungan bagi hasilnya menggunakan sistem bobot pada setiap dana investasi, dengan mengalikan prosentase bobot tersebut dengan saldo rata-rata. Semakin labil investasi tersebut semakin kecil bobot yang dikenakan, dan semakin stabil investasi maka semakin besar bobot yang dikenakan pada investasi tersebut, hal ini diterapkan sebagai bentuk dari pengamanan risiko pada setiap dana invesatasi. Bobot akan mempengaruhi besarnya bagi hasil yang akan didistribusikan sehingga akan berdampak pada bagi hasil yang akan diterima oleh pemilik dana.<a title="" style="mso-footnote-id: ftn29" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn29" name="_ftnref29">[29]</a>Hal ini dapat dilihat dari contoh perhitungan sistem revenue sharing yang menggunakan bobot pada tabel diatas.<br /><br /><br /><br /><br />KESIMPULAN<br />Sistem bagi hasil yang diterapkan di dalam perbankan syari’ah terbagi kepada dua sistem, yaitu; pertama. Profit Sharing yaitu sistem bagi hasil yang didasarkan pada hasil bersih dari pendapatan yang diterima atas kerjasama usaha, setelah dilakukan pengurangan-pengurangan atas beban biaya selama proses usaha tersebut. Kedua. Revenue Sharing adalah sistem bagi hasil yang didasarkan kepada total seluruh pendapatan yang diterima sebelum dikurangi dengan biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut.Di dalam perbankan syari’ah Indonesia sistem bagi hasil yang diberlakukan adalah sistem bagi hasil dengan berlandaskan pada sistem revenue sharing. Bank syari’ah dapat berperan sebagai pengelola maupun sebagai pemilik dana, ketika bank berperan sebagai pengelola maka biaya tersebut akan ditanggung oleh bank, begitu pula sebaliknya jika bank berperan sebagai pemilik dana akan membebankan biaya tersebut pada pihak nasabah pengelola dana. <br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn1" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref1" name="_ftn1">[1]</a> Syafi’I Antonio, Bank Syari’ah; Wacana Ulama’ dan Cendekiawan, (Jakarta: Tazkia Institut dan Bank Indonesia, 1999). h. 278<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn2" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref2" name="_ftn2">[2]</a> ibid<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn3" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref3" name="_ftn3">[3]</a> Zainul Arifin. Memahami Bank Syari’ah; Lingkup, Peluang, Tantangan dan Prospek, (Jakarta: Alvabet, 2000). Cet. 3. h. v<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn4" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref4" name="_ftn4">[4]</a> ibid. h. vi<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn5" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref5" name="_ftn5">[5]</a> ibid<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn6" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref6" name="_ftn6">[6]</a> ibid. h. vii<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn7" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref7" name="_ftn7">[7]</a> Muhammad, Manajemen Bank Syariah, (Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2002) h. 101<br /><br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn8" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref8" name="_ftn8">[8]</a> Cristopher Pass dan Bryan Lowes, Kamus Lengkap Ekonomi, (Jakarta : Erlangga, 1994)Edisi ke-2 , h. 534<br /><br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn9" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref9" name="_ftn9">[9]</a> Tim Pengembangan Perbankan Syariah IBI, Konsep, Produk dan Implementasi Operasional Bank Syari’ah, (Jakarta : Djambatan, 2001), h. 264<br /><br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn10" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref10" name="_ftn10">[10]</a> Murasa Sarkaniputra, Direktur Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam, Surat Tanggapan atas surat MUI, Jakarta, 29 April 2003. h. 3<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn11" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref11" name="_ftn11">[11]</a> Syamsul Falah, Pola Bagi Hasil pada Perbankan Syari’ah, Makalah disampaikan pada seminar ekonomi Islam, Jakarta, 20 Agustus 2003<br /><br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn12" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref12" name="_ftn12">[12]</a> John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta : PT. Gramedia, 1995), Cet. ke-21<br /><br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn13" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref13" name="_ftn13">[13]</a> Cristopher Pass dan Bryan Lowes, Kamus Lengkap Ekonomi, (Jakarta : Erlangga, 1994), Edisi ke-2, h. 583<br /><br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn14" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref14" name="_ftn14">[14]</a> Murasa Sarkaniputra (Direktur Pusat Pengkajian dan Pengambangan Ekonomi Islam), surat kepada Ketua Umum MUI, tentang fatwa MUI No.15/DSN-MUI/IX/2000, Tgl 18 Februari 2003 <br /><br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn15" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref15" name="_ftn15">[15]</a> Cristopher Pass dan Bryan Lowes, Op.cit., h. 473<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn16" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref16" name="_ftn16">[16]</a> Akmal Yahya, Profit Distribution. http//www.ifibank.go.id<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn17" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref17" name="_ftn17">[17]</a> Ibid <br /> <br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn18" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref18" name="_ftn18">[18]</a> Dewan Syari'ah Nasional, Himpunan Fatwa Dewan Syari'ah Nasional Untuk Lembaga Keuangan Syari'ah, Ed. 1, Diterbitkan atas Kerjasama Dewan Syari'ah Nasional-MUI dengan Bank Indinesia, 2001, h. 87<br /><br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn19" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref19" name="_ftn19">[19]</a> Tim Pengembangan Perbankan Syariah Institut Bankir Indonesia, Lok.Cit.<br /><br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn20" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref20" name="_ftn20">[20]</a> Akmal Yahya, Lok.Cit<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn21" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref21" name="_ftn21">[21]</a> Abdurrahman Al Jaziri, Al Fiqh Alaa al Madzahibul Arba’ah, (Lebanon : Darul Fikri, 1994), Jilid 3, h. 63<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn22" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref22" name="_ftn22">[22]</a> M. Syafei Antonio, Bank Syariah Suatu Pengenalan Umum, (Jakarta: Tazkia Institute dan BI, 1999) Cet. ke-I, h. 129<br /><br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn23" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref23" name="_ftn23">[23]</a> Indra Jaya lubis, Tinjauan Mengenai Konsepsi Akuntansi Bank Syariah, Disampaikan pada Pelatihan – Praktek Akuntansi Bank Syariah BEMJ-Ekonomi Islam, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2001. h. 18<br /><br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn24" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref24" name="_ftn24">[24]</a> Abdurrahman al Jaziri, Op. Cit. h. 34<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn25" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref25" name="_ftn25">[25]</a> Abdullah Saeed, Bank Islam dan Bunga; Studi Kritis dan Interpretasi Kontemporer tentang Riba dan Bunga, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), Cet. ke-1. h. 100<br /><br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn26" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref26" name="_ftn26">[26]</a> Abdul Azis, et al.,(ed.) Ensiklopedi Hukum Islam. (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996) h. 1198<br /><br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn27" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref27" name="_ftn27">[27]</a> Ibid.<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn28" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref28" name="_ftn28">[28]</a> Akmal Yahya, Profit Distribution, http//www.ifibank.go.id<br /><br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn29" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref29" name="_ftn29">[29]</a> Akmal Yahya,AGUS ARWANI, SE, M.Ag.http://www.blogger.com/profile/10365088094121590944noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3357978361591417802.post-53231911163864821152008-11-04T17:16:00.000-08:002008-11-04T17:24:20.436-08:00Modul Pengantar AkuntansiPENGANTAR AKUNTANSIoleh : Agus Arwani, SE, M.Ag.<br />DEFINISI AKUNTANSI<br />Proses Identifikasi, Pencatatan, Penggolongan, Peringkasan, Pelaporan dan Penganalisaan terhadap transaksi ekonomi dari suatu entitas.<br />TUJUAN AKUNTANSI<br />Dapat mengetahui akibat transaksi terhadap harta, hutang dan modal.<br />Dapat mengetahui susunan harta-harta, hutang dan modal perusahaan.<br />Dapat mengetahui nilai-nilai harta, hutang dan modal perusahaan pada setiap saat bila diperlukan.<br />Dapat dengan pasti, mengetahui laba atau rugi perusahaan selama periode akuntansi tertentu.<br />Akuntansi Sebagai suatu sistem Informasi<br />Akuntansi dilaksanakan baik perusahaan yang bertujuan mencari laba atau tidak<br />Transaksi-transaksi perusahaan harus diubah menjadi data statistik dan diringkas serta dilaporkan dalam bentuk laporan keuangan.<br />PEMAKAI INFORMASI AKUNTANSI<br />PIHAK INTERN<br />Pemilik Perusahaan<br />Pimpinan Perusahaan<br />Karyawan<br />PIHAK EKSTERN<br />Perbankan<br />Pemerintah<br />Masyarakat<br />PROSES AKUNTANSI<br />PROSES PENCATATAN<br />PROSES PENGGOLONGAN<br />PROSES PERINGKASAN<br />PROSES PELAPORAN<br />PROSES PENGANALISAAN<br />PROSES PENCATATAN<br /><br />PROSES PENCATATAN<br />PROSES PELAPORAN<br />LAPORAN UNTUK MANAJEMEN<br />LAPORAN UNTUK PERPAJAKAN<br />LAPORAN KHUSUS<br />LAPORAN KEUANGAN<br />LAPORAN LABA RUGI<br />Pendapatan Rp.xxx<br />Biaya-biaya:<br />Biaya…….. Rp. xxx<br />Biaya…….. Rp. xxx<br />Total Biaya (Rp. Xxx)<br />Laba Bersih Rp. xxx<br />LAPORAN PERUBAHAN MODAL<br />MODAL AWAL Rp. xxx<br />Ditambah:<br />Investasi Tambahan Rp. xx<br />Laba Bersih Rp. xx<br />Total Penambahan Rp. xxx<br />Dikurangi:<br />Prive Rp. xx<br />Total Pengurangan Rp. xxx<br />MODAL AKHIR Rp. xxx<br />N E R A C A<br />AKTIVA PASIVA<br />AKTIVA LANCAR<br />KAS Rp. xx Utang Usaha Rp. xx<br />PIUTANG USAHA Rp. xx<br />PERLENGKAPAN Rp. xx<br />AKTIVA TETAP MODAL<br />TANAH Rp. xx Modal Anton Rp. xx<br />GEDUNG Rp. xx<br />AKM DEP GEDUNG (Rp. xx)<br />PERALATAN Rp. xx<br />AKM DEP PERL (Rp. xx)<br />Total aktiva Rp. xx Total Pasiva Rp. xx<br />PRINSIP-PRINSIP AKUNTANSI<br />PRINSIP-PRINSIP AKUNTANSI YANG DITERIMA UMUM ( Standar Akuntansi Keuangan / SAK) ……. IAI<br />P E R S A M A A N A K U N T A N S I<br />WAKTU PERMULAAN PEMBUKAAN PERUSAHAANASSETS = LIABILITY + OWNER’S EQUITY<br />ASSETS<br />SUMBER DAYA YANG DIMILIKI OLEH PERUSAHAAN YANG AKAN MEMBERIKAN MANFAAT EKONOMIS PADA MASA YANG AKAN DATANG.<br />LIABILITY<br />HAK TERHADAP HARTA DARI PIHAK SELAIN PEMILIK<br />SEMUA KEWAJIBAN YANG HARUS DIBAYAR KEPADA PIHAK LAIN SEHUBUNGAN DENGAN PRESTASI DARI PIHAK BERSANGKUTAN KEPADA PERUSAHAAN.<br />CONTOH:<br />ACCOUNTS PAYABLE<br />NOTES PAYABLE<br />SALARY PAYABLE<br />TAX PAYABLE<br />DLL<br />OWNER’S EQUITY<br />SISA HAK TERHADAP HARTA SUATU PERUSAHAAN SETELAH DIKURANGI DENGAN HAK PIHAK KETIGA (LIABILITY)<br />HAK MILIK BERSIH PEMILIK PERUSAHAAN ATAS KEKAYAAN PERUSAHAAN<br />UNSUR-UNSUR YANG MEMPENGARUHI MODAL<br />REVENUES<br />EXPENSES<br />INVESTMENT<br />PRIVE<br />Setelah Perusahaan BeroperasiAKTIVA + BIAYA = KEWAJIBAN + MODAL + PENDAPATAN - PRIVE<br />CONTOH<br />Berikut ini adalah transaksi yang berkaitan dengan usaha yang didirikan oleh Tn.Anton yang bergerak dalam bidang reparasi komputer dengan nama "Anto Repair". Transaksi yang terjadi selama satu bulan beroperasi ialah sebagai berikut:<br />02/01/2007 Tn. Anton menginvestasikan/menyetor modal awal sebesar Rp. 10.000.000,-<br />05/01/2007 Dibeli secara tunai gedung seharga Rp. 2.000.000,-<br />10/01/2007 Memperoleh pendapatan jasa atas reparasi komputer sebesar Rp. 5.000.000,- baru membayar Rp. 3.000.000,- sisanya bulan depan.<br /><br /><br /><br />15/01/07 Membayar gaji karyawan untuk dua minggu sebesar Rp. 2.000.000,-<br />25/01/07 Dilakukan reparasi komputer senilai Rp.4.000.000,- tetapi belum dibayar.<br />31/01/07 Membayar biaya iklan untuk satu bulan Rp.500.000,-<br />31/01/07 Diambil untuk kepentingan pribadi Rp.1.000.000,-<br />31/01/07 Terdapat gaji yang belum dibayar sampai dengan akhir bulan sebesar Rp. 2.000.000,-<br />DIMINTA:<br />BUAT PERSAMAAN AKUNTANSINYA!<br />BUAT LAPORAN LABA/RUGI, LAP PERUBAHAN MODAL, DAN NERACA!<br />JAWABANTON REPAIRPERSAMAAN AKUNTANSI(DLM RIBUAN)<br />DASAR-DASAR PROSEDUR PEMBUKUAN<br />PENGGOLONGAN REKENING-REKENING<br /><br />Neraca<br /><br /><br /><br /><br /><br />L/R<br />BENTUK & ISI REKENING<br />NAMA REKENING<br /><br />DEBIT KREDIT<br />JURNAL & POSTING<br />TRANSAKSI<br /><br />BUKTI-BUKTI TRANSAKSI<br />JURNAL<br />UMUM, KHUSUS<br />BUKU BESAR<br />NERACA SALDO PENYESUAIAN<br />LAPORAN KEUANGAN<br />Journalizing<br />Jurnalizing : Proses mencatat setiap transaksi keuangan yang terjadi ke dalam buku harian (buku jurnal).<br />Buku Jurnal : Catatan Kronologis dan sistematis atas transaksi keuangan.<br />Bentuk Jurnal:<br />Jurnal Umum (General Journal)<br />Jurnal Khusus (Special Journal)<br />Posting To Ledger<br />Posting merupakan proses memasukkan setiap akun dalam buku jurnal ke dalam buku besar (ledger) sesuai dengan akun dan jumlahnya.<br />Buku Besar (Ledger) merupakan kumpulan dari semua akun yang terdapat pada suatu perusahaan yang tersusun secara sistematis dengan diberi nomor kode tertentu dan biasanya tegambar pada bagan akun (Chart of Accounts) dari perusahaan tersebut.<br />PROSES POSTING<br />Memasukkan Tanggal, akun, dan nilai moneter dari jurnal ke buku besar yang sesuai.<br />Memasukkan nomor halaman jurnal ke kolom post reference (Ref) dalam ledger<br />Memasukkan nomor akun dari ledger ke dalam kolom post Reference atau memberi tanda ã pada buku jurnal.<br />Preparing Trial Balance<br />Neraca Saldo merupakan suatu laporan yang berisi mengenai akun disertai dengan saldo masing-masing.<br />Saldo-saldo akun diperoleh dari saldo setiap akun dalam buku besar (ledger).<br />PENYESUAIAN PEMBUKUAN<br />Melakukan Penyesuaian Atas Akun-Akun<br />Proses Penyesuaian merupakan proses memutakhirkan data keuangan setiap akhir tahun sebelum disusun laporan keuangan.<br />Proses tersebut dimasukkan dalam jurnal yang disebut jurnal penyesuaian (Adjusting Entries).<br />Alasan Penyusunan Jurnal Penyesuaian<br />Beberapa transaksi belum dilakukan jurnal karena memang belum saatnya dilakukan.<br />Beberapa beban belum dilakukan jurnal selama periode akuntansi karena beban tersebut belum digunakan (Expired)<br />Beberapa unsur memang belum dilakukan pencatatan<br />Unsur Pokok Jurnal Penyesuaian<br />Pembayaran-pembayaran dimuka (Prepayment), yang terdiri atas:<br />a. Beban dibayar dimuka (Prepaid Expenses).<br />b. Pendapatan diterima dimuka (Unearned Revenues).<br />2. Unsur-unsur yang masih harus dilakukan (Accrual), yang terdiri atas:<br />a. Pendapatan yang masih harus diterima (Accrued Revenues)<br />b. Beban yang masih harus dibayar (Accrued Expenses)<br />Biaya Penyusutan (Depreciation Expense)<br />Penyusutan merupakan alokasi harga perolehan aktiva tetap selama usia ekonomis aktiva tetap secara sistematis dan rasional.<br />Penyesuaian dilakukan untuk mengakui besarnya cost yang expired menjadi biaya (Expense).<br />Jurnal Penyesuaian:<br />Biaya Penyusutan…… xxx -<br />Akumulasi Penyusutan…. - xxx<br />Perlengkapan (Supplies)<br />Perlengkapan merupakan berbagai unsur yang dibeli oleh perusahaan guna mendukung operasi perusahaan.<br />Perlengkapan yang telah diperoleh akan digunakan sehingga perlengkapan yang telah terpakai akan menjadi biaya (expense)<br />Jurnal Penyesuaian:<br />Biaya Perlengkapan xxx -<br />Perlengkapan - xxx<br />(Sebesar yang terpakai)<br />Biaya yang masih harus dibayar (Accrued Expenses)<br />Accrued Expense merupakan berbagai biaya yang telah menjadi biaya perusahaan sampai akhir periode akuntansi, tetapi belum dikeluarkan uang kasnya sehingga menimbulkan utang bagi perusahaan.<br />Jurnal Penyesuaian:<br />Biaya…………. xxx -<br />Utang……….. - xxx<br />Pendapatan yang masih harus diterima (Accrued Revenues)<br />Accrued Revenues merupakan berbagai pendapatan yang telah menjadi hak perusahaan pada periode akuntansi tertentu tetapi belum dicatat dan belum diterima uangnya sehingga menimbulkan piutang bagi perusahaan.<br />Jurnal Penyesuaian:<br />Piutang……… xxx -<br />Pendapatan….. - xxx<br />Pendapatan Diterima Dimuka (Unearned Revenue)<br />Unearned Revenue merupakan berbagai pendapatan diterima terlebih dahulu kasnya, tetapi manfaat ekonomisnya baru akan dinikmati beberapa periode yang akan datang<br />Contoh: Pendapatan sewa Diterima Dimuka<br />Pendapatan Komisi Diterima Dimuka<br />Ada dua pendekatan yang digunakan:<br />Pada awal penerimaan kas dicatat sebagai Kewajiban (Liability)<br />Pada awal penerimaan kas dicatat sebagai pendapatan (Revenue)<br />Awal pembayaran diakui sebagai Kewajiban (Liability)<br />Jurnal saat penerimaan kas<br />Kas xxx -<br />Pendapatan Sewa Diterima Dimuka - xxx<br />Cari waktu yang sudah menikmati manfaat ekonomisnya. Hal ini diakui sebagai "pendapatan Sewa"<br />Jurnal Penyesuaian:<br />Pendapatan Sewa Diterima Dimuka xxx -<br />Pendapatan Sewa - xxx<br />(Sebesar yang telah menjadi hak perusahaan)<br />Awal Pembayaran dicatat sebagai Pendapatan (Revenue)<br />Jurnal saat penerimaan kas<br />Kas xxx -<br />Pendapatan Sewa - xxx<br />Cari waktu yang belum menerima manfaat ekonomisnya. Ha ini diakui sebagai "Pendapatan Sewa Diterima Dimuka"<br />Jurnal Penyesuaian:<br />Pendapatan Sewa xxx -<br />Pendapatan Sewa Diterima Dimuka - xxx<br />(Sebesar yang belum menjadi hak perusahaan)<br />Estimasi Pajak (Tax)<br />Estimasi Pajak merupakan estimasi terhadap besarnya pajak yang masih harus dibayar oleh perusahaan kepada pemerintah.<br />Jurnal Penyesuaian:<br />PPh xxx -<br />Utang PPh - xxx<br />Cadangan Kerugian Piutang<br />Jurnal Penyesuaian:<br />B. Kerugian Piutang xxx -<br />Cad Kerugian Piutang - xxx<br />NERACA LAJUR<br />TUJUAN PEMBUATAN NERACA LAJUR<br />Untuk memudahkan penyusunan L/K<br />Untuk menggolongkan & meringkas informasi-informasi dari neraca saldo dan data-data penyesuaian shg merupakan persiapan sebelum disusun laporan keuangan yang formal<br />Untuk memudahkan menemukan kesalahan yang mungkin dilakukan dalam membuat jurnal penyesuaian<br />Penyusunan Neraca Lajur<br />Penyusunan neraca lajur dimulai dari neraca saldo sebelum diadakan penyesuaian, dan kemudian memasukkan data-data penyesuaian, barulah dapat ditentukan data-data yang akan dicantumkan di dalam laporan-laporan keuangan.<br />Prosedur Penyusunan Neraca Lajur<br />Memasukkan saldo-saldo rekening buku besar ke dalam neraca saldo<br />Memasukkan penyesuaian ke kolom-kolom penyesuaian<br />Mengisi kolom-kolom neraca saldo setelah penyesuaian<br />Memindahkan jumlah-jumlah didalam neraca saldo setelah penyesuaian ke dalam kolom-kolom laba-rugi atau kolom neraca<br />Penyusunan laporan keuangan<br />PENUTUPAN BUKU & JURNAL PENYESUAIAN KEMBALI<br />CLOSING ENTRIES<br />Merupakan jurnal yang dibuat setiap akhir periode akuntansi dengan tujuan mengenolkan perkiraan nominal (Revenue, Expense dan Prive) dan mentransfer net income atau net loss ke modal.<br />1. Menutup Pendapatan<br />Pendapatan….. xxx -<br />Pendapatan….. xxx -<br />Ikhtisar L/R - xxx<br />2. Menutup Biaya-biaya<br />Ikhtisar L/R xxx -<br />Biaya….. - xxx<br />Biaya….. - xxx<br />Biaya….. - xxx<br />3. Menutup Laba/Rugi<br />Jika Perusahaan mengalami Laba<br />Ikhtisar L/R xxx -<br />Modal - xxx<br />Jika Perusahaan mengalami Rugi<br />Modal xxx -<br />Ikhtisar L/R - xxx<br />4. Menutup Prive<br />Modal xxx -<br />Prive - xxx<br />POST CLOSING TRIAL BALANCE<br />Merupakan suatu laporan yang berisi akun-akun yang disertai dengan saldonya masing-masing (neraca saldo) setelah dipengaruhi oleh jurnal penutup.<br />Neraca saldo ini berisi akun yang berkaitan dengan neraca (Assets, Liability & Owner’s Equity)<br />REVERSING ENTRIES<br />Merupakan jurnal penyesuaian yang dibuat pada awal periode akuntansi sebelum dimulai proses akuntansi yang baru dengan tujuan untuk memutakhirkan data akuntansi (data keuangan)<br />Penyusunan Jurnal Pembalik tergantung dari jurnal penyesuaian<br />Jurnal penyesuaian yang perlu dibuat jurnal pembalik adalah hanya jurnal penyesuaian yang menimbulkan piutang dan utang<br />Pendapatan yg masih akan diterima<br />Piutang<br />Beban dibayar dimuka<br />Jurnal Jurnal<br />Pembalik Penyesuaian<br />Beban yang masih harus dibayar<br />Utang<br />Pendapatan diterima dimuka<br /><br /><br />AKUNTANSI PERUSAHAAN DAGANG<br />Karakteristik Perusahaan Dagang<br />Perusahaan Dagang<br />: Perusahaan yang membeli barang untuk tujuan menjualnya kembali tanpa mengubah bentuk atau sifat barang secara berarti<br />Kegiatan perusahaan adalah pembelian dan penjualan barang berwujud fisik dengan spesifikasi yang jelas.<br />Perusahaan dagang mempunyai barang dagangan yang menimbulkan pos biaya operasi yang disebut Harga Pokok Penjualan.<br />Transaksi-transaksi khusus perusahaan dagang<br />Penjualan<br />Pembelian<br />Piutang Dagang & Utang Dagang<br />Biaya Penjualan & Biaya Administrasi Umum<br />Laporan Laba Rugi<br />PENJUALAN<br />Penjualan Tunai<br />adl: Penjualan barang dagangan dengan menerima pembayaran kas/tunai secara langsung dari pelanggan pada saat terjadinya penjualan.<br />Kas xxx -<br />Penjualan - xxx<br />Penjualan KreditAdl: Penjualan barang dagangan dengan kesepakatan antara pembeli dan penjual pada saat transaksi, yaitu pembayaran akan dilakukan pada waktu yang akan datangPiutang Dagang xxx -Penjualan - xxx<br />Potongan Penjualan<br />Kas xxx -<br />Potongan Penj xxx -<br />Piutang Dagang - xxx<br />Retur Penjualan<br />Dari Penjualan Secara Tunai<br />Retur Penjualan xxx -<br />Kas - xxx<br />Dari Penjualan Secara Kredit<br />Retur Penjualan xxx -<br />Piutang Dagang - xxx<br />PEMBELIAN<br />Pembelian Tunai<br />adl: Pembelian barang dagangan yang dilakukan dengan cara dibayar langsung dengan kas/tunai pada saat transaksi / terjadinya pembelian.<br />Pembelian xxx -<br />Kas - xxx<br />Pembelian KreditAdl: Pembelian barang dagangan yang disertai komitmen pembeli untuk membayar tunai di waktu yang akan datangPembelian xxx -Utang Dagang - xxx<br />Potongan Pembelian<br />Utang Dagang xxx -<br />Potongan Pembelian - xxx<br />Kas - xxx<br />Retur Pembelian<br />Dari Pembelian Secara Tunai<br />Kas xxx -<br />Retur Pembelian - xxx<br />Dari Pembelian Secara Kredit<br />Utang Dagang xxx -<br />Retur Pembelian - xxx<br />Biaya Angkut Pembelian<br />FOB Destination<br />: Biaya Angkut ditanggung oleh Penjual Hak milik barang dagangan baru berpindah tangan kepada pembeli setelah barang dagangan sampai di gudang pembeli.<br />FOB Shipping Point<br />: Biaya Angkut ditanggung oleh Pembeli Hak milik barang dagangan berpindah tangan kepada pembeli begitu barang dagangan akan dikirimkan oleh penjual.<br />Biaya Angkut Pembelian xxx -<br />Kas - xxx<br />PIUTANG DAGANG & UTANG DAGANG<br />Piutang Usaha = Piutang Dagang<br />Utang Usaha = Utang Dagang<br />LAPORAN LABA RUGI<br />Perusahaan Jasa<br />Pendapatan Rp.xxx<br />Biaya-biaya:<br />Biaya…….. Rp. xxx<br />Biaya…….. Rp. xxx<br />Total Biaya (Rp. xxx)<br />Laba Bersih Rp. xxx<br />Perusahaan Dagang<br />Penjualan xxxx<br />Kurang: Retur Penjualan xxx<br />Potongan Penj xxx<br />(xxxx)<br />Penjualan Bersih xxxx<br />Kurang: Harga Pokok Penjualan (xxxx)<br />Laba Kotor xxxx<br />Kurang: Biaya Operasional:<br />Biaya Pemasaran:<br />Biaya Iklan xxx<br />Biaya Komisi xxx<br />Total Biaya Pemasaran: xxx<br />Biaya Administrasi Umum:<br />Biaya Gaji xxx<br />Biaya Penyusutan xxx<br />Biaya Perlengkapan xxx<br />Total Biaya Administrasi Umum xxx<br />Total Biaya Operasional (xxxx)<br />Laba Usaha xxxx<br />Pendapatan & Biaya-biaya lain-lain:<br />Biaya Sewa xxx<br />Pendapatan Sewa xxx<br />Selisih Lebih (kurang) pendapatan & Biaya Lain-lain xxxx<br />Laba Sebelum Pajak xxxx<br />Kurang : Pajak (xxxx)<br />Laba Bersih xxxx<br />Menghitung Harga Pokok Penjualan<br />Persediaan B.D. Awal xxxx<br />Tambah: Pembelian xxx<br />B. Angkut Pemb xxx<br />Kurang: Retur Pemb (xxx)<br />Potongan Pemb (xxx)<br />Pembelian Bersih xxxx<br />Barang siap dijual xxxx<br />Kurang: Persediaan B.D. Akhir (xxxx)<br />Harga Pokok Penjualan xxxx<br />JURNAL KHUSUS & BUKU BESAR PEMBANTU<br />MACAM-MACAM JURNAL KHUSUS<br />JURNAL PENJUALAN<br />JURNAL PEMBELIAN<br />JURNAL PENERIMAAN KAS<br />JURNAL PENGELUARAN KAS<br />JURNAL UMUM<br />KAS & PENGAWASAN TERHADAP KAS<br />PENGERTIAN KAS<br />Mata uang dan surat berharga yang mempunyai sifat (dapat dengan segera digunakan sebagai pembayaran, kecil & ringan shg mudah dipindahkan, mudah ditukar dengan barang lain) baik yang terdapat dalam perusahaan maupu di bank<br />Kelompok Kas<br />Mata Uang<br />Wesel Pos<br />Demand Deposit<br />Cek<br />Money Order<br />Bilyet Hiro<br />Traveller’s Check<br />Wesel Bank<br />Kas Kecil<br />Dana Kas yang digunakan untuk pengeluaran-pengeluaran yang bersifat relatif kecil: pembelian materai, biaya kebersihan, biaya telegram, biaya angkutan, upah pesuruh, biaya parkir, dll<br />Sistem Pengisian Dana Kas Kecil<br />Imprest Fund System<br />Fluctuating Fund System<br />Rekonsiliasi Bank<br />Demi keamanan & efisiensi, semua penerimaan kas oleh perusahaan langsung disetor ke bank, dan semua pengeluaran dilakukan dengan cek kecuali pengeluaran yang relatif kecil dilakukan dengan dana kas kecil<br />Macam-macam Rekonsiliasi Bank<br />Deposit In Transit<br />Outstanding Checks<br />Inkaso piutang perusahaan<br />Jasa Giro<br />Biaya Administrasi Bank<br />Persekutuan, Firma & Perseroan Terbatas<br />Persekutuan<br />: Gabungan dari dua orang atau leboih dengan tujuan menjalankan bersama suatu usaha dengan membagi keuntungan yang diperoleh sesuai dengan ketentuan dan kesepakatan<br />Firma<br />: Suatu persekutuan untuk menjalankan suatu perusahaan dibawah satu nama untuk bersama menjalankan perusahaan<br />Perseroan Terbatas<br />: Badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha, dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang serta peraturan pelaksanaannya.<br />Tanggung Jawab Pemegang Saham<br />Masing-masing persero tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan melebihi nilai saham yang telah diambilnya.<br />Modal Saham<br />Dalam UU RI No. 1/1995: modal dasar perseroan terdiri atas seluruh nilai nominal saham, dan saham dapat dikeluarkan atas nama dan atau atas tunjuk.<br />Besarnya modal dasar perseroan paling sedikit Rp. 20.000.000,-<br />Pada saat pendirian paling sedikit 25% dari ilai nominal setiap saham yang telah dikeluarkan<br />Setiap penempatan saham harus telah disetor paling sedikit 50% dari nilai nominal setiap saham yang telah dikeluarkan<br />Seluruh saham yang telah dikeluarkan harus disetor penuh pada saat pengesahan perseroan dengan bukti penyetoran yang sah.<br />Pengeluaran saham lebih lanjut setiap kali harus disetor penuh<br />KOREKSI KESALAHAN<br />Macam-macam Kesalahan<br />Kesalahan dalam perhitungan dan pencatatan<br />Kesalahan memasukkan angka-angka dalam jurnal ke perkiraan dalam buku besar<br />Kesalahan dalam penyusunan Laporan<br />Cara Koreksi Kesalahan<br />Buat Jurnal Kenalikan yang telah dibuat (yang salah)<br />Buat Jurnal yang seharusnya<br />Jurnal koreksi adalah gabungan jurnal kebalikan yang telah dibuat yang salah dengan jurnal yang seharusnyaAGUS ARWANI, SE, M.Ag.http://www.blogger.com/profile/10365088094121590944noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3357978361591417802.post-22553998623490977782008-11-04T17:09:00.000-08:002008-11-04T17:13:05.541-08:00APLIKASI HUKUM ISLAM DALAM AKUNTANSI SYARI’AH PADA BANK SYARI’AH DI JAWA TENGAHRINGKASAN PROPOSAL DISERTASI<br />APLIKASI HUKUM ISLAM DALAM AKUNTANSI SYARI’AH PADA BANK SYARI’AH DI JAWA TENGAH<br />(Kajian Kritis Akad Mudharabah dan Musyarakah)<br />Oleh : Agus Arwani, SE, M.Ag.<br /><br /> Islam sangat mendorong pendayagunaan harta dan melarang menyimpannya, sehingga harta dapat merealisasikan peranannya dalam aktivitas ekonomi.<a title="" style="mso-footnote-id: ftn1" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn1" name="_ftnref1">[1]</a> Perusahaan sebagai bentuk usaha pendayagunaan harta, melakukan serangkaian proses (kinerja) dengan mengorbankan berbagai sumber daya. Laporan keuangan (financial statements) merupakan sarana untuk mempertanggungjawabkan apa yang telah dilakukan manajemen atas sumber daya pemilik. Laporan laba rugi (income statement) merupakan suatu bentuk laporan keuangan yang dijadikan salah satu parameter mengukur kinerja perusahaan.<a title="" style="mso-footnote-id: ftn2" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn2" name="_ftnref2">[2]</a><br /> Laporan laba rugi termasuk bagian dari akuntansi, maka perlulah kita mengamati yang menyebabkan terjadinya percepatan perkembangan akuntansi hingga sekarang di antaranya adalah<a title="" style="mso-footnote-id: ftn3" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn3" name="_ftnref3">[3]</a> :<br />1. Adanya motivasi awal yang memaksa orang mendapatkan keuntungan besar (maksimalisasi laba = jiwa kapitalis). Dengan adanya laba maka perlu pencatatan, pengelompokan dan pengikhtisaran dengan cara sistematis dan dalam ukuran moneter atas transaksi dan kejadian yang bersifat keuangan dan menjelaskan hasilnya.<br />2. Pengakuan pengusaha akan pentingnya aspek sosial yang berkaitan dengan persoalan maksimalisasi laba. Dalam hal ini, pemimpin perusahaan harus membuat keputusan yang menjaga keseimbangan antara keinginan perusahaan, pegawai, langganan, pemasok dan masyarakat umum.<br />3. Bisnis dilakukan dengan peranan untuk mencapai laba sebagai alat untuk mencapai tujuan bukan “akhir suatu tujuan”. Dengan pernyataan lain, laba bukanlah tujuan akhir dari suatu aktivitas bisnis. Akan tetapi bisnis dilakukan untuk memperluas kesejahteraan sosial. Dengan demikian, akuntansi akan memberikan informasi yang secara potensial berguna untuk membuat keputusan ekonomi dan jika itu diberikan akan memberikan perluasan kesejahteraan sosial.<br /> Di antara yang menyebabkan akselarasi akuntansi adalah maksimalisasi laba. Laba (income) merupakan suatu pos dasar dan penting dalam laporan keuangan yang memiliki berbagai kegunaan dalam berbagai konteks<a title="" style="mso-footnote-id: ftn4" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn4" name="_ftnref4">[4]</a>, diantaranya sebagai dasar bagi perpajakan, penentuan kebijakan pembayaran dividen, pedoman dan pengambilan keputusan investasi, dan unsur prediksi kinerja perusahaan.<a title="" style="mso-footnote-id: ftn5" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn5" name="_ftnref5">[5]</a> Kalau dilihat dari kepentingan transendental (Islam) dan sosial, laba merupakan dasar penetapan zakat,<a title="" style="mso-footnote-id: ftn6" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn6" name="_ftnref6">[6]</a> suatu sarana pertanggungjawaban kepada Allah SWT.<br /> Mengingat pentingnya informasi laporan keuangan, maka diperlukan pencatatan, pengakuan dan penyajian laporan keuangan baik laporan keuangan perusahaan maupun lembaga keuangan berbasis syariah. Melihat pada perkembangan wacana akuntansi syariah saat ini, tampak bahwa pembahasan telah mencapai tataran filosifis dan teoritis; namun pembahasan pada tataran teoritis belum banyak dilakukan.<a title="" style="mso-footnote-id: ftn7" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn7" name="_ftnref7">[7]</a> Adapun pada tataran teknis, akuntansi syariah masih dalam tahap mencari dirinya sendiri.<br /> Pada tataran ontologi dan epistemologi, tampak para pakar akuntansi sepakat untuk membedakan akuntansi syariah dan akuntansi konvensional. Namun, dalam tataran metodologis ada perbedaan pandangan atau aliran di kalangan mereka. Hal ini diakui oleh AAOIFI (Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions) dalam SFAC No. 1 paragraf 22:<br />Two approaches to establishing objectives have merged through the discussion which took place at different meetings of committees established by the board. These are:<br />1. Establish objectives based on the principles of Islam and its teachings and then consider these established objectives in relation to contemporary accounting thought;<br />2. Start with objectives established in contemporary accounting thought, test the against Islamic Shari’a, accept those that are consistent with shari’a and reject those are not.<a title="" style="mso-footnote-id: ftn8" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn8" name="_ftnref8">[8]</a><br /> Hal yang senada dinyatakan oleh Akhyar Adnan yakni ada dua aliran yang terjadi, pertama adalah mereka yang menghendaki bahwa tujuan dan kaidah akuntansi syariah dibangun atas dasar prinsip dan ajaran Islam, lalu membandingkannya dengan pemikiran akuntansi kontemporer yang sudah mapan. Kedua, berangkat dari tujuan akuntansi konvensional yang sudah ada, kemudian mengujinya dari sudut pandangan syari’ah. Bagian yang sejalan diterima dan dipakai, sedangkan bagian yang dipandang tidak sesuai ditolak.<a title="" style="mso-footnote-id: ftn9" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn9" name="_ftnref9">[9]</a><br /> Dari kedua aliran tersebut, yang kedua lebih banyak dilakukan dalam upaya mendapatkan sebuah format akuntansi syari’ah. Yang menjadi alasan untuk memilih aliran kedua tersebut adalah hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan jangka pendek (pragmatis), yaitu waktu dan biaya. Adapun aliran pertama menggambarkan kelompok idealis.<a title="" style="mso-footnote-id: ftn10" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn10" name="_ftnref10">[10]</a> Perbedaan metodologis ini tidak berarti pemilihan metode mana yang lebih baik, melainkan pemilihan metode mana yang sesuai dengan kepentingan syari’ah itu sendiri. Kedua metode harus dilakukan secara simultan dalam rangka akselarasi perkembangan akuntansi syari’ah, di mana kedua metode saling mengisi, sehingga dalam perjalanannya saling terjadi koreksi antara praktik dan teori untuk menghasilkan format akuntansi syariah yang terbaik. Triyuwono mengemukakan bahwa pemikiran pada tingkat filosofis tidak akan banyak memberikan perubahan bila tidak dilanjutkan pada pemikiran teoritis dan praktis. Oleh karena itu pemikiran ke arah dua hal tersebut adalah suatu langkah yang sangat dibutuhkan.<a title="" style="mso-footnote-id: ftn11" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn11" name="_ftnref11">[11]</a><br /> Wacana akuntansi syariah pada tataran teoritis mulai dikembangkan dalam bentuk pernyataan tujuan laporan keuangan, konsep dasar dan prinsip akuntansi syariah. Pada tataran ini, akuntansi syariah telah berkembang menuju tataran praktis, dengan ditetapkannya standar-standar akuntansi keuangan syari’ah, misalnya Accounting and Auditing Standards for Islamic Banks and Financial Institution oleh AAOIFI pada tahun 1998, sebagai standar yang bersifat internasional; serta ”Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 59 tentang Akuntansi Perbankan Syari’ah” dan ”Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Bank Syari’ah” oleh Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) pada Mei 2002, untuk lingkup Indonesia. Fakta ini memperlihatkan bahwa wacana akuntansi syari’ah terutama akuntansi keuangan masih terbatas pada lembaga keuangan khususnya perbankan. Pada lembaga keuangan syari’ah selain perbankan, hanya Baitul Mal wat Tamwil (BMT) dan asuransi takaful yang telah mempraktikkan akuntansi syari’ah, meskipun belum ada standar akuntansi keuangan untuknya. Hal ini juga pada organisasi nirlaba syari’ah misalnya lembaga zakat dan takmir masjid. Wacana akuntansi syariah pada organisasi bisnis baik perusahaan jasa, dagang, maupun industri belum mendapatkan perhatian padahal organisasi jenis ini banyak dijumpai, mulai dari perusahaan persekutuan sampai perusahaan perseorangan.<br />Adapun pandangan bahwa akuntansi tidak bebas nilai telah terbukti secara aksiomatik (axiomatic value laden accounting). Pembuktian awal akuntansi yang sarat dengan pengaruh nilai-nilai dalam masyarakat, dimulai tahun 1980-an yaitu munculnya paper pada Accounting, Organization and Society, yang ditulis Burchell, Clubb, Hopwood, Hughes dan Nahapiet, berjudul The Roles of Accounting in Organization and Society (Roslender, 1992). Artikel itu kemudian telah memicu penelitian yang lebih jauh, seperti Richardson, Tinker, Merino dan Neimark, dan lain-lain. Dijelaskan Chua, akuntansi bukan hanya dipandang sebagai rasional teknik saja, suatu aktivitas jasa yang terpisah dari hubungan kemasyarakatan.<a title="" style="mso-footnote-id: ftn12" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn12" name="_ftnref12">[12]</a><br />Ketika dipahami bahwa akuntansi tidak bebas nilai, pertanyaan yang muncul kemudian adalah nilai apa yang terkandung dalam domain akuntansi konvensional saat ini? Perubahan orientasi sebagai penyaji informasi, memang telah terjadi dalam akuntansi konvensional. Mulai dari hanya sebagai metode pencatatan book-keeping (tata-buku) yang dipakai oleh para pedagang di jaman pra-modern. Kemudian, menjelma menjadi salah satu “senjata” yang dipakai oleh Kapitalisme, seperti dijelaskan oleh Weber dalam Andreski, sebagai spirit dari kapitalisme, lengkapnya sebagai berikut :<br />Kapitalisme biasa didapati di manapun pemenuhan kebutuhan-kebutuhan sekelompok manusia dilakukan oleh bisnis swasta. Lebih khusus lagi, suatu bentukan kapitalisme rasional adalah bentukan yang memiliki akuntansi kapital, yaitu suatu bentukan yang berusaha memastikan asset-asset penghasilan-pendapatannya, keuntungannya dan ongkos-ongkosnya melalui kalkulasi menurut metode-metode pembukuan modern.<a title="" style="mso-footnote-id: ftn13" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn13" name="_ftnref13">[13]</a><br /><br />Hingga, berkembang bukan hanya sebagai alat bantu (tools) dalam dunia bisnis, akuntansi normatif, yang lebih mengarah pada membangun teori akuntansi untuk dapat menjelaskan tujuan dari laporan keuangan perusahaan, (seperti yang dilakukan oleh Belkaoui dan Hendricksen misalnya). Akuntansi dilihat sebagai arus yang mengikuti evolusi dan pendekatan positivistic ilmu ekonomi. Seperti dijelaskan oleh Watts dan Zimmerman, bahwa tujuan akuntansi lebih luas daripada praktek yang selama ini ada, yaitu konsep teori yang didasarkan scientific methodology (metodologi ilmiah), yang bertujuan to explain (menjelaskan) dan to predict (memprediksi) praktek akuntansi. Ini yang disebut oleh Watts and Zimmerman sebagai Positive Accounting Theory.<a title="" style="mso-footnote-id: ftn14" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn14" name="_ftnref14">[14]</a><br />Positivisme dalam Riset Akuntansi sebenarnya telah lama dilakukan, yang dimulai oleh Beaver (1968). Sedangkan Positive Accounting Theory (selanjutnya disebut PAT), dalam paradigmatic positioning, baru muncul ketika Watts dan Zimmerman meluncurkan artikel penelitiannya tahun 1978. Gagasan yang disampaikan oleh Watts dan Zimmerman merupakan gagasan teori yang sangat fenomenal, monumental sekaligus kontroversial. Banyak pujian muncul terhadapnya, dan akhirnya berujung dijadikannya PAT sebagai paradigma riset yang dominan, riset berbasis studi empiris-kuantitatif. Tidak kurang pula kritikan dialamatkan kepada mereka. Kritikan, baik yang lebih menekankan pada kritik metodologi, kritik asumsi dasar ekonomi (teoritis), sampai pada kritik asumsi filosofis-sains. Kritikan pedas misalnya disampaikan Sterling, yang mengatakan bahwa PAT tidak memenuhi syarat sebagai Ilmu yang utuh<a title="" style="mso-footnote-id: ftn15" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn15" name="_ftnref15">[15]</a>. Tetapi hanya dianggap sebagai Cottage Industry di sisi Periphery Accounting Thought. Atau disebut Tinker et.al. sebagai Marginalism<a title="" style="mso-footnote-id: ftn16" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn16" name="_ftnref16">[16]</a>. Tulisan ini mencoba untuk melakukan penelusuran kritik-kritik yang dilakukan oleh akademisi di bidang akuntansi terhadap PAT dalam dua periode sebelum dan sesudah, yang dibatasi oleh artikel jawaban dari Watts dan Zimmerman<a title="" style="mso-footnote-id: ftn17" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftn17" name="_ftnref17">[17]</a>. Dari penelusuran itu akan ditarik benang merah yang muncul dari kritik PAT dan mencoba untuk melakukan evaluasi konstruktif.<br /><br /><br /><br />Pembatasan Masalah<br /> Dalam akuntansi syariah penerapan hukum Islam sangat bervariasi pada bank syariah, mulai dari akad jual beli (murabahah, salam atau istishna’) sampai dengan akad syirkah (musyarakah, mudharabah). Produk akad inti (core product transaction) bank syari’ah bertumpu pada akad mudharabah.<br /> Permasalah penelitian ini dibatasi pada: (1) atribut hukum Islam yang bagaimana yang diterapkan dalam akuntansi syariah pada bank syariah (2) sejauhmana penerapan hukum Islam dalam akuntansi syariah pada bank syariah pada akad mudharabah dan musyarakah (3) bagaimana disclosure laporan keuangan akuntansi syariah berkaitan akad mudharabah dan musyarakah dalam aplikasi hukum Islam.<br /><br />Rumusan Masalah<br /> Berdasarkan dari latar belakang, pembatasan masalah, permasalahan penelitian ini diklasifikasikan menjadi tiga yaitu berkaitan dengan (1) eksplorasi hukum Islam dalam akuntansi syariah pada bank syariah (2) eksplorasi hukum Islam dalam akuntansi syariah pada bank syariah terhadap akad mudharabah dan musyarakah (3) eksplorasi disclosure laporan keuagan akuntansi syariah berkaitan akad mudharabah dan musyarakah dalam hukum Islam.<br /><br />Tujuan Penelitian<br /> Penelitian ini bertujuan :<br />Untuk melakukan eksplorasi hukum Islam dalam akuntansi syariah pada bank syariah<br />Untuk melakukan eksplorasi hukum Islam dalam akuntansi syariah pada bank syariah terhadap akad mudharabah dan musyarakah<br />Untuk melakukan eksplorasi disclosure laporan keuagan akuntansi syariah berkaitan akad mudharabah dan musyarakah dalam hukum Islam.<br /><br /><br /><br />Metode Penelitian<br /> Desain penelitian yang digunakan untuk menyusun disertasi ini adalah Qualitative Method, dengan pendekatan eksplorasi. Artinya penelitian ini merupakan penelitian awal yang mencari dan mengidentifikasi aspek-aspek hukum Islam dalam akuntansi syari’ah pada bank syari’ah yang berkaitan account mudharabah dan musyarakah.<br /> Penelitian ini dilakukan dengan metode wawancara pada lembaga perbankan syariah di Jawa Tengah berkaitan penerapan hukum Islam dalam akuntansi syariah pada akad mudharabah dan musyarakah. Penelitian ini juga kajian literatur hukum Islam dalam rangka eksplorasi hukum Islam dalam akuntansi syariah.<br /> Model analisis dalam penelitian ini menggunakan model analisis kualitatif yang dilakukan dengan pendekatan berpikir induktif.<br /><br />Kontribusi Penelitian<br /> Penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi :<br />1. Memberikan eksplorasi hukum Islam dalam akuntansi syari’ah pada bank syari’ah<br />2. Memberikan eksplorasi hukum Islam dalam akuntansi syariah pada akad mudaharabah dan musyarakah.<br />3. Memberikan pemahaman tentang disclosure laporan keuangaan akuntansi syariah yang berkaitan akad mudharabah dan musyarakah dalam hukum Islam.<br /><br />Organisasi Penelitian<br /> Penelitian (disertasi) ini dirancang menjadi lima bab dengan uraian sebagai berikut: Bab pendahuluan menguraikan sub bab latar belakang penelitian, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian, kontribusi hasil penelitian dan organisasi penelitian.<br /> Selanjutnya bab kedua landasan teori meliputi (a) Tinjauan Pustaka, yang menguraikan masalah 1) Akuntansi syariah dalam perbankan Islam 2) Perbankan Syari’ah 3) Aplikasi hukum Islam dalam akad Mudharabah 4) Aplikasi hukum Islam dalam akad Musyarakah (b) Kerangka piker penelitian<br /> Dilanjutkan bab ketiga membahas metode penelitian yang memaparkan tentang : (a) desain penelitian, (b) sampel penelitian, (c) data dan metode pengumpulan data, (d) analisis data kualitatif.<br /> Dilanjutkan dengan bab keempat yang membahas hasil penelitian : (a) Deskripsi akuntansi syari’ah dalam bank syari’ah (b) Analisis eksplorasi hukum Islam dalam akuntansi syari’ah pada bank syari’ah berkaitan dengan akad mudharabah dan musyarakah (c) Analisis eksplorasi hukum Islam dalam kaitan disclosure laporan keuangan akuntansi syari’ah padan bank syari’ah.<br /> Sebagai bab terakhir, bab lima merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan, implikasi hasil penelitian, keterbatasan dan saran penelitian lanjutan.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br /><br />Husein Syahatah. Pokok-pokok Pikiran Akuntansi Islam, (Ushul al-Fikri al-Muhasabi al-Islami). Alih bahasa Khusnul Fatarib. Cet. I. Jakarta: Akbar Media Eka Sarana. 2001<br />Iwan Triyuwono dan Mohammad As’udi. Akuntansi Syariah: Memformulasikan Konsep Laba dalam Konteks Metafora Zakat. Edisi pertama. Jakarta: Salemba Empat. 2001. Sofyan Syafri Harahap. Akuntansi, Pengawasan dan Manajemen dalam Islam. Jakarta: FE UI. 1992.<br />Ahmad Bekoui. Teori Akuntansi (Accounting Theory). Alih bahasa Dukat dkk, Jakarta: Erlangga. 1997.<br />T. Gambling dan R.A.A, Karim. Islam dan Akuntansi Sosial dalam Sofyan Syafri Harahap. Akuntansi Islam, Jakarta: Bumi Aksara. 1997.<br />Iwan Triyuwono. “Sinergi Oposisi Biner: Formulasi Tujuan Dasar Laporan Keuangan Akuntansi Syariah”, Dalam Proceedings Simposium Nasional Sistem Ekonomi Islami, Yogyakarta: P3EI FE UII. 2002.<br />AAOIFI. Accounting and Auditing Standards for Islamic Banks and Financial Institution. Bahrain: AAOIFI. 1998.<br />Akhyar Adnan. “Akuntansi Syariah: Sebuah Tinjauan”, Makalah disampaikan dalam seminar yang diselenggarakan Pusat Pengkajian Bisnis dan Ekonomi Islam (PPBEI) Fakultas Ekonomi Universita Brawijaya Malang pada tahun 1999.<br />Iwan Triyuwono. Akuntansi Syariah: Implementasi Nilai Keadilan dalam Format Metafora Amanah. Makalah disampaikan dalam Seminar Akuntansi Syariah FE UNIBRAW Malang, 5 Oktober 2000.<br />Chua Wai Fong. Radical developments in accounting thought. The Accounting Review. 1986. Hal. LXI (4)<br />Max Weber. Etika Protestan dan Semangat Kapitalism. Terjemahan. Jakarta: Pustaka Promothea. 2003.<br />Watts, Ross L., Jerold L. Zimmerman. Positive Accounting Theory: A Ten Year Perspective. The Accounting Review. 65(1). 1990.<br />Sterling, Robert R. Positive Accounting: An Assessment. ABACUS. 1990.<br />Tinker, Anthony M., Barbara D. Merino, Marilyn Dale Neimark. 1982. The Normative Origins of Positive Theories: Ideology and Accounting Thought. In Accounting Theory: A Contemporary Review. Jones, Stewart., C. Romano, J. Ratnatunga (ed.). 1995. Harcourt Brace. Australia.<br /><br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn1" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref1" name="_ftn1">[1]</a> Husein Syahatah. Pokok-pokok Pikiran Akuntansi Islam, (Ushul al-Fikri al-Muhasabi al-Islami). Alih bahasa Khusnul Fatarib. Cet. I. Jakarta: Akbar Media Eka Sarana. 2001. Hal. 143<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn2" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref2" name="_ftn2">[2]</a> Iwan Triyuwono dan Mohammad As’udi. Akuntansi Syariah: Memformulasikan Konsep Laba dalam Konteks Metafora Zakat. Edisi pertama. Jakarta: Salemba Empat. 2001. Hal. 1<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn3" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref3" name="_ftn3">[3]</a> Sofyan Syafri Harahap. Akuntansi, Pengawasan dan Manajemen dalam Islam. Jakarta: FE UI. 1992. Hal. 28 – 29<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn4" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref4" name="_ftn4">[4]</a> Iwan Triyuwono. Hal. 143<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn5" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref5" name="_ftn5">[5]</a> Ahmad Bekoui. Teori Akuntansi (Accounting Theory). Alih bahasa Dukat dkk, Jakarta: Erlangga. 1997. Hal. 330<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn6" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref6" name="_ftn6">[6]</a> T. Gambling dan R.A.A, Karim. Islam dan Akuntansi Sosial dalam Sofyan Syafri Harahap. Akuntansi Islam, Jakarta: Bumi Aksara. 1997. Hal. 193<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn7" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref7" name="_ftn7">[7]</a> Iwan Triyuwono. “Sinergi Oposisi Biner: Formulasi Tujuan Dasar Laporan Keuangan Akuntansi Syariah”, Dalam Proceedings Simposium Nasional Sistem Ekonomi Islami, Yogyakarta: P3EI FE UII. 2002. Hal. 203<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn8" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref8" name="_ftn8">[8]</a> AAOIFI. Accounting and Auditing Standards for Islamic Banks and Financial Institution. Bahrain: AAOIFI. 1998.<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn9" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref9" name="_ftn9">[9]</a> Akhyar Adnan. “Akuntansi Syariah: Sebuah Tinjauan”, Makalah disampaikan dalam seminar yang diselenggarakan Pusat Pengkajian Bisnis dan Ekonomi Islam (PPBEI) Fakultas Ekonomi Universita Brawijaya Malang pada tahun 1999. Hal. 2.<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn10" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref10" name="_ftn10">[10]</a> Iwan Triyuno dan Moh. As’udi. Akuntansi Syariah: ...... Hal. 5<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn11" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref11" name="_ftn11">[11]</a> Iwan Triyuwono. Akuntansi Syariah: Implementasi Nilai Keadilan dalam Format Metafora Amanah. Makalah disampaikan dalam Seminar Akuntansi Syariah FE UNIBRAW Malang, 5 Oktober 2000. Hal. 3<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn12" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref12" name="_ftn12">[12]</a> Chua Wai Fong. Radical developments in accounting thought. The Accounting Review. 1986. Hal. LXI (4): 601-32.<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn13" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref13" name="_ftn13">[13]</a> Max Weber. Etika Protestan dan Semangat Kapitalism. Terjemahan. Jakarta: Pustaka Promothea. 2003. Hal. 101-105<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn14" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref14" name="_ftn14">[14]</a> Watts, Ross L., Jerold L. Zimmerman. Positive Accounting Theory: A Ten Year Perspective. The Accounting Review. 65(1). 1990.Hal. 131<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn15" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref15" name="_ftn15">[15]</a> Sterling, Robert R. Positive Accounting: An Assessment. ABACUS. 1990. Hal. 97<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn16" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref16" name="_ftn16">[16]</a> Tinker, Anthony M., Barbara D. Merino, Marilyn Dale Neimark. 1982. The Normative Origins of Positive Theories: Ideology and Accounting Thought. In Accounting Theory: A Contemporary Review. Jones, Stewart., C. Romano, J. Ratnatunga (ed.). 1995. Harcourt Brace. Australia.<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn17" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3357978361591417802#_ftnref17" name="_ftn17">[17]</a> Watts, Ross L., Jerold L. Zimmerman. Positive ….. Hal. 135AGUS ARWANI, SE, M.Ag.http://www.blogger.com/profile/10365088094121590944noreply@blogger.com0