Jumat, 07 November 2008

Revenue Sharing

REVENUE SHARING DI PERBANKAN SYARI'AH
DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

A. Latar Belakang Masalah
Perbankan syari'ah merupakan salah satu dari banyaknya sub-sub dalam system ekonomi Islam. Namun dalam perkembangannya perbankan syari'ah mengalami perkembangan yang sangat signifikan. Hal ini terlihat pada banyaknya bermunculan atau berdirinya bank-bank atau lembaga-lembaga keuangan berdasarkan pada prinsip syari'ah, ini secara langsung menunjukkan respon dari masyarakat terhadap hadirnya bank atau lembaga keuangan berdasarkan prinsip syari'ah.
Perbankan syari'ah mendapat pijakan yang kokoh setelah adanya deregulasi system perbankan pada tahun 1983, atau dikenal dengan Pakto 1988[1], dimana pemerintah memberi keleluasaan pada bank untuk menentukan tingkat bunga hingga pada tingkat nol persen atau peniadaan bunga sama sekali. Kemudian posisi perbankan syari'ah semakin pasti setelah disahkannya UU No. 7 Tahun 1992, dimana diberikan kebebasan bagi bank untuk memberikan jenis imbalan yang akan diambil nasabahnya baik bunga ataupun keuntungan bagi hasil.[2]
Dengan terbitnya PP No 7 Tahun 1992 tentang bagi hasil yang secara tegas memberikan batasan bahwa "Bank bagi hasil tidak boleh melakukan kegiatan usaha yang tidak berdasarkan prinsip bagi hasil, sebaliknya pula bank yang usahanya tidak berdasarkan prinsip bagi hasil tidak boleh melakukan usaha berdasarkan prinsip syari'ah.”[3]
Dan titik kulminasi dari perkembangan perbankan syari'ah telah tercapai dengan disahkannya UU No. 10 Tahun 1998 tentanga perbankan, dimana pemerintah membuka kesempatan kepada siapa saja untuk mendirikan bank syari'ah maupun yang mau mengkonversikan diri dari system konvensional menjadi system syari'ah.
Mekanisme bagi hasil ini menjadi salah satu ciri atau karakteristik perbankan syari'ah, dimana dengan dengan bagi hasil ini menjadi salah satu alternative bagi masyarakat bisnis, khususnya masyarakat perbankan untuk terhindar dari bunga atau riba. Hal ini sesuai dengan apa yang diterangkan dalam Al Qur’an, Surat Al Baqoroh : 275[4], dimana Allah mengharamkan segala bentuk transaksi yang mengandung unsure-unsur ribawi, karena unsure tersebut tidak mendatangkan kemashlahatan bahkan hanya bisa mendatangkan keburukan, sehingga sedini mungkin harus dihindarkan.
Dalam sebuah qoidah diterangkan
درء المفاسد اولى من جلب المصالح[5]
Dimana mashlahat itu hanya untuk kesenangan pribadi bukan untuk pencapaian mashlahat secara umum.
Dalam dunia perbankan syari'ah mungkin sering didengar istilah bagi hasil atau yang lebih sering dikenal dengan istilah profit sharing, secara terminologi bagi hasil diartikan dengan laba, sedangkan secara definitive bagi hasil diartikan sistem pembagaian laba suatu perusahaan dibagikan tidak hanya pada pemegang saham, melainkan juga pada para pekerjaanya.[6] Dalam perbankan syari'ah pendapatan bagi hasil ini berlaku pada produk-produk penyertaan, baik penyertaan menyeluruh, sebagian ataupun dalam bentuk koorporasi lainnya. Dan prinsip bagi hasil ini akan berfungsi sebagai mitra bagi penabung, demikian juga pengusaha peminjam dana. Jadi prinsip bagi hasil ini merupakan landasan utama beroperasinya perbankan syari'ah.
Factor dana merupakan sebuah kebutuhan pokok beroperasinya sebuah perbankan (lembaga keuangan). Dalam perbankan yang mendasarkan pada bagi hasil dalam operasionalisasinya, maka untuk memperoleh hasil (laba) adalah dengan melakukan pebiayaan-pembiayaan dengan prinsip bagi hasil antara shohibul maal dengan mudharib, dimana diantara keduanya menyepakati bagianya masing-masing dari hasil yang diperolehnya.
Mudharabah adalah salah satu produk penyertaan yang ada di lingkungan perbankan syari’ah, dimana bank bertindak sebagai inter mediari antara shohibul maal dengan mudharib, yaitu mengumpulkan dana dari nasabah penabung kemudian bank mengelola dana tersebut dengan memberikan pembiyayaan-pembiayaan kepada pihak yang butuh modal untuk melakukan usaha dengan keuntungan bagi hasil yang telah ditentukan sesuai dengan kesepakan bersama.
Salah satu mekanisme bagi hasil yang di terapkan oleh bank syari'ah di Indonesia dalam penerimaan dana adalah Revenue Sharing, secara bahasa revenue berarti uang masuk, pendapatan atau inkam[7], dalam istilah perbankan Revenue Sharing berarti proses bagi pendapatan yang dilakukan sebelum memperhitungkan biaya-biaya operasional yang ditanggung oleh bank, biasanya pendapatan yang didistribusikan hanyalah pendapatan atas investasi dana, dana tidak termasuk fee atau komisi atau jasa-jasa yang diberikan oleh bank karena pendapatan tersebut pertama harus dialokasikan untuk mendukung biaya operasional bank. Maksudnya pembagian dana terhadap nasabah atas pendapatan-pendapatan yang diperoleh oleh bank tanpa menunggu pengurangan-pengurangan atas pembiayaan-pembiayaan yang dikeluarkan oleh bank dalam pengelolaan dana yang diamanatkan oleh nasabah, disatu sisi pelaksanaan Revenue Sharing ini bertentangan dengan prinsip bagi hasil itu sendiri, karena dalam prinsip bagi hasil tentunya shohibul maal bertanggung jawab atas dana yang diamanatkannya, artinya ia juga memiliki andil dalam pengelolaan dananya, bahkan jika terjadi kerugian dalam usaha maka shohibul mall ikut menanggung kerugiannya[8]. Dalam kaidah fiqh disebutkan:
الغرم بالغنم[9]
Sedangkan dalam mekanisme Revenue Sharing ini terkesan shohibul maal, dalam hal ini nasabah penabung lepas dari tanggung jawab dari pengelolaan dana, ia terbebas dari unsur ikut menanggung kerugian jika dalam usahanya itu terjadi kerugian, bahkan yang lebih jauh lagi shohibul maal selalu mendapatkan keuntungan baik itu usahanya untung ataupun rugi. Dari sini mekanisme ini tetap harus diwaspadai, karena jangan-jangan ini merupakan khila' (rekayasa) dari system bunga, karena sama-sama mendapatkan keuntungan dari apapun yang terjadi atas usaha yang dilakukan oleh pengelola, baik itu untung ataupun rugi.
Disisi lain mekanisme ini diterapkan dengan asumsi bahwa para nashabah belum terbiasa menerima kondisi bagi hasil dan berbagi resiko atas kerugian yang terjadi apabila dalam usahanya itu mengalami kerugian[10]. Beban kepercayaan (trust) yang tanggung oleh bank syari'ah juga menjadi alasan mengapa mekanisme ini diberlakukan, dimana nasabah terbiasa dengan memperoleh hasil dari dana yang ditabungkan di bank-bank, alasan lain yang juga menjadi bahan pertimbangan adalah pelaksanaan mekanisme ini sebagai upaya dari pihak bank untuk meningkatkan nasabah penyimpan dana atau penabung, sebab nasabah ini akan keluar jika mereka tidak memperoleh apa-apa dari dalam penyimpanan dananya, pendekatan ini diterapkan semata-mata untuk meraih pasar[11].
Mekanisme ini juga mengandung kelemahan, karena apabila tingkat pendapatan bank sedemikian rendah, maka pendapatan bank yang didistribusikan tidak mampu untuk membiayai kebutuhan operasionalnya, sehingga merupakan kerugian bagi bank dan membebani para pemegang saham sebagai penanggung kerugian, sementara penyandang dana tidak akan pernah menaggung resiko kerugian akibat biaya operasional tersebut. Untuk itu pola ataupun mekanisme Revenue Sharing ini untuk waktu yang lama haruslah dipikirkan kembali untuk ditinggalkan, karena jika mekanisme ini tidak ditinggalkan sama saja tidak memberikan pendidikan kepada masyarakat tentang mekanisme bagi hasil yang sesungguhnya.
Dalam Revenue Sharing proses distribusi pendapatan ini dilakukan sebelum memperhitungkan biaya operasionalisasinya yang ditanggung oleh bank. Biasanya pendapatan yang didistribusikan hanyalah pendapatan atas investasi dana dan tidak termasuk fee atau jasa-jasa yang diberikan oleh bank.
Dalam mekanisme ini, berarti mengandung unsure peralihan mekanisme[12] bagi hasil dari Profit and Lost Sharing menjadi Revenue Sharing, perubahan dari penanggunan resiko menjadi tidak menanggung resiko, walaupun didalam mekanisme ini tidak diketahui berapa besar jumlah keuntungan yang akan diperoleh, berbeda dengan bunga yang telah jelas berapa prosentase keuntungan yang akan diperoleh dari besarnya dana yang diinvestasikan, namun disini muncul pertanyaan apakah bentuk mekanisme Revenue Sharing merupakan khila (rekayasa) dari system bunga atau memang merupakan sebuah mekanisme baru yang sah-sah saja untuk diterapkan dalam proses bagi hasil dalam perbankan syari'ah. Untuk itu penyusun mencoba untuk melakukan penelitian mengenai hal ini dengan melihat pada aspek-aspek akadnya ditinjau dari hukum Islam.
Dalam penelitian ini, penyusun melakukan penelitian di Bank BNI Syari'ah Cabang Yogyakarta. Dimana Bank BNI Syari'ah Cabang Yogyakarta merupakan salah satu dari sekian banyak bank-bank berdasar prinsip syari'ah yang menerapkan mekanisme Revenue Sharing dalam penentuan hasil bagi para nasabah penabungnya. Di Bank BNI Syari'ah, mekanisme bagi hasil secara Revenue Sharing ini diberlakukan pada nasabah pertama atau nasabah penabung, yaitu dengan membagi seluruh pendapat bank sebelum di ambil biaya-biaya yang dikeluarkan oleh bank dalam usahanya. Hal ini diberlakukan dengan pertimbangan kepercayaan kepada nasabah dalam penerapan bagi hasil oleh bank.
Untuk mengarahkan arah dari penelitian ini, penyusun membatasai pada salah satu produk pembiayaan atau penyertaan yang disediakan, yaitu produk tabungan mudharabah.
B. Telaah Pustaka
Tidak sedikit buku, skripsi maupun hasil penelitian yang membahas dan memaparkan tentang perbankan syari'ah secara umum dan aspek bagi hasil pada khususnya. Namun tulisan ataupun penelitian yang terkait dengan pelaksanaan Revenue Sharing secara khusus di perbankan syari'ah belum penyusun temukan.
Pelaksanaan mekanisme Revenue Sharing ini dipandang menjadi suatu hal yang baru dalam penetapan hasil di perbankan syari'ah, dimana dengan menggunakan system ini bank syari'ah dapat terlepas dari sistem bunga dan nasabah tetap mendapat hasilnya. Namun kebanyakan dari para nasabah tidak mengetahui dengan diberlakukannya mekanisme ini, pengetahuan nasabah tentang hasil dari dana yang ditabungkan diperoleh dari keuntungan yang diperoleh oleh bank kemudian keuntungan tersebut dibagikan pada nasabah dan pihak bank itu sendiri.
Peralihan mekanisme bagi hasil[13] antara nasbah dan pihak bank ini menjadi suatu pertanyaan yang menarik untuk diketahui boleh tidaknya mekanisme itu dilakukan ditinjau dari hukum Islam.
Untuk mendukung pemecahan masalah penelitian yang lebih mendalam, penyusun mencoba untuk melihat pada beberapa literature yang dianggap dapat mendukung dan memberi kemudahan serta terkait dengan permasalahan penelitian tersebut, sehingga dapat mempermudah pemecahan masalah yang akan diteliti.
As Syafi'I dalam pembagian hasil keuntungan mudlorobah menyatakan "bahwa pembagian keuntungan sebelum dikembalikannya modal itu sah walaupun setelah dihitung-hitung hasilnya mengalami kerugian"[14]. Dalam pandangan As Syafi'I ini menerangkan tentang pembagian hasil dari transaksi mudlorobah dimana pembagian hasil ini dilakukan dengan tidak melakukan penghitungan secara rigit mengenai segala pengeluaran-pengeluaran yang digunakan dalam usaha, tetapi beliau tidak menjelaskan terjadi perubahan atau tidaknya akad bagi hasil dalam akad mudlorobah tersebut.
Muhammad dalam bukunya tentang Tekhnik Perhitungan bagi Hasil dan Profit Margin pada Bank Syari'ah[15], menjelaskan bagimana pola-pola penghitungan baik dalam pembiayaan maupun penghitungan pendapatan untuk bank maupun nasabah, secara teknis mekanisme penghitungan bagi hasil dalam produk-produk perbankan syari'ah telah dijelaskan didalamnya, namun bagaimana proses peralihan akad yang terjadi dalam berbagai mekanisme pembagaian bagi hasil termasuk peralihan akad dari Profit and Lost Sharing menjadi Revenue Sharing belum tersentuh didalamnya.
Dalam bukunya yang lain Muhammad[16], mengatakan “bahwa pelaksanaan Revenue Sharing merupakan suatu mekanisme yang dilaksanakan dikalangan bank syari’ah dengan asumsi bahwa nasabah belum terbiasa menerima kondisi begi hasil dan berbagi resiko” namun dalam bukunya tersebut beliau tidak menyebutkan bagaimana proses pembagian hasil dengan menggunakan teknik Revenue Sharing tersebut.
Secara khusus skripsi yang membahas mengenai Revenue Sharing ditinjau dari segi hukum Islam belum penyusun temukan, namun untuk mendukung pemecahan masalah penelitian yang penyusun lakukan, penyusun mencoba untuk melihat pada penelitian-penelitian yang terkait dengan proses bagi hasil, diantaranya skripsi yang disusun oleh Yuyun Nurul Hakim yang ditulis pada tahun 2003 membahas tentang prospek tabungan mudharabah di kalangan masyarakat Yogyakarta; studi kasus pelaksanaan tabungan mudharabah di Bank BNI Syari’ah Cabang Yogyakarta, walaupun didalamnya telah dibahas mengenai Reveneu Distribution tetapi didalamnya tidak melihat dari segi hukum islamnya[17], skripsi yang disusun oleh Uswah Yeni Ismariatun yang ditulis pada tahun 2005 membahas tentang mekanisme penetapan bagi hasil tabungan di BMT Lohjinawi Bantul[18], skripsi yang ditulis oleh Reno Rohman ditulis pada tahun 2006 mengenai bagi hasil penangkapan ikan pukat cincin antara nelayan dan pemilik kapal menurut hukum Islam[19]. Dalam kedua skripsi tersebut penyusun beleum melihat adanya peralihan akad yang dilakukan dalam proses bagi hasil. Skripsi yang ditulis Reno Rahman menjelaskan bagai mana proses pembagian hasil yang lebih mengerah pada Revenue Sharing tetapi didalamnya tidak membahas mengenai aspek peralihan akadnya.
Dengan melihat beberapa acuan tersebut penyusun merasa tergerak untuk melakukan penelitian bagaimana pelaksanaan Revenue Sharing di Bank Syari’ah ditinjau dari hukum Islam.
C. Kerangka Teoritik
Dalam penulisan skripsi ini penyusun mencoba untuk mendeskripsikan bagaimana pelaksanaan Revenue Sharing dengan berangkat dari definisi secara umum mengenai pengertian akad bagi hasil, syarat, rukun dan jenis-jenisnya. Setelah itu penyusun menganalisa dengan melihat pada teori-teori umum mengenai pelaksanaan praktik muamalah. Melalui sumber-sumber dari dalil-dalil nash al-Qur’an, as-Sunnah, maupun kaidah-kaidah fiqiyah yang ada relevansinya dengan objek pembahasan.
Dapat diketahui, bahwasanya dalam bertransaksi Allah mengharamkan adanya tambahan (riba) yang dapat merugiakan salah satu pihak yang bertransaksi, sebagaimana diterangkan dalam Al Qur’an :
" ..... واحلّ الله البيع وحرّم الرّبوا ....."[20]
Pelarangan ini tidak serta merta hanya berdampak pada kerugian yang menimpa salah satu pihak yang bertransaksi, tetapi lebih dari itu dampak yang ditimbulkan oleh pengambilan riba ini dapat berdampak pada aspek akhlak dan rohani serta berdampak pula pada aspek peradaban dan kemasayarakatan. Pertama, dampak terhadap aspek akhlak dan rohani, yaitu daapat kita ketahui betapa bahayanya riba terhadap akhlak dan rohani sekaligus, karena orang yang melakukan transaksi semacam ini selalu berkeinginan untuk mengumpulkan harta kekayaan dengan cara apa saja, sehingga ia menjadi budak harta dan dirinya dikuasai oleh sifat egoisme dan tamak terhadap harta dan ia akan lupa terhadap kewajiban sebagai seorang yang memiliki kelebihan harta, yaitu membayar zakat dan shodaqoh. Kedua dampak terhadap peradaban dan kemasyarakatan, dapat kita ketahui hampir tak ada orang yang berselisih yang menyatakan mengenai dampak yang dihasilkan dari riba, prilaku egois, individual, pemerasan, tidak saling bantu membantu akan mewarnai kehidupan dalam masayarakat yang cenderung akan menimbulkan perpecahan antar masyarakat sehingga akan jauh dari impian untuk hidup harmonis.
Manusia diwajibkan untuk selalu terus berusaha dalam melaksanakan tugasnya sebagai kholifah dibumi ini, tentunya usaha ini adalah dengan usaha yang halal dengan selalu bertawakal kepada Allah Swt. terhadap hasil yang telah diusahakannya. Dalam pelaksanaan usahanya ini harus tetap selalu beririnngan dengan sikap tawakal, sebagaimana disebutkan dalam Al Qur’an :
وما تدري نفس بأيّ أرض تموت انّ الله عليم خبير[21]
Dalam bermuamalah Islam juga memberikan kebebasan kepada setiap manusia untuk membuat aturan main sesuai dengan kreativitas, tingkat keilmuan situasi dan kondisinya. Diterangkan dalam kaidah fiqhiyah :
الأصل في الأشياء الاءباحة[22]
Prinsip mashlahat secara teoritis tidak diakui sebagai sumber hukum Islam, tetapi mashlahat biasanya digunakan sebagai alat tafsir dalam penerapan hukum Islam dalam menghadapi setiap perubahan-perubahan dan perkembangan zaman. Prinsip mashlahat dianggap sebagai prinsip adaptasibilitas[23] terhadap perkembangan dan kebutuhan hukum terhadap suatu masalah tertentu guna mencari kebenaran hukum tanpa keluar dari norma-norma agama.
Dalam kaidah fiqhiyah disebutkan :
درء المفاسد اولى من جلب المصالح[24]
Apabila ada suatu perkara terlihat adanya kemashlahatan atau kemanfaatan, namun disitu juga terdapat kemadlorotan atau kerusakan jika itu dilaksanakan, maka meninggalkannya lebih baik untuk mencapai kemashlahatan yang lebih besar.
Ulama Malikiyah, mendasarkan pada istihsan dengan mengutamakan realisasi tujuan syar’i, yaitu mengutamakan tujuan untuk mewujudkan kemaslahatan-kemaslahatan atau menolak bahaya secara khusus sebab dalil umum mneghendaki dicegahnya bahaya itu. Karena bila tetap dipertahankan asal dalil umum maka akan mengakibatkan tidak tercapainya maslahat yang dikehendaki oleh dalil umum, sebab setiap dalil itu dimaksudkan untuk mewujudkan kemaslhatan dan menolak kerusakan.[25]. hal ini banyak terjadi pada hokum asal daruriyat dengan hajiyat dan hajiyat dengan tahsiniyat kaidah hajiyat ini tidak dimaksudkan menentang dalil pokok (umum) melainkan bertujuan untuk memberikan kelapangan dan menolak kerusakan dalam menggulangi masalah-masalah darurat.[26] Hal ini juga disandarkan pada Firman Allah Swt. dan hadits Nabi Muhammad Saw. yang menghendaki terwujudnya apa yang menjadi tujuan dari syara’:
..... يريد الله بكم اليسر ولايريد بكم العسر[27] .....
مارآه المسلمون حسنا فهو عند الله حسن[28]
يسروا ولا تعسّروا[29]
Al- Syathibi juga mengatakan pemalingan hukum kepada istihsan dibolehkan demi kemashlahatan bersama, dengan tidak jauh keluar dari apa yang menjadi tujuan dari syara’
Ibnu al- Arabi memberikan pengertian mengenai istihsan, yaitu meninggalkan kehendak dalil dengan cara pengcualian atau rukhshat karena berbeda hukumnya dalam beberapa hal[30]. Dari pengertian ini beliau membagi istihsan dalam empat bagian, yaitu: istihsan dengan u’rf, istihsan dengan maslahat, istihsan dengan ijmak dan istihsan dengan kaidah raf’ al-hajr wa al- masyaqqat[31].
Dalam pelaksanaan akad mudharabah penghitungan bagi hasil dilakukan dengan cara, yaitu dengan membagi keuntungan secara proporsional antara shahibul maal dengan mudharib sesuai dengan kesepakatan bersama setelah dikurangi biaya-biaya operasional dari pelaksanaan usaha yang diusahakannya.
Disamping beberapa teori-teori diatas penulis juga mengetengahkan beberapa hal yang terkait dengan masalah akad bagi hasil guna mengetahui kedudukan, dampak dari pelakasanaan Revenue Sharing sebagai akad pengganti akad bagi hasil secara Profit and Lost Sharing, dimana akad bagi hasil haruslah berpegang pada prinsip keadilan denagn tidak mengandung unsur ghoror (tipuan), ikrah (paksaan), gholat (kesalahan), tadlis (menyembunyikan cacat), al gholan (pengurangan), riba (tambahan) sehingga dapat merugikan salah satu pihaknya dan menimbulkan kebaikan pada semua pihak.
D. Metode Penelitian
Suatu karya atau hasil penelitian dapat dianggap sebagai karya ilmiah, agar penyusunan skripsi ini dapat terealisir dengan baik dan memenuhi bobot ilmiah, maka diperlukan metode sebagai alat untuk mencapai tujuan agar penelitian ini mempunyai relevansi pada tiap babnya, sehingga mudah untuk dimengerti dan dipahami.
Adapun metode yang digunakan, adalah sebagai berikut :
Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan ini termasuk penelitian lapangan (Field Research), yaitu penelitaian yang objeknya mengenai gejala-gejala yang terjadi pada pelaksanaan bagi hasil di Bank BNI Syari'ah Cabang Yogyakarta, dalam hal ini adalah peralihan akad bagi hasil dari Profit and Lost Sharing menjadi Revenue Sharing. Yang dilakukan dengan cara terjun langsung kelokasi penelitian untuk memperoleh data yang diperlukan.
Sifat Penelitian
Sifat penelitian ini termasuk penelitian Preskriptik, yakni penelitian yang bertujuan untuk menilai permasalahan objek penelitian yaitu tentang peralihan akad bagi hasil dari Profit and Lost Sharing menjadi Revenue Sharing di Bank BNI Cabang Yogyakarta. Yang dianalisis dengan teori-teori dan pendekatan yang relvan serta berpedoman pada hukum mu'amalah.
Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data, untuk memperoleh data yang valid penyusun menggunakan metode penelitian kualitatif dengan menggunakan beberapa teknik dalam pengumpulan datanya, adapun teknik tersebut adalah :
a. Observasi, yaitu melakukan pengamatan secara langsung di lokasi penelitian, dengan melihat sekaligus mencermati bagaimana pelaksanaan Revenue Sharing serta dampaknya pada nasabah akibat peralihan akad bagi hasil dari Profit and Lost Sharing menjadi Revenue Sharing.
b. Teknik Sampling, teknik ini digunakan untuk menjaring sebanyak mungkin informasi dari para nasabah[32] untuk mengetahui seberapa besar dampak dari pelaksanaan Revenue Sharing di BNI Syari’ah Cab. Yogyakarta. Dalam teknik sampling ini menggunakan teknik non random, yaitu tidak menjadikan semua individu sebagai sample penelitian, tetapi beberapa nasabah yang dianggap mewakili nasabah yang lain.
c. Wawancara, wawancara ini dilakukan guna memperoleh data-data terkait pelaksanaan Revenue Sharing di BNI Syari’ah Cab. Yogyakarta dengan mengajukan pokok-pokok masalah yang telah disususn terlebih dahulu sehingga mempermudah dan memperlancar jalannya wawancara. Adapun yang penyusun wawancarai sebagai sample adalah :
1) Pegawai bank, guna mengetahui sejauhmana pelaksanaan Revenue Sharing di Bank Syari’ah.
2) DPS, menjadi perlu wawancara ini dilakukan, mengingat DPS ini sebagai pegawas dan sebagai unsure legitimate dari produk yang dikeluarkan oleh bank.
3) Nasabah, terhadap nasabah wawancara ini dilakukan untuk mengetahui dampak yang diterima oleh nasabah dalam pelaksanaan Revenue Sharing tersebut.
d. Dokumentasi, yaitu pengumpulan data yang diperoleh dari dokumen-dokumen, baik berupa literature, brosur, data transaksi website dan sumber-sumber pendukung lainnya.
Pendekatan Masalah
Pendekatan masalah yang digunakan penyusun dalam penelitian skripsi ini menggunakan pendekatan Normatif, yang bertolak ukur pada penggunaan hukum Islam untuk memeperoleh kesimpulan bahwa sesuatu itu sesuai atau tidak dengan ketentuan hukum Islam.
Analisis Data
Setelah data terkumpul, penyusun berusaha mengklasifikasi data-data yang telah terkumpul untuk dianalisis sehingga mendapat sebuah kesimpulan, analisis data ini dengan menggunakan metode analisis kualitatif deduktif dimulai dengan dalil-dalil umum kemudian dikemukakan kemungkinan yang bersifat khusus dari hasil riset. Cara ini digunakan penyusun guna mengetahui bagaimana hukum Islam memandang pelaksanaan Revenue Sharing di Bank Syari’ah.







[1] Muhammad, Lembaga-lembaga Keuangan Umat Kontemporer, (Yogyakarta : UII Press, 2000), hal. 52

[2] UU No. 10. Tahun 1998, Tentang Perbankan , Cet III, (Jakarta : Sinar Grafika , 2003)
[3] Muhammad, Lembaga-lembaga Keuangan Umat Kontemporer, (Yogyakarta : UII Press, 2000), hal. 53

[4] Al Baqoroh (2) : 275
[5] Asjmuni, A Rahman, Qoidah-qoidah Fiqh (Qowaidul Fiqhiyah),(Jakarta : Bulan Bintang, 1976), hal. 75
[6] Rivai Wirasasmita, Maman Kusman Sulaeman, Ronald H Sitorus, Breeg Manurung, Kamus Lengkap Ekonomi, (Bandung : Pioner Jaya, 1999).

[7] Ibid
Dalam istilah ekonomi Revenue berarti pendapatan pemerintah yang berasal dari pajak, bea dan lainnya, sebagian ahli ekonomi mengatakan bahwa Revenue juga mencakup pendapatan-pendapatan pemerintah dari penjualan surat efek, tanah, harta kekayaan lain yang sejenis jadi sama dengan public revenue, dalam istilah lain Revenue diartikan sebagi pendapatan perusahaan baik swasta maupun perorangan.

[8] Muhammad Syafi'I Antonio, Bank Syari'ah Wacana Ulama & Cendekiawan, (Jakarta: Tazkia Institute, 2000), hal. 179

[9] Asjmuni, A Rahman, Qoidah-qoidah Fiqh (Qowaidul Fiqhiyah), (Jakarta : Bulan Bintang, 1976), hal. 90

[10] Muhammad, Managemen Bank Syari'ah, (Yogyakarta : UUP AMP YKPN, 2000), hal. 223

[11] Ibid, hal. 224
[12] Peralihan mekanisme yang dimaksud adalah penetapan mekanisme pembagian hasil keuntungan dalam penentuan hasil, jika parusahaan (bank) secara nyata memperoleh keuntungan, namun dalam Revenue Sharing ini penetapan keuntungan tetap dilakukan dengan tanpa menghitung terlebih dahulu berapa besar keuntungan yang diperoleh setelah dikurangi biaya-biaya operasional
[13] Peralihan akad bagi hasil dari Profit and Lost sharing menjadi Revenue Sharing
[14] Lihat, Abdurrahman Al Jauzy, Madzahib al arba’ah, Jus III, (Libanon : Bairut, 2003), hal. 49

[15] Muhammad, Tekhnik Penghitungan Bagi Hasil dan Profit Margin pada Bank Syari'ah, Cet III, (Yogyakarta : UII Press, 2006), hal. 18

[16] Muhammad, Managemen Bank Syari’ah, (Yogyakarta : UUP AMP YKPN, 2003), Ha. 74
[17] Yuyun Nurul Hakim, Prospek tabungan Mudharabah di Kalangan Masyarakat Yogyakarta, (Skripsi Jurusan Ekonomi Islam STAIN Surakarta SEM Institut Jakarta, 2003)

[18] Uswah Yeni Ismariatun, Mekanisme Penetapan Bagi Hasil Tabungan di BMT Lohjinawi Bantul, (Skripsi Fakultas Syari’ah Jurusan Mu’amalat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2005)
[19] Reno Rohman, Bagi Hasil Penangkapan Ikan Pukat Cincin Antara Nelayan dan Pemilik Kapal, (Skripsi Fakultas Syari’ah Jurusan Mu’amalat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2006)

[20] Al Baqoroh (2) : 275.
[21] Lukman (31) : 34.

[22] Asjmuni, A Rahman, Qoidah-qoidah Fiqh (Qowaidul Fiqhiyah), (Jakarta : Bulan Bintang, 1976), hal. 41

[23] Yudian W. Asmin, Filsafat Hukum Islam dan Problematika Sosial, (Surabaya: Al Ikhlas, 1995), hal. 42

[24] Asjmuni, A Rahman, Qoidah-qoidah Fiqh (Qowaidul Fiqhiyah), (Jakarta : Bulan Bintang, 1976), hal. 75

[25] Al-Syatibi, al-Muwafaqat fi Ushu al-Ahkan, Juz IV, (Dar al Fikr), hal.207

[26] Iskandar Usman, Istihsan dan Pembaharuan Hukum Islam. Cet. I (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1994), hal. 24

[27] Al-Baqarah (2) : 185

[28]

[29]
[30] Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fiqih,Cet. I, (Jakarta: PT Pustaka Firdaus, 1994), hal. 402

[31] Iskandar Usman, Istihsan dan Pembaharuan Hukum Islam, (Jakarta : PT Raja Sindo, 1994), hal. 21
[32] Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif edisiRevisi, Cet XXIII (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2007), hal. 223

1 komentar:

Gamis murah meriah syariah mengatakan...

Assalamu'alaykum,,maaf pak,mungkin penelitian bapak ini bisa jadi bahan referensi bagi saya,kebetulan saya sedang menganalisis perbandingan antara profit sharing dan revenue sharing,boeh tahu ini penelitian tahun brpa